Dua Metode Dalam Memahami Ayat-ayat Sifat

Dua Metode Dalam Memahami  Ayat-ayat Sifat

IMAM ABU HASAN AL ASY'ARI MENGGUNAKAN DUA METODE DALAM MEMAHAMI AYAT AYAT SIFAT

👉 Salafi Wahabi secara jelas dan nyata menolak akan takwil dan tafwid , namun dalam aqidahnya yang menyempal dari para ulama tersebut , justru sering membawa dan menukil secara serampangan Kalam ulama , terutama Kalam abu Hasan Al Asy'ari yang sering mereka nukil , dengan sangat kurang ajar dan tidak sopan , mereka menyatakan bahwa syekh abu Hasan Al Asy'ari Aqidahnya sama dengan mereka yg menetapkan Allah mempunyai jisim , dan menyatakan bahwa abu Hasan Al Asy'ari menolak tafwid dan takwil sebagaimana pemahaman salafi Wahabi , lihat saja bagaimana komentar Muhamad Haris Ismail dalam screnshot dibawah akan dustanya  👇

👉 Mereka jelas sama sekali tidak tahu apa-apa tentang akidah Imam Abu Al Hasan Al Asy'ari. Mereka hanya baca kitab tapi tidak punya sanad kepada Imam Abu Al Hasan Al Asy'ari sehingga banyak sekali mereka keliru di dalam memahami perkataan Imam Abu Al Hasan Al Asy'ari.

👉Contohnya ketika Wahabi mengatakan Allah berada di atas Arsy, Allah memiliki tangan lalu mereka menukil perkataan Imam Abu Al Hasan Al Asy'ari :

ﺣُﻜْﻢُ كَلَاﻡِ اﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﺃَﻥْ ﻳَﻜُﻮْﻥَ ﻋَﻠَﻰ ﻇَﺎﻫِﺮِﻩِ ﻭَﺣَﻘِﻴْﻘَﺘِﻪِ، ﻭَلَا ﻳَﺨْﺮُﺝُ اﻟﺸَّﻲْءُ ﻋَﻦْ ﻇَﺎﻫِﺮِﻩِ ﺇَﻟَﻰ اﻟْﻤَﺠَﺎﺯِ ﺇِلَّا ﺑِﺤُﺠَّﺔٍ

Ketetapan firman Allah ta'ala (di dalam ayat sifat) adalah berdasarkan dzohirnya dan hakikatnya. Sesuatu tidak keluar dari dzohirnya kepada majaz kecuali dengan argumentasi.

(Kitab Al Ibanah)

👉 Padahal Perkataan Imam Abu Al Hasan Al Asy'ari (عَلَی ظَاهِرِهِ) maksudnya adalah lafadz yang nampak. Karena dzohir (ظَاهِرٌ) adalah isim fa'il dari fi'il ظَهَرَ yang artinya nampak. Maka bisa kita lihat semua perkataan Imam Abu Al Hasan Al Asy'ari berkata dengan sifat Allah sesuai lafadz yang nampak. Yad dikatakan yad, wajh dikatakan wajh, istawa dikatakan istawa, 'alal 'arsy dikatakan 'alal 'arsy. Jika wahabi berkata Allah memiliki tangan, maka itu jelas bukan dinamakan 'ala dzohirihi, melainkan

عَلَی تَرْجَمَتِهِ

Menetapkan sifat berdasarkan terjemahnya.

👉Sedangkan  Imam Abu Al Hasan Al Asy'ari sama sekali tidak menjelaskan terjemahnya di dalam bahasa Persia. Padahal pada masa Imam Abu Al Hasan Al Asy'ari Islam sudah sampai Persia.

