Kenapa Jama'ah Fardhu Kifayah dalam Madzhab Syafi'i?
Baca sampai habis. Hasil komen di postingan Habib EL Mujtaba II
Ini di bahas apik Imam Nawawi dalam Majmu' beserta semua dalilnya, yang melemahkan pendapat fardhu ain apa saja, yang melemahkan pendapat Sunnah Muakkadah apa saja, di bahas semua.
Mayoritas ulama berpendapat tidak fardhu ain, dalam keterangan Qodhi Iyadh mayoritas berpendapat Sunnah Muakkadah, dan dalam madzhab Syafi'i yang ashoh adalah fardhu kifayah.
Salah satu dalil kuat untuk menolak pendapat fardhu ain adalah hadits ini :
صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
Shalat jama'ah lebih utama daripada shalat sendiri 27 derajat.
Adanya "lebih utama" ini menunjukkan 2 hal yang sama-sama boleh, cuman yang satu nya lebih utama. Tidak kok satunya wajib, satunya haram.
Misal saja "sarapan lebih utama daripada tidak sarapan". Ini 'hanya' menunjukkan sarapan lebih utama, bukan berarti wajib. Dan tidak sarapan bukan berarti haram, cuma kurang utama saja.
Kemudian pada masalah hadits Rasulullah ingin membakar rumah orang² yang tidak jama'ah. Jawaban Imam Syafi'i dan lainnya itu berkenaan orang munafik yang ga shalat jama'ah, juga ga shalat sendirian. Alias ga shalat. Dan juga Rasulullah tidak merealisasikan keinginan beliau untuk membakar, seandainya jamaah wajib, maka Rasulullah tidak akan meninggalkan keinginannya.
Kemudian lagi, diantaranya adalah hadits² yang digunakan untuk mengusung pendapat fardhu ain banyak yang lemah, atau ga bisa digunakan untuk dalil hukum fardhu ain tapi di paksakan.
Ini secara ringkasnya.
Untuk dalil khusus pendapat Fardhu kifayah maka memakai hadits satu kampung yang tidak jama'ah, maka dikuasai syetan :
(وَاحْتَجَّ) أَصْحَابُنَا فِي كَوْنِهَا فَرْضَ كِفَايَةٍ وَرَدَّا عَلَى مَنْ قَالَ إنَّهَا سُنَّةٌ بِحَدِيثِ مَالِكٍ بْنِ الْحُوَيْرِثِ قَالَ " أَتَيْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ شَبَبَةٌ مُتَقَارِبُونَ فَأَقَمْنَا عِنْدَهُ عِشْرِينَ لَيْلَةً وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه رَحِيمًا رَفِيقًا فَظَنَّ أَنَّا أَشْتَقْنَا أَهْلَنَا فَسَأَلْنَا عن من تركنا من أَهْلِنَا فَأَخْبَرْنَاهُ فَقَالَ ارْجِعُوا إلَى أَهْلِيكُمْ فَأُقِيمُوا فِيهِمْ وَعَلِّمُوهُمْ وَمُرُوهُمْ فَإِذَا حَضَرَتْ الصَّلَاةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ ثُمَّ لِيَؤُمّكُمْ أَكْبَرُكُمْ " رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ وَبِحَدِيثِ أَبِي الدَّرْدَاءِ السَّابِقِ " مَا مِنْ ثَلَاثَةٍ فِي قَرْيَةٍ وَلَا بَدْوٍ " الْحَدِيثُ
Keterangan penting : ketika menyampaikan pendapat fardhu kifayah atau Sunnah Muakkadah ke masyarakat, mengikuti madzhab Syafi'i, maka penting menyampaikan hadits² Rasulullah berkenaan dengan shalat jama'ah, Rasulullah sama sekali ga ada riwayat beliau shalat sendirian. Beliau juga ingin membakar rumah orang yang ga jamaah, dan ketika sahabat Ibnu Ummi Maktum yg buta bertanya apakah ada keringanan untuk tidak jama'ah, lantas Rasulullah tanya "apakah engkau mendengar adzan?", sahabat tersebut menjawab "dengar wahai Rasulullah". Kemudian Rasulullah bilang "maka ga ada keringanan bagimu untuk meninggalkan jamaah". Perhatikan, seorang yang buta saja tidak ada keringanan meninggalkan jamaah ketika mendengar adzan. Bagaimana kita yg sehat² ini.
Kesimpulannya: hukum fiqh tidak selamanya harus kita pegang erat-erat dan saklek. Harus di barengi "hati" untuk mengaplikasikannya, dan juga Hadits yang berperan penting jangan sampai ditinggalkan. Hadits itu ucapan Rasulullah. ucapan siapa yang kita ikuti kalau ga beliau.
Ada 3 golongan manusia :
1. Tau pendapat mudah, menggunakannya terus untuk lari dari tanggungan syariat.
2. Tau pendapat mudah, menilainya sebagai luasnya Rahmat Allah, dan menggunakannya ketika darurat saja.
3. Tau pendapat mudah, menilai haram menggunakannya. Mereka al-mutasyaddidun, sudah ada sejak masa Rasulullah.
Menyampaikan hukum kepada 3 kelompok ini tidak boleh dengan cara yang sama, harus sesuai kondisi.
Sumber FB : M Syihabuddin Dimyathi
Shalat jamaah bagi perseorangan memang hukumnya sunah, namun shalat berjamaah di masjid bagi komunitas masyarakat hukumnya fardu kifayah, jadi jangan sekali-kali dianggap enteng.