Zakat dan Pajak
2002, saya menikah dengan santriwati asal Surabaya. Satu tahun sebelum keluarnya Fatwa MUI No 03/2003 tentang Zakat Profesi. Di tahun-tahun itu tiap menjelang Ramadhan sudah banyak spanduk bertebaran untuk menggalang zakat fitrah, infak, sedekah, wakaf, maupun donasi lainnya. Demikian pula saat Qurban, lembaga-lembaga besar memasang baleho penyaluran hewan qurban. Jadi, memang tren orang kota ingin bersedekah secara praktis, tidak perlu cari fakir miskin sendiri, tinggal diberi laporan, selesai. Tahun berikutnya para donatur masih menyalurkan lagi ke lembaga yang sama. Bahkan menjadi donatur tetap.
Setelah ada Fatwa Zakat Profesi tambah semarak. Tapi bukan lewat spanduk. Melainkan instrumen negara, yakni BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional). Di masing-masing provinsi dan kabupaten/ kota juga ada. Pihak swasta pun tidak ketinggalan. 2011 Undang undang Zakat pun disahkan. Perbaikan-perbaikan teknis juga selalu dikembangkan, hingga Amil Zakat hanya berhak mengambil 12.5% atau seperdelapan seperti 8 golongan dalam Qur'an, sesuai aturan terbaru. Ini diaudit pihak luar, bahkan akan menerima laporan terbuka. Lebih terbaru lagi, menteri agama mengharuskan ada laporan peningkatan Mustahik dan perkembangannya, sebelum dan sesudah menerima zakat, infak, sedekah dan lainnya. Program kerja lembaga pun harus disertai opini syariah.
Soal temuan yang kurang selaras dengan ijtihad fikih ya perlu diarahkan. Seperti di sebuah kabupaten/ kota, semua eselon kena pemotongan. Padahal secara gaji belum masuk kategori Muzakki. Setelah dicek ke kota atau provinsi lain ternyata berbeda kebijakannya.
Berapa pendapatan Zakat Profesi? Selaku Dewan Pengawas Syariah di Yatim Mandiri saya disodorkan laporan hanya 10% dari semua total dana yang masuk. Jauh lebih banyak infak dan sedekah. Artinya kaum Muslimin di perkotaan masih banyak yang belum meyakini kewajiban Zakat Profesi. Karena memang ada khilafiyah.
Karena saya menerima laporan secara langsung, dibawa ke tempat binaan, pesantren yatim, warga miskin binaan dan lain sebagainya, saya berkesimpulan bahwa Lembaga Amil Zakat ini adalah tempat mengorganisir sekumpulan Mayasir Al-Muslimin (orang orang mampu umat Islam) yang ingin membantu fakir miskin dengan menyisihkan sebagian rezekinya. Di kitab-kitab klasik Mayasir Al-Muslimin ini memiliki kewajiban membantu setelah Baitul Maal yang dikelola oleh Negara.
Bagaimana kalau zakat dan pajak digabungkan saja? Keduanya berbeda. Seperti Fatwa Ulama Al Azhar:
4 - لا تداخل بين الزكاة والضرائب، ولكل أساسه ودوره ومصارفه ، ولا يغنى أحدهما عن الآخر .
Zakat dan pajak tidak bisa disatukan. Sebab dasar dan pengalokasiannya berbeda. Membayar pajak belum mencukupi dari zakat, demikian pula sebaliknya (Darul Ifta' Al Misriyah, 1/175)
Tapi Alhamdulillah, di negara kita sudah ada peraturan bahwa yang sudah mengeluarkan zakat mendapat pengurangan pajak. Seminar online insyaallah Jumat sore.
Sumber FB Ustadz : Ma'ruf Khozin