Akhir-akhir ini ramai bertebaran tagar #JanganJadiGuru dan #JanganJadiDosen di media sosial. Wacana tersebut muncul sebagai ekspresi keresahan banyak orang mengenai rendahnya kesejahteraan para guru dan dosen.
Fenomena rendahnya gaji para pengajar tersebut bertolak belakang dengan semangat mengembangkan pendidikan. Padahal, guru memegang peran yang sangat vital dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dalam perspektif Islam, posisi guru sangat dimuliakan sebagaimana pernyataan Fudhail bin ‘Iyadh:
عَالِمٌ مُعَلِّمٌ يُدْعى كَبِيرًا فِي مَلَكُوتِ السَّمَاءِ
Artinya, “Orang alim yang mengajar dijuluki sebagai ‘orang besar’ (kabir) di kerajaan langit.” (Imam Ibnu Jama’ah, Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim, [Beirut: Darul Kutub Ilmiyah, 2013], halaman 22).
Tak ayal di masa Daulah Abbasiyyah, kesejahteraan para guru sangat diperhatikan oleh pemerintah. Mereka diberikan gaji yang bisa dibilang sangat besar jika dibandingan dengan gaji para guru saat ini.
Dalam kitab An-Nafaqat wa Idaratuha fid Daulatil Abbasiyyah, Dr Rudhaifullah Yahya Az-Zahrani memberikan perincian yang menarik terkait besaran gaji para pengajar kala itu.
Penghargaan pemerintah Islam terhadap aktivitas belajar sebenarnya sudah tampak sejak Umar bin Al-Khattab ra memegang tampuk kekhalifahan. Di masanya, beliau memberikan gaji rutin kepada warga yang mau menghapal dan mempelajari Al-Qur’an.
Pada masa Daulah Umawiyyah, khalifah Umar bin Abdul Aziz juga mengambil kebijakan yang sangat menghargai aktivitas belajar-mengajar. Ketika itu beliau mengundang ulama-ulama untuk mengajari anak-anak suku Arab pedalaman tentang persoalan agama dan memberikan mereka gaji rutin.(Rudhaifullah Yahya Az-Zahrani, An-Nafaqat wa Idaratuha fid Daulatil Abbasiyyah, [Az-Zarqa, Maktabatul Manar: 1982], halaman 356).
#nahdlatululama #nuonline #nuonlineid #guru #sejahtera #dosen
Sumber FB : NU Online