Setelah mendengarkan video Ustadz Ammi Nur Baits Salafi (video bisa merujuk akun FB Ustadz Muhammad Salim Kholili) dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Dia tidak memahami dengan baik antara naskh syariat dengan naskh akidah. Akidah tidak bisa dinaskh (dihapus atau amandemen) dengan kesepakatan ulama' dan dengan dalil yang jelas, sementara syariat bisa dinaskh sebagimana yang maklum kita ketahui.
Akidah mulai zaman Nabi Adam hingga Nabi Muhammad ﷺ tentu sama saja. Dan urusan syirik (menyekutukan Allah) adalah urusan akidah. Mustahil dinyatakan, kufur atau syirik pada zaman Nabi terdahulu diperbolehkan, tetapi pada zaman Nabi Muhammad tidak diperbolehkan.
2. Kelemahan fundamental Salafi Wahabi kebanyakan, mungkin termasuk Ustadz Ammi Nur Baits adalah dalam memaknai ibadah, sehingga apapun bentuk khudhu' (menunduk atau merendah) kepada selain Allah secara mutlak dianggap ibadah dan ibadah ditujukan kepada selain Allah adalah syirik. Dampak pemahaman ini sangat besar, yakni menjadi biang keladi mudah menuduh syirik atau kufur istighotsah kepada selain Allah, memanggil kepada mayit, tawassul dengan mayit dan lain-lain. Padahal makna ibadah tidak sesimpel yang dipahami oleh mereka, tapi harus ada keyakinan rububiyah dan niat ta'abbud (menghamba) kepada pihak yang ditunduki. Karena itu, dalam menjelaskan hukum sujud kepada selain Allah, ulama' Ahlussunnah wal Jama'ah dari madzhab empat masih memerinci antara kufur dan haram.
Pemaknaan "ibadah" antara Salafi Wahabi dengan Aswaja menjadi asas perbedaan yang sangat mendasar dan banyak sekali turunan hukum dan perselisihan yang lahir dari perbedaan tersebut.
3. Sebagaimana poin nomer 2, hukum sujud kepada makhluk hukumnya ditafsil. Jika sujud dilakukan karena ibadah atau ta'zhim seperti ta'zhim kepada Allah atau meyakini makhluk yang disujudi memiliki sifat rububiyah, maka ulama' sepakat hukumnya syirik. Jika tidak demikian, semisal sujud hanya tujuan memuliakan (takrim/ihtiram) maka hukumnya hanya haram. Dan ini adalah hukum yang dipahami oleh ulama' Ahlussunnah wal Jama'ah. Berbeda dengan ini adalah fatwa Syaikh Ibn Utsaimin yang menjadi referensi mayoritas Salafi Wahabi. Beliau dengan cukup tegas dan absolute menghukum syirik orang yang sujud kepada makhluk.
Dan itulah yang dipahami oleh Ustadz Ammi Nur Baits. Dia memaknai sujud karena takrim kepada makhluk sebagai kekufuran, walaupun yang bersangkutan memerinci bahwa sujud kufur tersebut pernah dibolehkan pada masa nabi-nabi terdahulu. Dan ini kesalahan sebagaimana penjelasan diatas.
4. Sujud Nabi Ya'qub dan keluarganya kepada Nabi Yusuf adalah sujud memuliakan (takrim/ihtiram), bukan sujud ibadah atau ta'zhim seperti ta'zhim kepada Allah, atau meyakini Nabi Yusuf memiliki sifat-sifat rububiyah. Karena itu, sujud tersebut adalah urusan syari'at, bukan akidah. Dan yang demikian itu boleh dalam syari'at Nabi Ya'qub tapi haram dalam syari'at Nabi Muhammad ﷺ karena naskh. Begitu juga sujud para malaikat kepada Nabi Adam atas perintah Allah. Dan tidak mungkin Allah memerintahkan kesyirikan.
5. Dalam satu hadits riwayat Ibn Majah, Sayyidina Mu'adz bin Jabal, setelah datang dari Syam, beliau melakukan sujud kepada Rasulullah ﷺ, tetapi kemudian dinasehati oleh Nabi agar yang demikian tidak dilakukan. Apakah Sayyidina Mu'adz bin Jabal telah syirik? Tidak, sebab beliau tahu mana batasan syirik dan tidaknya. Rasulullah ﷺ yang tidak memerintahkan Sayyidina Mu'adz bin Jabal memperbaharui Islamnya kembali menjadi bukti bahwa sujud kepada makhluk bukan mutlak perbuatan syirik.
Dalam riwayat Abu Dawud dan al-Hakim, sahabat Qois bin Sa'ad pernah melihat penduduk kota Hairah yang sujud kepada pemimpin pasukan mereka. Setelah kejadian ini disampaikan kepada Rasulullah ﷺ, beliau tidak memerintahkan untuk taubat dengan kembali kepada Islam. Ini merupakan fakta lagi bahwa tidak semua sujud dimaknai ibadah sebagaimana yang dipahami oleh Salafi Wahabi, tapi harus diperinci antara sujud memuliakan (takrim/ihtiram) atau sujud ibadah.
Sumber FB Ustadz : Hidayat Nur