Apakah Doa Pasti Dikabulkan?
Terkait dengan tulisan saya sebelum ini yang menyatakan bahwa Allah kadang tidak mengabulkan doa hambanya sebab Allah tidak bisa diatur-atur, banyak yang bertanya di kolom komentar tentang suatu ayat yang sepintas berupa “janji Allah” akan mengabulkan semua doa. Jadi, kalau ada doa yang tidak dikabulkan berarti Allah melanggar janjinya sendiri dong?, begitu pertanyaannya.
Karena sangat banyak yang bertanya seperti itu, jadi saya jawab dalam ulasan tersendiri saja agar terbaca oleh semua. Ayat yang dimaksud adalah ayat berikut:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ٱدۡعُونِیۤ أَسۡتَجِبۡ لَكُمۡۚ
Ayat tersebut biasanya diterjemah demikian: “Tuhan kalian berfirman: Berdoalah kepadaku, niscaya akan Aku kabulkan untuk kalian”. [Surat Ghafir: 60]
Ayat dengan terjemahan seperti itu sangat populer di mimbar-mimbar dan bahkan di podium para motivator. Bahkan, Kementrian Agama RI juga menerjemahkan seperti di atas dengan sedikit perbedaan diksi tergantung edisi mana yang dipakai. Tapi yang jelas, ayat tersebut telah jamak dipahami bahwa setiap doa pasti akan dikabulkan oleh Allah.
Mungkin ini mengagetkan bagi kebanyakan orang, pemahaman seperti di atas adalah pendapat yang lemah dan minoritas dalam dunia tafsir. Ini bahasa halus untuk tidak mengatakan bahwa itu tafsiran yang salah kaprah. Mayoritas Ahli tafsir terkemuka justru sama sekali tidak memahami ayat tersebut sebagai janji bahwa Allah akan mengabulkan semua doa, sama sekali tidak. Kata “ud’uni” di sana bukanlah bermakna “berdoalah padaku”, tapi justru "beribadahlah kepadaku".
Sekedar sampel, kita lihat tafsir kecil yang menjadi standar di Indonesia (dan dunia), yakni Tafsir Jalalain. Dalam rangka menjelaskan ayat tersebut dikatakan:
﴿وَقَالَ رَبُّكُمُ ٱدۡعُونِیۤ أَسۡتَجِبۡ لَكُمۡۚ﴾ أَيْ اُعْبُدُونِي أُثِبْكُمْ بِقَرِينَةِ مَا بَعْده ﴿إِنَّ ٱلَّذِینَ یَسۡتَكۡبِرُونَ عَنۡ عِبَادَتِی سَیَدۡخُلُونَ﴾
“Kalimat “waqala rabbukum ud’uni astajib lakum”, maksudnya adalah sembahlah Aku, maka Aku akan membalas kalian dengan pahala, dengan indikasi kalimat setelahnya “sesungguhnya orang yang sombong tidak mau menyembahku, maka akan masuk...”
Jadi, ayat tersebut tidak berbicara tentang doa sebab jelas lanjutannya adalah tentang ibadah menyembah Allah. Kalau dipaksa diartikan sebagai doa, maka menjadi tidak nyambung dengan lanjutan ayatnya. Dengan demikian, terjemah yang tepat selengkapnya adalah sebagai berikut:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ٱدۡعُونِیۤ أَسۡتَجِبۡ لَكُمۡۚ إِنَّ ٱلَّذِینَ یَسۡتَكۡبِرُونَ عَنۡ عِبَادَتِی سَیَدۡخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِینَ
“Dan Tuhan kalian berfirman: Sembahlah Aku, niscaya kalian akan aku beri pahala. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau menyembah-Ku, maka mereka akan masuk ke neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” [Surat Ghafir: 60]
Tafsir-tafsir yang lebih besar juga memaknai seperti itu. Sekedar sampel agar tulisan ini tidak panjang, kita simak penjelasan dari Syaikh Siddiq Hasan Khan yang bisa dibilang sebagai rangkuman tafsir-tafsir terdahulu tentang ayat tersebut. Ia berkata:
)وقال ربكم ادعوني استجب لكم) قال أكثر المفسرين: المعنى وحدوني واعبدوني أتقبل عبادتكم، وأغفر لكم، وأجبكم وأثبكم.
“Tuhan kalian berfirman: ud’uni astajib lakum. Kebanyakan ahli tafsir berkata bahwa maknanya adalah esakan dan sembahlah Aku, maka Aku akan menerima ibadah kalian, Aku akan mengampuni kalian dan Aku akan menerimanya serta memberi kalian pahala” (Shiddiq Hasan Khan, Fath al-Bayan Fi Maqashid al-Qur’an).
