Hukum Berpuasa Bagi Orang Yang Sakit
✏️ Abdurrahman Bin Farid Al Mutohhar
Termasuk salah satu sebab diperbolehkannya seseorang untuk tidak berpuasa adalah karena sebab sakit
Maka diperbolehkan bagi orang yang sakit untuk tidak melaksanakan puasa wajib seperti puasa romadhon jika terpenuhi syaratnya :
Syarat diperbolehkannya tidak berpuasa adalah jika didapati hal yang membahayakan dirinya saat dipaksa untuk berpuasa
Lalu apa ukuran “bahaya” yang dimaksud dalam syariat?
Yang dimaksud adalah jika dipaksa untuk berpuasa maka dia akan mengalami hal-hal yang diperbolehkan untuk tayammum karena sakit
Hal-hal yang memperbolehkan seseorang untuk tayammum karena sakit adalah :
- Khawatir akan bertambahnya rasa sakit yang dialami
- Khawatir akan bertambah lama sembuhnya penyakit yang dialami
- Khawatir akan terjadinya rasa sakit yang terus menerus
- Khawatir akan bisa menghilangkan ruh (meninggal)
- Khawatir akan kehilangan salah satu manfaat dari anggota badan atau bahkan kehilangan satu anggota tubuhnya (contoh, diamputasi atau stroke dll)
Jika didapati salah satu dari sebab-sebab tersebut maka diperbolehkan baginya untuk tidak berpuasa, atau terjadi sakitnya dipertengahan dia berpuasa dan khawatir akan sebab-sebab tersebut maka diperbolehkan baginya untuk membatalkan puasanya
Kekhawatiran akan sebab-sebab tersebut bisa diketahui karena :
- Mendapatkan resep dari dokter
- Atau mendapat kabar dari orang yang dipercaya
- Atau bahkan dari dia sendiri yang tahu akan hal itu dengan adanya perasangka yang kuat jika dia berpuasa maka akan mengalami sebab-sebab tersebut, namun ini pendapat dikemukakan oleh imam ibnu hajar,
Berbeda dengan pendapat imam romli yang mengatakan tidak cukup jika mengandalkan prasangka saja, beliau mensyaratkan harus tahu tentang ilmu kedokteran
Kesimpulan :
Hukum berpuasa bagi orang yang sakit ada 3 :
1. Jika mampu untuk berpuasa tanpa ada hal yang membahayakan dirinya (contoh: hanya sekedar pusing), maka hukum puasa baginya adalah wajib
2. Jika khawatir saat dia berpuasa dirinya bisa meninggal karena penyakitnya, maka diharamkan baginya untuk berpuasa dan wajib untuk tidak berpuasa
3. Jika khawatir saat dia berpuasa akan terkena dari sebab-sebab yang diperbolehkan untuk tayammum, maka ulama berbeda pendapat :
• Menurut Imam Ibnu Hajar : haram baginya untuk berpuasa dan wajib untuk tidak berpuasa
• Menurut Imam Romli, Syaikh zakariya al anshori dan imam khotib : Hukumnya diperbolehkan untuk tidak berpuasa (tidak wajib)
Orang sakit yang diberi udzur untuk tidak berpuasa terbagi menjadi 2 bagian:
1. Sakit yang diharapkan untuk sembuh (masih ada harapan sembuh): Maka diwajibkan untuk mengqodho puasanya jika memungkinkan untuk diqodho
Jika tidak memungkinkan untuk qodho seperti penyakitnya bersambung dari bulan romadhon sampai dia meninggal, maka tidak diwajibkan untuk qodho ataupun fidyah untuk membayar tanggunan puasanya, namun disunnahkan bagi ahli warisnya untuk membayar tanggungannya dengan berpuasa (diniatkan untuk bayar qodho si mayyit) atau boleh dikeluarkan fidyah disetiap hari qodhonya, setiap hari 1 mud makanan pokok daerah tersebut (kurang lebih 7-8 ons beras)
Contoh :
Si Mayyit punya tanggungan qodho 5 hari :
maka boleh di qodho 5 hari (bisa dibagi sama ahli warisnya perhari satu orang) atau boleh dibayarkan fidyah selama 5 hari, satu harinya 8 ons beras kurang lebih (8 ons x 5 hari = 40 ons)
Jika memungkinkan untuk qodho namun tidak di bayar qodhonya sampai dia meninggal, maka wajib dibayar qodhonya oleh ahli warisnya atau dibayarkan fidyah
2. Sakit yang tidak diharapkan untuk sembuh dan tidak mungkin untuk ditunggu kesembuhannya (sudah divonis dokter) : Maka dia diwajibkan untuk mengeluarkan fidyah setiap harinya 1 mud beras/ 8 ons beras (8 ons x 30 hari)
NB :
- Fidyah Boleh dikeluarkan disetiap harinya, dan boleh juga diakhirkan nanti diakhir bulan romadhon, dikeluarkan secara sekaligus
- Jika tidak membayar fidyah sampai dia meninggal, maka jatuhnya adalah hutang yang wajib dibayarkan
Referensi :
1. Busyrol karim
2. Hasyiah Turmusi
3. I’anah At Tolibin
Sumber FB Ustadz : Amang Muthohar