👉Adapun perkataan Imam Abu Al Hasan Al Asy'ari berdasarkan hakikatnya (عَلَی حَقِيْقَتِهِ), maksudnya adalah tidak mentakwilnya dengan makna majaz. Karena hakikat adalah lawan dari majaz, namun bukan makna hakikat yang diketahui oleh kita. Sebagaimana dikatakan makna hakikat yad di dalam bahasa adalah anggota badan (جَارِحَةٌ) lalu Imam Abu Al Hasan Al Asy'ari menolak makna tersebut dengan perkataannya :

ﺃَﻥَّ ﻣَﻌْﻨَﻰ ﻗَﻮْﻟِﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ: (ﺑِﻴَﺪَﻱَّ) ﺇِﺛْﺒَﺎﺕُ ﻳَﺪَﻳْﻦِ ﻟَﻴْﺴَﺘَﺎ ﺟَﺎﺭِﺣَﺘَﻴْﻦِ، ﻭَلَا ﻗُﺪْﺭَﺗَﻴْﻦِ، ﻭَلَا ﻧِﻌْﻤَﺘَﻴْﻦِ لَا ﻳُﻮْﺻَﻔَﺎﻥِ ﺇِلَّا ﺑِﺄَﻥْ ﻳُﻘَﺎﻝَ: ﺇِﻧِّﻬُﻤَﺎ ﻳَﺪَاﻥِ ﻟَﻴْﺴَﺘَﺎ ﻛَﺎلْأَﻳْﺪِﻱ

Sesungguhnya makna firman Allah ta'ala dengan dua yad ku adalah menetapkan dua yad bukan dua jarihah, bukan dua qudroh, bukan dua nikmat, Allah tidak disifati dengan dua sifat itu kecuali dikatakan keduanya adalah dua yad bukan seperti tangan-tangan mahluk.

(Al Ibanah.)

👉Jika yad bukan jarihah, bukan qudroh, bukan nikmat maka tidak ada lagi makna yang diketahui bagi lafadz yad di dalam sifat. Oleh sebab itu Imam Abu Al Hasan Al Asy'ari berkata :

بِالْمَعْنَی الَّذِيْ أَرَادَهُ

Dengan makna yang Allah kehendaki.

(Al Ibanah.)

👉Jika wahabi ngeyel, suruh saja dia menulis makna yad di dalam sifat dengan bahasa arab sesuai yang diyakini Imam Abu Al Hasan Al Asy'ari. Sampai kiamat pun dia tidak akan bisa. Karena jelas disana Imam Abu Al Hasan Al Asy'ari setelah menafikan makna lalu diam dari menjelaskan makna (mentafwidh makna).

👉Imam Tajudin As Subkiy sebenarnya sudah menjelaskan bahwa madzhab Asy'ariah ada 2 qoul :

ﺃَﻗُﻮْﻝُ لِلْأَﺷَﺎﻋِﺮَﺓِ ﻗَﻮْلَاﻥِ ﻣَﺸْﻬُﻮْﺭَاﻥِ ﻓِﻲ ﺇِﺛْﺒَﺎﺕِ اﻟﺼِّﻔَﺎﺕِ ﻫَﻞْ تُمَرُّ ﻋَﻠَﻰ ﻇَﺎﻫِﺮِﻫَﺎ ﻣَﻊَ اﻋْﺘِﻘَﺎﺩِ اﻟﺘَّﻨْﺰِﻳْﻪِ ﺃَﻭْ ﺗُﺆَﻭَّﻝُ

Aku berkata : Bagi Asya'iroh itu ada dua qoul yang mahsyur di dalam menetapkan sifat -sifat, apakah dibiarkan berdasarkan dzohirnya disertai i'tiqod tanzih atau ditakwil.

َﻭَاﻟْﻘَﻮْﻝُ ﺑِﺎلْإِﻣْﺮَاﺭِ ﻣَﻊَ اﻋْﺘِﻘَﺎﺩِ اﻟﺘَّﻨْﺰِﻳْﻪِ ﻫُﻮَ اﻟْﻤَﻌْﺰُﻭْ ﺇِﻟَﻰ اﻟﺴَّﻠَﻒِ ﻭَﻫُﻮَ اﺧْﺘِﻴَﺎﺭُ الْإِﻣَﺎﻡِ ﻓِﻲ اﻟﺮِّﺳَﺎﻟَﺔِ اﻟﻨِّﻈَﺎﻣِﻴَّﺔِ ﻭَﻓِﻲ ﻣَﻮَاﺿِﻊِ ﻣِﻦْ كَلَاﻣِﻪِ

Qoul dengan "Imror" (membiarkan lafadz apa adanya tanpa takwil) disertai akidah tanzih adalah yang dinisbatkan kepada salaf, dan yang demikian adalah pilihan Imam Haramain di dalam kitab Risalah An Nidzomiyyah dan di dalam beberapa tempat dari perkataannya.

