Kenapa Permasalahan Ribuan Tahun Lalu Dalam Ilmu Kalam Masih Harus Dipelajari Hari Ini?
Pertama, otak manusia itu tetap otak manusia, cara berfikirnya sama, walau dengan bentuk dan baju berbeda, tapi intinya ya itu-itu aja. Hanya saja setiap zaman permasalahan dominannya yang berbeda-beda, jadi dengan menguasai "inti" dari permasalahan umat manusia dahulu dalam aqidah, maka kita bisa menjawab permasalahan baru, karena kita mengetahui inti masalah dari permasalahan baru. Jika dulu ada karamiyah dalam masalah tajsim hari ini ada wahabiyah, isinya ya mirip, beda baju aja. Jika dulu ada mu'tazilah dalam masalah khariqul adah hari ini ada abduhism, isinya juga mirip, beda baju aja. Jika dulu ada filsafat thabaiiyin dalam melihat alam sekarang ada tajribiyin, isinya sama juga baju doank beda. Dst.
Kedua, apa yang membedakan kitab kelas menengah ilmu kalam dengan kitab kelas atas? Banyaknya permasalahan? Pasti!! Tapi ada satu hal lagi yang begitu dominan pada kitab menengah dan kitab muthawalat, yaitu banyaknya dalil, dalam kitab menengah sebuah permasalahan paling akan diselesaikan dengan 2 atau 3 argumen, sedangkan di dalam muthawalat ada belasan argumen dengan perdebatannya yang lebih luas untuk permasalahan yang sama, kenapa? Karena tujuan muthawalat bukan hanya menyelesaikan masalah tapi juga membiasakan pelajar untuk berdebat dan mempertahankan argumen dalam menjawab sebuah permasalahan, dengan berbagai cara yang memungkinkan, sehingga argumen yang keluar untuk satu permasalahn banyak, pada akhirnya dia akan terbiasa dalam menyelesaikan sebuah permasalahan karena sudah begitu terlatih dalam berargumen secara sistematis sebagaiamana para ulama, karena dia begitu tahu cara berfikir seorang ulama.
Kebiasaan ini, saat terbiasa membuat seseorang memiliki sesuatu yang namanya malakah, yaitu kemampuan dalam berfikir dan menyelesaikan masalah dengan metodelogi yang dipakai oleh ulama, karena dia begitu paham bagaimana alur berfikir para ulama, sebuah ehingga ketika ada permasalahan baru, dia akan memahami bagaimana menyelesaikannya sesuai dengan metodelogi para ulama, dengan kata lain ketika melihat syubhat baru, dia bisa mengatakan "seandainya ar-razi atau alghazaly masih hidup hari ini, mereka pasti akan menjawabnya seperti ini".
Adapun jika tidak mau mempelajari buku-buku muktamad yang menyelesaikan permasalahan ratusan tahun lalu, lalu darimana kita bisa tau bagaimana menyelesaikan masalah ini dengan prinsip para ulama? Yang ada kita hanya memakai prinsip kita yang kadang jauh dari metodelogi ulama, walau niatnya baik untuk menyelesaikan masalah, tapi terkadang malah membuat maslaah baru, karena apa? Karena ita gak memahami metodelogi ulama dalam berfikir.
Kita mau menyelasaikan ketertinggalan teknologi pada umat islam, eh malah jatuh pada kesalahan pengingkaran yang ghaib. Kita ingin hidup penuh toleransi dengan pihak yang berbeda, eh malah aqidah tergadaikan dan menyamakan semua agama dan kepercayaan. Kita ingin membersihkan bid'ah pada aqidah manusia, eh jatuhnya malah mengkafirkan orang lain. Dll. Jika anda lihat orang-orang seperti itu, walau niatnya baik, percayalah dia sebenarnya jauh dari mempelajari buku-buku muktamad dengan guru.
Dan lihatlah disekeliling, maka itulah yang terjadi. Jadi modal niat baik untuk memperbaiki gak cukup, yang ada malah makin kacau. Tapi yang kita peu jika memang ingin memperbaiki sesuatu sesuai dengan ajaran islam itu adalahi lmu yang membuat kita bisa berfikir sebagaiamana ulama berfikir, yaitu dengan mempelajari kitab-kitab mereka dan diajarkan oleh murid mereka atau murid dari murid mereka. Makanya kita gak akan melihat orang yang mendalami turast seperti syeikh albuty kewalahan dalam menjawab permasalahan baru, dan hebatnya jawaban beliau beneran sesuai dengan turats para imam, dan cara beliau berhujjah juga mengingatkan kita para kitab-kitab para imam, tak heran sampai beliau dianggap seolah reinkarnasi imam alghazali
Sebenarnya bukan reinkarnasi, tapi beliau mempelajari buku-buku ghazaly dan ulama yang satu madrasah dengan alghazali sampai menyatu dengan darah beliau, sehingga beliau mampu berargumen di era modern sebagaimana alghazali mampu berargumen pada eranya. Begitu juga dengan ulama lain, yang berjalan dijalan yang sama dengan beliau. Jadi gak usah mimpi bisa menjawab permasalahan baru dengan metodelogi para ulama tanpa menguasai kitab-kitab muktamad yang menyelesaikan masalah ratusan atau ribuan tahun lalu. Jadi, kunci menyelesaikan masalah zaman ini dengan metodologi ulama itu ya dengan mempelajari buku-buku madrasi mereka yang muktamad dengan ulama-ulama madrasah itu yang sudah diakui.
Repost
Sumber FB Ustadz : Fauzan Inzaghi
Setiap masa selalu ada orang yang benar dan ada orang yang salah dalam beragama/sesat. Bahkan ada orang yang sengaja merusak ajaran agama dengan menyebarkan syubhat kepada masyarakat awam.
Itu sebabnya di setiap generasi perlu ada yang berperan berjuang iqamah al-hujjah (menegakkan argumentasi kebenaran) dan daf' al-syubuhat (membantah syubhat/kebatilan).
Sehingga tidak perlu baperan, kalau ada ahli ilmu/santri dari kalangan Ahlussunnah wal Jama'ah sibuk menjelaskan akidah Ahlussunnah wal Jama'ah melalui kajian atau medsos dan membantah sekte-sekte sesat, seperti Wahabi. Ini sudah tuntutan zaman kita.
Siapa saja yang siap terjun ke gelanggang, terjun lah. Bagi yang tidak siap, sebaiknya support yang turun ke gelanggang atau diam dan fokus dengan bidang masing-masing. Tapi jangan menikung dari belakang/melemahkan kawan dengan berbagai narasi seolah bijak/seolah mendahulukan persatuan/seolah toleransi, padahal menjatuhkan kawan.
Apa boleh mendiamkan kesesatan, padahal bisa meluruskannya?!
by Ustadz : Alnofiandri Dinar