Hadits Menggerak-gerakkan Telunjuk Ketika Tasyahud
(Kajian Hadits Syadz)
Ketika mengajarkan sebuah keilmuan atau mengampu sebuah mata kuliah, ada baiknya seorang guru atau dosen -ketika memberikan contoh- dipilih dari hal-hal yang bersentuhan dengan keseharian. Di samping akan lebih mudah dipahami, sekaligus juga memberikan bekal bagi santri dan mahasiswa bagaimana menyikapi masalah tersebut ketika ditanya oleh masyarakat.
***
Dalam mata kuliah Ulumul Hadits yang saya ampu, ada pembahasan tentang Hadits Syadz, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang tsiqah berbeda dengan riwayat rawi yang lebih tsiqah darinya.
ما رواه الثقة مخالفا لمن هو أوثق منه
Tentu banyak contoh yang bisa dijadikan sebagai sampel. Tapi saya memilih contoh yang sering menjadi pertanyaan masyarakat karena berkaitan dengan ibadah shalat, yaitu hadits yang menjelaskan bahwa Nabi Saw menggerak-gerakkan jari telunjuknya ketika tasyahud.
Dalam kitabnya Sifat Shalat Nabi Saw, Syekh Albani berdalil dengan hadits Wail bin Hujr ra bahwa Rasulullah Saw itu:
كان رفع إصبعه يحركها يدعو به
“Mengangkat telunjuknya, menggerakkannya berdoa dengannya…”
Lalu ia berkata:
فيه دليل على أن السنة أن يستمر فى الإشارة وفى تحريكها إلى السلام ...
“Ini dalil bahwa sunah tetap memberikan isyarat dan menggerakkan telunjuk sampai salam…”.
Beliau juga mengatakan bahwa riwayat yang menyatakan bahwa Nabi Saw tidak menggerakkan telunjuk tidak shahih.
***
Sekarang kita lihat pandangan ulama hadits yang lain, termasuk dari ulama salafi sendiri.
Hadits yang digunakan Syekh Albani sebagai dasar untuk mengatakan bahwa yang sunnah dalam tasyahud adalah menggerakkan (menggerak-gerakkan) telunjuk dari awal tasyahud sampai sebelum salam, ternyata adalah hadits syadz. Kenapa demikian?
Hadits dari sahabat Wail bin Hujr ra ini diriwayatkan oleh rawi yang bernama Zaidah bin Qudamah dari ‘Ashim bin Kulaib. Zaidah sendiri sebenarnya adalah rawi yang tsiqah. Tapi penambahan kata ‘يحركها’ “ia menggerakkannya” hanya ada pada riwayat Zaidah saja. Sementara rawi-rawi lain yang juga murid ‘Ashim bin Kulaib tidak satupun menyebutkan kata tersebut. Rawi-rawi tersebut lebih tsiqah dari Zaidah. Jumlah mereka juga tak sedikit. Ada sekitar sebelas rawi yang satu thabaqah dengan Zaidah tidak menyebutkan kata ‘يحركها’ itu.
Dengan demikian riwayat Zaidah ini adalah syadz, karena berbeda dengan riwayat rawi-rawi lain yang lebih tsiqah darinya. Apalagi jumlah mereka cukup banyak.
Uniknya, diantara yang mengatakan bahwa tambahan ‘يحركها’ ini hanya ada pada riwayat Zaidah adalah Imam Ibnu Khuzaimah sendiri yang menjadi salah satu sumber Syekh Albani dalam menukil hadits ini.
Ibnu Khuzaimah setelah meriwayatkan hadits ini berkata:
لَيْسَ فِي شَيْءٍ مِنَ الْأَخْبَارِ «يُحَرِّكُهَا» إِلَّا فِي هَذَا الْخَبَرِ ، زَائِدة ذَكَرَهُ (صحيح ابن خزيمة 1/354)
“Tidak ada dalam riwayat manapun kata ‘menggerakkanya’ kecuali dalam riwayat ini. Zaidah yang menyebutkannya.”
Sekarang mari kita perhatikan penjelasan salah seorang ulama salafi Syekh Syu’aib al-Arnauth:
“Hadits ini meskipun shahih, tapi kalimat ‘فرأيته يحركها يدعو بها’ “aku melihatnya menggerakkannya, berdoa dengannya” merupakan tambahan yang syadz. Hanya terdapat dalam riwayat Zaidah bin Qudamah diantara sahabat-sahabat ‘Ashim bin Kulaib, yaitu: Sufyan bin ‘Uyainah, Khalid al-Wasithi, Qais bin Rabi’, Salam bin Sulaim, Sufyan ats-Tsauri, Syu’bah bin al-Hajjaj dan lain-lain. Rawi-rawi yang tsabt dan tsiqah dari sahabat ‘Ashim ini tak satupun menyebutkan ‘menggerakkan’ seperti yang disebutkan oleh Zaidah.”
Kemudian Syekh Syu’aib berkata:
“Sungguh Albani telah sangat keliru dalam bukunya Sifat Shalat Nabi hal 158 ketika ia mengatakan bahwa menggerakkan itu yang asal dan sunnah berdasarkan kata yang syadz yang ada pada riwayat Zaidah ini.”
Tidak hanya mengungkap kesalahan Albani dalam masalah hadits, Syekh Syu’aib juga menyalahkan Syekh Albani ketika mengatakan bahwa ini juga menjadi pendapat Imam Ahmad bin Hanbal. Syekh Syu’aib menganggap Syekh Albani tidak bisa membedakan antara ‘التحريك’ “menggerakkan” dengan ‘الإشارة’ “mengisyaratkan”. Yang menjadi pendapat Imam Ahmad adalah yang kedua, bukan yang pertama.
***
Sebagai penutup, Imam Nawawi dalam fatwanya pernah ditanya:
هل تستحب الإشارة بالإصبع المسبحة من اليد اليمنى عند التشهد ومتى يشير بها وهل يحركها أم تبطل الصلاة بتكرار تحريكها ؟
“Apakah dianjurkan memberi isyarat dengan telunjuk tangan kanan ketika tasyahud? Kapan itu dilakukan? Apakah digerak-gerakkan? Batalkah shalat dengan menggerak-gerakkannya?”
Beliau menjawab:
تستحب الإشارة برفع المسبحة من اليد اليمنى عند الهمزة من قوله (إلا الله) مرة واحدة ولا يحركها، فلو كرر تحريكها كره ولم تبطل صلاته على الصحيح، وقيل تبطل (فتاوى النووي ص 105)
“Dianjurkan memberi isyarat dengan mengangkat jari telunjuk tangan kanan ketika sampai di huruf hamzah dari kalimat ‘إلا الله’ sekali saja dan tidak digerak-gerakkan. Makruh hukumnya kalau diulang-ulang menggerakkannya. Tapi shalatnya tidak batal menurut pendapat yang shahih. Namun ada juga yang mengatakan batal.”
والله تعالى أعلم وأحكم
[YJ]
Sumber FB Ustadz : Yendri Junaidi