 ﻓَﺮُﺟُﻮْﻋُﻪُ ﻣَﻌْﻨَﺎﻩُ اﻟﺮُّﺟُﻮْﻉُ ﻋَﻦِ التَّأْوِيْلِ ﺇِﻟَﻰ اﻟﺘَّﻔْﻮِﻳْﺾِ ﻭَلا ﺇِﻧْﻜَﺎﺭَ ﻓِﻲْ ﻫَﺬَا ﻭَلَا ﻓِﻲْ ﻣُﻘَﺎﺑَﻠَﺔٍ ﻓَﺈِﻧَّﻬَﺎ مَسْأَلَةٌ اﺟْﺘِﻬَﺎﺩِﻳَّﺔٌ ﺃَﻋْﻨِﻲ ﻣَﺴْﺄَﻟَﺔُ اﻟﺘَّﺄْﻭِﻳْﻞِ ﺃَﻭِ اﻟﺘَّﻔْﻮِﻳْﺾِ

Maka ruju'nya Imam maknanya adalah ruju' dari takwil ke tafwidh, dan tidak ada pengingkaran di dalam hal ini, tidak ada pengingkaran juga di dalam lawannya (takwil), karena yang demikian adalah masalah ijtihadiyyah. Maksud ku masalah takwil atau tafwidh.

(Tabaqat Asy Syafi'iyyah. Al Kubro)

👉Masalah takwil dan tafwidh adalah masalah ijtihadiyyah, tidak ada pengingkaran di dalam keduanya. Maka secara ushuliyyah Asy'ariah masih mengikuti Imam Abu Al Hasan Al Asy'ari, karena antara takwil dan tafwidh memiliki tujuan yang sama yaitu menafikan makna hakikat dzohir yang maklum di dalam bahasa.

✅ jika ada Wahabi menyatakan bahwa imam Asy'ari menolak takwil itu tidak betul ,beliau justru melakukan takwil ,Contoh imam asyari mentakwil dan bahkan mengkui sendiri dengan metodenya yang men-takwil, seperti 

👉Ridha = nikmat

👉Sifat ghafab = azab

✅وهو معكم اينما كننتم

Ditakwil dengan

✅علمه محيط بهم حيق كانوا

👉Jadi sangat jelas bahwa metode takwil dan tafwith/taslim ma'na itu dua metode yang langsung dari imam Asy'ari.

✅ Jadi tidak benar jika ada yang menyatakan bahwa imam abu Hasan Al Asy'ari menolak tafwid dan takwil 

_________

👉 Hal ini juga sejalan yang dijelaskan oleh para ulama , bahwa para ulama ahlusunnah Waljamaah itu menerima takwil dan tafwid , sedangkan Pemahaman musyabihah, mujassimah mereka menolak itu semua , dan mereka memaksakan pemahaman secara tekstual dan makna Zahir nas yang jelas menyempal dari pemahaman mayoritas ulama muktabar Ahlusunnah waljamaah 

✅Imam al-Qurthubi menuliskan dalam Tafsir nya sebagai berikut :

وهذه الآية من المشكلات، والناس فيها وفيما شاكلها على ثلاثة أوجه، قال بعضهم : نقرؤها ونؤمن بها ولا نفسرها؛ وذهب إليه كثير من الأئمة، وهذا كما روي عن مالك رحمه الله أن رجلاً سأله عن قوله تعالى ٱلرَّحْمَـٰنُ عَلَى ٱلْعَرْشِ ٱسْتَوَى,قال مالك : الاستواء غير مجهول، والكيف غير معقول، والإيمان به واجب، والسؤال عنه بدعة، وأراك رجل سَوْء! أخرجوه. وقال بعضهم : نقرؤها ونفسّرها على ما يحتمله ظاهر اللغة. وهذا قول المشبّهة. وقال بعضهم : نقرؤها ونتأوّلها ونُحيل حَمْلها على ظاهرها