Itu adalah makna ayat tersebut menurut jumhur (mayoritas) ulama yang ternyata tidak berbicara tentang janji pengabulan doa tapi tentang perintah beribadah kepada Allah. Namun, memang ada segelintir ulama yang memaknai ayat tersebut dengan makna sebagai “janji” pengabulan doa sebagaimana dipahami kebanyakan masyarakat awam, tapi itu pun selalu dengan catatan bahwa itu bukan janji mutlak tapi janji kondisional. Syaikh Shiddiq Hasan juga menyinggung soal ragam penafsiran ini sebagai berikut dengan istilah katanya-katanya:
وقيل: هذا الوعد بالإجابة مقيد بالمشيئة، أي استجب لكم إن شئت، كقوله (فيكشف ما تدعون إليه إن شاء الله) وقيل: المراد بالدعاء السؤال بجلب النفع ودفع الضر، قيل: الأول أولى لأن الدعاء في أكثر استعمالات الكتاب العزيز هو العبادة.
“Katanya, janji penerimaan ini dibatasi dengan kehendak Allah, maksudnya adalah “Aku akan menerima kalian kalau Aku mau”, sama seperti firman Allah “Dia akan menghilangkan bahaya yang [sepert] engkau mohonkan kepada-Nya, bila Allah menghendakinya”. Katanya, yang dimaksud adalah doa permintaan untuk mendatangkan manfaat dan menolak bahaya. Katanya, yang paling utama adalah penafsiran pertama (bahwa maknanya adalah penerimaan ibadah) sebab kata doa dalam kebanyakan penggunaan al-Qur’an adalah ibadah”. (Shiddiq Hasan Khan, Fath al-Bayan Fi Maqashid al-Qur’an).
Di antara yang berpendapat bahwa maknanya adalah janji pengabulan doa adalah Imam Abu Mudhaffar as-Sam’ani dalam tafsirnya yang berjudul Tafsir as-Sam’ani, tapi tentu saja dengan catatan bahwa itu tetap kondisional hanya terjadi bila Allah berkehendak. Ia menjelaskan:
﴿فَيكْشف مَا تدعون إِلَيْهِ إِن شَاءَ﴾ قيد إِجَابَة الدعْوَة بِالْمَشِيئَةِ هَا هُنَا، وأطلقها فِي قَوْله: ﴿ادْعُونِي أَسْتَجِب لكم﴾ . قَالَ أهل الْعلم: وَذَلِكَ مُقَيّد بِالْمَشِيئَةِ أَيْضا، بِدَلِيل هَذِه الْآيَة.
“Firman Allah: “Dia akan menghilangkan bahaya yang [seperti] engkau mohonkan kepada-Nya, bila Allah menghendakinya” adalah batasan pengabulan doa dengan kehendak Allah di sini. Sedangkan pengabulan ini dimultakkan tanpa batasan dalam ayat “berdoalah padaku, akan kukabulkan untuk kalian”. Para ahli ilmu berkata bahwa hal itu dibatasi dengan kehendak Allah juga dengan dalil ayat ini.” (Abu Mudhaffar as-Sam’ani, Tafsir as-Sam’ani).
Kesimpulannya, sebagian besar ulama sama sekali tidak memaknai ayat itu sebagai janji pengabulan doa. Dengan kata lain, tidak ada janji semacam itu dari Allah. Sebagian kecil ulama memang memahami ayat itu sebagai janji pengabulan doa, tapi itu pun tidak mutlak tetapi masih dibatasi dengan kehendak Allah, dengan kata lain doa akan dikabulkan bila Allah berkehendak. Bila tidak, maka tentu saja tidak dikabulkan. Dan ini sesuai dengan realitas banyaknya doa manusia yang sama sekali tidak dikabulkan seperti yang ia mau.
Semoga bermanfat.
Allah tidak selalu dan tidak harus memberi kebahagiaan dan mengabulkan semua doa. Kenapa demikian? Sebab Allah adalah Tuhan. Yang namanya Tuhan adalah sosok yang mengatur dan tidak bisa diatur, berkuasa dan tidak bisa dikuasai.
Kalau Allah diharuskan memberi kebahagiaan dan selalu mengabulkan doa, maka namanya bukan Tuhan tapi asisten manusia yang harus tunduk pada kehendak manusia.
Yang begini ini hanya muslim Ahlussunah wal Jamaah yang paham. Adapun selainnya, maunya ngatur-ngatur Allah dan mempermasalahkan Allah ketika tidak bahagia atau melihat penderitaan di dunia, tapi tentu saja percuma. Ketika mentok, dia jadi frustasi, lalu bisa jadi agnostik atau ateis. Jadi, agnostik atau ateis kebanyakan hanyalah orang frustasi yang tidak mau menerima fakta.
Sumber FB Ustadz : Abdul Wahab Ahmad