Allah Kekal, Surga Juga?
Sudah maklum dan tak perlu ditanyakan lagi bahwa Allah ﷻ adalah Dzat Yang Maha Kekal. Akal tidak mungkin menerima jika Allah tidak kekal. Allah ﷻ memiliki sifat baqâ’, yaitu keberadaan-Nya takkan pernah berakhir[1], begitupula dengan surga. Lantas, apakah kekekalan surga dengan kekekalan Allah itu sama? Bukankah Allah itu berbeda dengan makhluk-Nya?
Perlu diketahui, bahwa Allah ﷻ itu wajib bersifat Mukhâlafah lil-Hawâdits. Sebab, jika Allah sama dengan perkara yang baru (makhluk-Nya), berarti Allah juga baru. Jelas hal itu mustahil bagi Allah. Akal tidak mungkin menerima nya. Maka, kekekalan Allah itu berbeda dengan kekekalan surga.
Allah berfirman dalam al-Qur‘an:
كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلَّا وَجْهَهُ (القصص [۲٨]: ٨٨)
“Segala sesuatu pasti binasa, kecuali Allah.” (Q.S. Al-Qashash [28]: 88).
Ayat di atas menjelaskan bahwa semua hal yang ada di alam semesta akan mengalami kemusnahan, kecuali Allah. Dalam kitab Hâsyiyatul-‘Allâmah Ash-Shâwî ‘alâ Tafsîril-Jalâlain, al-Imam ash-Shawi mengutip perkataan al-Imam as-Suyuthi:
:وَيُسْتَثْنَى مِنْهُ ثَمَانِيَةُ أَشْيَاءَ نَظَّمَهَا السُيُوطِي فِي قَوْلِهِ
ثَمَانِيَةٌ حُكْمُ البَقَاءِ يَعُمُّهَا ֍ مِنَ الخَلْقِ وَالبَاقُوْنَ فِي حَيْزِ العَدَمِ
هِيَ العَرْشُ وَالكُرْسِي وَنَارٌ وَجَنَّةٌ ֍ وَعَجْبٌ وَاَرْوَاحٌ وَكَذَا اللَوْحُ وَالقَلَمُ
“Dikecualikan dari itu (makhluk Allah yang akan musnah) delapan perkara, sebagaimana yang dinazamkan Imam as-Suyuthi: ‘Delapan hal yang memiliki hukum baqa’ (atas kehendak Allah) setelah tidak ada, yaitu arsy, kursy, neraka, surga, tulang ekor, ruh, lauhul-mahfudz, dan qalam.”[2]
Syekh Ibrahim bin Muhammad al-Baijuri dalam kitabTuhfatul-Murîd Syarh Jauharatit-Tauhîd, menyebutkan:
وَاَمَّا المَخْلُوْقَاتُ فَلَهَا أَوَّلٌ وَآخِرٌ وَنَعِيْمُ الجَنَّةِ وَعَذَابُ النَّارِ لَهُ أَوَّلٌ وَلَا آخِرَلَهُ فَكُلٌّ مِنْهُمَا بَاقٍ لَكِنْ شَرْعًا لَا عَقْلًا لِأَنَّ العَقْلَ يُجَوِّزُ عَدَمَهُمَا
“Segala suatu yang diciptakan pasti memiliki permulaan dan akhir. Adapun kenikmatan surga dan siksa neraka itu memiliki permulaan tapi tidak memiliki akhir. Secara syariat, keduanya itu kekal bukan secara akal, karena akal bisa menerima akan sirnanya surga dan neraka.”[3]
Dalam al-Qur’an juga banyak ayat yang menerangkan tentang keabadian surga dan neraka, di antaranya ayat dalam surat Hud:
فَاَمَّا الَّذِيْنَ شَقُوْا فَفِى النَّارِ لَهُمْ فِيْهَا زَفِيْرٌ وَّشَهِيْقٌۙ خٰلِدِيْنَ فِيْهَا مَا دَامَتِ السَّمٰوٰتُ وَالْاَرْضُ اِلَّا مَا شَاۤءَ رَبُّكَۗ اِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِّمَا يُرِيْدُ وَاَمَّا الَّذِيْنَ سُعِدُوْا فَفِى الْجَنَّةِ خٰلِدِيْنَ فِيْهَا مَا دَامَتِ السَّمٰوٰتُ وَالْاَرْضُ اِلَّا مَا شَاۤءَ رَبُّكَۗ عَطَاۤءً غَيْرَ مَجْذُوْذٍ (هود [١١]: ١٠٦- ١٠٨)
“Adapun orang-orang yang celaka, maka (tempatnya) di dalam neraka. Di dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik napas (dengan merintih). Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki. Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga. Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain) sebagai karunia yang tidak ada putus-putusnya.” (Q.S. Hud [11]: 106-108).
Dari sini dapat disimpulkan bahwa Allah dan surga itu kekal. Akan tetapi, kekekalan surga karena kehendak Allah. Sedangkan, kekekalan Allah itu dzatiyah (Allah wajib kekal dan mustahil sirna), akal tidak bisa menerima jika Allah itu tidak kekal. Jelas, sangat berbeda antara kekekalan Allah dan kekekalan surga neraka.
Muh. Shobir Khoiri | Annajahsidogiri.id
[1] Al-Imam as-Sanusi, Ummul-Barâhîn (hlm. 79)
[2] Al-Imam ash-Shawi, Hâsyiyah ash-Shâwî ‘Alâ Tafsîril-Jalâlain (3/281)
[3] Imam Ibrahim bin Muhammad al-Baijuri, Tuhfatul-Murîd Syarh Jauharatit-Tauhîd (hlm. 66)
***
Bagi-Bagi Buletin Gratis:
https://s.id/BuletinTauiyah
Podcast Annajah Center Sidogiri:
https://s.id/PodcastACS
Join Saluran:
https://s.id/SaluranACS
Gabung Komunitas:
https://s.id/KomunitasACS
#Sidogiri #AnnajahCenterSidogiri #KajianIslam
Sumber FB : Annajah Center Sidogiri