“Dan ayat ini sebagian dari ayat-ayat yang sulit, Dan manusia pada ayat ini dan pada ayat-ayat sulit lainnya, ada tiga (3) pendapat : 

✅Sebagian mereka berkata : “kami baca dan kami imani dan tidak kami tafsirkan ayat tersebut, pendapat ini adalah pendapat mayoritas para Imam, dan pendapat ini sebagaimana diriwayatkan dari Imam Malik –rahimahullah- bahwa seseorang bertanya kepada nya tentang firman Allah taala (Ar-Rahman ‘ala al-‘Arsyi Istawa), Imam Malik menjawab : Istiwa’ tidak majhul, dan kaifiyat tidak terpikir oleh akal (mustahil), dan beriman dengan nya wajib, dan bertanya tentang nya Bid’ah, dan saya lihat anda adalah orang yang tidak baik, tolong keluarkan dia”. 

✅Dan sebagian mereka berkata : “kami bacakan dan kami tafsirkan menurut dhohir makna bahasa (lughat)”, pendapat ini adalah pendapat Musyabbihah (orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk). 

✅Dan sebagian mereka berkata : “kami bacakan dan kami Ta’wil dan kami berpaling dari memaknainya dengan makna dhohir”.[Tafsir al-Qurthubi. Surat al-Baqarah ayat 29]

👉Perhatikan dengan jelas penjelasan imam qurtubi diatas . Kita pahami baik2 

✅Imam al-Qurthubi sangat shorih dalam menafsirkan ayat tersebut, dan beliau juga sangat telilti dalam menjelaskan metode dalam memahami ayat-ayat mutasyabihat, dan kita tahu bagaimana aqidah Imam al-Qurthubi, mari kita pahami syarahan dari Imam al-Qurthubi di atas.

وهذه الآية من المشكلات

“Dan ayat ini sebagian dari ayat-ayat yang sulit”

Maksudnya : Ayat tersebut termasuk dalam bagian ayat-ayat yang sulit, yaitu yang sering disebut dengan ayat-ayat Mutasyabihat, memahami ayat ini tidak segampang memahami ayat lain, menandakan ada “sesuatu” pada ayat tersebut, karena memahami ayat ini dengan metode yang sama dengan ayat lain, akan membuat seseorang terjebak dalam aqidah Tasybih, makanya Imam al-Qurthubi mengatakan bahwa ayat tersebut termasuk dalam ayat yang sulit, dan tertolaklah anggapan sebagian orang yang menyangka semua ayat mudah dan ditafsirkan dengan cara yang sama.

👉

والناس فيها وفيما شاكلها على ثلاثة أوجه

“Dan manusia pada ayat ini dan pada ayat-ayat sulit lainnya, ada tiga (3) pendapat”

Maksudnya : Setelah melakukan penelitian, Imam al-Qurthubi mendapati ada tiga macam pendapat atau metode dalam memahami ayat-ayat Mutasyabihat, tiga pendapat ini masih secara keseluruhan, mana yang benar dan mana yang sesat, insyaallah akan kita pahami nantinya.

قال بعضهم : نقرؤها ونؤمن بها ولا نفسرها

“Sebagian mereka berkata : kami baca dan kami imani dan tidak kami tafsirkan ayat tersebut”

Maksudnya : Pendapat pertama adalah mereka yang membaca dan beriman dengan kata yang datang dari Al-Quran dengan tidak mentafsifkan nya, mereka memperlakukan kata tersebut sebagaimana datang nya tanpa mentafsirkan nya dengan kata lain yang sama artinya, metode mereka adalah tidak mentafsirkan baik dengan makna dhohir atau makna Ta’wil, baik dalam membaca atau mengungkapkan nya atau pun dalam mengimani nya, mereka bukan mengimani makna nya karena mereka tidak mentafsirkan nya, inilah yang disebut Tafwidh atau Ta’wil Ijmali, maka disini jelas kesalahan orang yang mengatakan bahwa Tafwidh adalah Tafwidh kaifiyat bukan Tafwidh makna maksud.

