Perlu diketahui, maksud al-muallafatu qulubuhum sebagaimana dijelaskan oleh Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya, Al-Jami' li Ahkamil Qur'an, adalah sekelompok orang yang menampakkan keislamannya pada masa awal Islam, mereka dilunakkan hatinya dengan diberi bagian dari sedekah karena keyakinan mereka yang masih lemah.
Sedangkan mualaf dalam mazhab Syafi'i terbagi menjadi dua: orang-orang Islam dan kafir. Namun, orang kafir tidak boleh menerima zakat karena kekafirannya.
(Ibarot dikomentar)
Terkait pertanyaan, adakah batasan akhir orang masih dianggap mualaf, sehingga ia tidak lagi berhak menerima zakat karena status mualafnya sudah tidak berlaku?
Sepanjang penelitian, penulis tidak menemukan baik dalam Al-Quran, al-Hadits atau pendapat ulama yang menjelaskan tentang batas waktu pemberian zakat kepada mualaf. Namun demikian, tentu orang tidak selamanya menyandang status sebagai seorang mualaf. Jika melihat alasan atau 'illat seorang mualaf diberi zakat adalah agar hatinya lunak dan imannya menjadi kuat, maka batasnya adalah kekuatan dan kemantapan keimanannya.
Kemantapan keimanan itu setidaknya diketahui dengan kesehariannya dalam melaksanakan ketaatan atau ibadah sebagai seorang muslim. Semisal melaksanakan shalat dan perintah-perintah agama lainnya secara benar, serta meninggalkan apa yang menjadi larangan dalam agama Islam.
Hemat penulis, rasanya bagi mualaf yang serius dan bersungguh-sungguh dengan bimbingan guru yang tepat, dalam waktu satu tahun atau kurang sudah cukup untuk menguatkan dan memantapkan keimanannya, serta mempelajari dasar-dasar agama Islam dengan benar.
#nahdlatululama #nuonline #nuonline_id #zakat #muallaf #hukumislam #infografis #ramadhan #ramadhankareem #ramadhanbarengnuonline
Sumber FB : NU Online