وذهب إليه كثير من الأئمة

“pendapat ini adalah pendapat mayoritas para Imam”

Maksudnya : Metode di atas adalah metode mayoritas Ulama, yaitu metode Tafwidh makna maksud, dan beriman dengan mengungkapkan dengan kata yang datang dari Al-Quran tanpa mentafsirkan nya dengan kata lain yang sama makna nya. Dan Imam al-Qurthubi tidak membedakan antara Ulama Salaf dan Ulama Khalaf, artinya metode tersebut bukan hanya metode Ulama Salaf, karena Ulama Khalaf pun ada yang berpegang dengan metode ini, dan Ulama Salaf pun ada yang tidak tetap atas metode ini pada sebagian ayat Mutasyabihat.

 تعالى ٱلرَّحْمَـٰنُ عَلَى ٱلْعَرْشِ ٱسْتَوَى

”dan pendapat ini sebagaimana diriwayatkan dari Imam Malik –rahimahullah- bahwa seseorang bertanya kepada nya tentang firman Allah taala (Ar-Rahman ‘ala al-‘Arsyi Istawa)”

👉Maksudnya : Imam al-Qurthubi memahami metode ini dari sebuah riwayat bahwa Imam Malik ditanyakan oleh seseorang tentang ayat (Ar-Rahman ‘ala al-‘Arsyi Istawa), dari jawaban Imam Malik terhadap orang itu, Imam al-Qurthubi memahami bahwa Imam Malik dalam bab Mutasyabihat bermanhaj Tafwidh, yaitu tidak mentafsirkan  atau tidak menterjemahkan kapada satu makna tertentu, tapi menetapkan kata tersebut sebagaimana adanya, baik dalam bacaan atau ungkapan atau pun dalam mengimani nya. Lihatlah bagaimana perbedaan mendasar antara apa yang dipahami oleh Imam al-Qurthubi dan apa yang dipahami oleh kaum Salafi Wahabi, lebih celakanya lagi Salafi Wahabi menyandarkan pemahaman mereka yang sangat jauh melenceng itu kepada Imam Malik dan para ulama Salaf lain nya.

قال مالك : الاستواء غير مجهول، والكيف غير معقول، والإيمان به واجب، والسؤال عنه بدعة، وأراك رجل سَوْء! أخرجوه

“Imam Malik menjawab : Istiwa’ tidak majhul, dan kaifiyat tidak terpikir oleh akal (mustahil), dan beriman dengan nya wajib, dan bertanya tentang nya Bid’ah, dan saya lihat anda adalah orang yang tidak baik, tolong keluarkan dia”

👉Maksudnya : Imam Malik menjawab bahwa lafadz Istiwa’ tidak majhul, ada dua versi dalam memahami perkataan ini, pertama : Tidak majhul artinya lafadh Istawa ma’lum karena telah datang dalam Al-Quran, kedua : Tidak majhul artinya makna lughat Istawa ma’lum dari bahasa Arab, namun kedua versi tersebut tidak saling bertentangan karena sepakat bahwa Imam Malik tidak mentafsirkan nya kedalam makna lughat atau makna dhohir, sebagaimana Imam al-Qurthubi dan Imam Ahlus Sunnah lain nya, memahami dari pernyataan Imam Malik ini bahwa Imam Malik memberlakukan lafadh tersebut sebagaimana datang nya tanpa mentafsirkan nya dengan satu makna maksud, jadi jelaslah bahwa maksud “tidak majhul” adalah bukan maklum makna maksud (makna murad). Selanjutnya Imam Malik berkata : dan kaifiyat nya tidak ma’qul, artinya kaifiyat nya mustahil pada Allah, bukan hanya sebatas tidak diketahui oleh manusia, artinya Allah taala tidak bersifat dengan kaifiyat, sementara Salafi Wahabi meyakini Allah bersifat dengan kaifiyat tapi tidak ada dalil, dan mereka mentafwidh kaifiyat nya, bukan meniadakan kaifiyat nya sebagaimana aqidah ahlus sunnah waljama’ah. Selanjutnya Imam Malik berkata : danberiman dengan nya wajib, artinya beriman dengan kata Istawa wajib hukum nya, dan kafirlah siapa pun yangmengingkari Istawa, tapi bukan beriman dengan “Bersemayam” atau dengan makna lughat Istawa lain nya, karena tidak pernah mentafsirkan kata Istawa, jadi di sini pun maksudnya adalah beriman dengan kata Istawa bukan dengan makna lughat Istawa. Selanjutnya Imam Malik berkata : dan bertanya tentang nya adalah Bid’ah, menunjukkan ini adalah pembahasan baru yang tidak ada dimasa Rasulullah, lalu Imam Malik meminta agar orang tersebut dikeluarkan karena beliau melihat ia tidak bermaksud baik.

وقال بعضهم : نقرؤها ونفسّرها على ما يحتمله ظاهر اللغة

“Dan sebagian mereka berkata : kami bacakan dan kami tafsirkan menurut dhohir makna bahasa (lughat)”

👉Maksudnya : Pendapat kedua adalah sebagian orang dalam bab Mutasyabihat memilih metode membaca lalumentafsirkan atau menterjemahkan ke dalam arti bahasa, inilah hakikat Manhaj Salafi Wahabi, tentunya sangat jelas perbedaan metode mereka dengan metode Imam malik di atas, walau pun mereka sandarkan metode mereka kepada metode Ulama Salaf, mereka tidak menyadari ada bahaya besar di balik metode mereka, dan mereka tidak akan pernah sadar telah berpaling dari aqidah Salaf, selama mereka menyangka bahwa metode mereka sama dengan metode Salaf.

وهذا قول المشبّهة

“pendapat ini adalah pendapat Musyabbihah (orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk)”

👉Maksudnya : Metode menterjemahkan ayat-ayat Mutasyabihat ke dalam arti lughat adalah metode kaum Musyabbihah dulu, artinya dengan berpegang dengan metode ini maka dengan sendiri nya sudah termasuk dalam Musyabbihah (menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya), karena dalam metode tersebut tersimpan Tasybih. Manhaj inilah yang didakwahkan oleh Salafi Wahabi atas nama Tauhid, tapi ternyata Tauhid yang mereka tegakkan hanyalah Tauhid Musyabbihah. Dan dari pernyataan ini dapatlah diketahui bahwa Imam al-Qurthubi tidak setuju dengan metode ini, dan dari tiga macam metode yang ada hanya metode ini yang tidak berjalan atas Manhaj Ahlus Sunnah Waljama’ah.

وقال بعضهم : نقرؤها ونتأوّلها ونُحيل حَمْلها على ظاهرها

“Dan sebagian mereka berkata : kami bacakan dan kami Ta’wil dan kami berpaling dari memaknainya dengan makna dhohir”

👉Maksudnya : Pendapat ketiga adalah sebagian orang yang memilih metode membaca lalu menta’wil  atau mentafsirkan nya dengan makna yang layak dengan kesempurnaan Allah, bukan dengan makna lughat, dan dari pernyataan ini dapat diketahui bahwa Imam al-Qurthubi tidak mencela metode ini, dan menghargainya selayak nya sebuah khilafiyah, dan Imam al-Qurthubi juga mengatakan bahwa metode ini bukan Manhaj Salaf atau bahkan bertentangan dengan Manhaj Salaf, karena sebagian Salaf juga melakukan Ta’wil pada sebagian ayat Mutasyabihat, cuma mayoritas Ulama lebih memilih metode pertama di atas dari metode ini.

👉Hasbunallah wa ni’mal wakil, semoga Salafi Wahabi segera kembali ke Hakikat Manhaj Salaf di atas, bukan hanya di bibir saja tapi mati-matian membela Manhaj Musyabbihah Mujassimah, sementara Manhaj Salaf terlepas dari mereka. Wallahu a’lam. 

Sumber FB : Aqidah Salaf

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Dua Metode Dalam Memahami Ayat-ayat Sifat - Kajian Ulama". Semoga Allah senantiasa memberikan Ilmu, Taufiq dan Hidayah-Nya untuk kita semua. aamiin. by Kajian Ulama Aswaja ®