𝗕𝗮𝗵𝗮𝘆𝗮 𝗦𝗲𝘁𝗲𝗻𝗴𝗮𝗵 𝗜𝗹𝗺𝘂
Oleh Ustadz : Zulkarnain
Ada seorang pemuda, katakanlah namanya Farhan, yang berkerja sebagai pembersih kabin pesawat. Setiap kali pesawat mendarat Farhan bergegas melakukan tugasnya,membersihkan kabin pesawat sampai bersih.Rutinitas itu dilakukan bertahun-tahun.
Suatu ketika, Farhan mulai berpikir, "Sepertinya enak menerbangkan pesawat seperti pilot, bisa pergi jauh kemana-mana." Kemudian ia melihat sebuah buku, lalu mengambilnya. Itu adalah buku tutorial menerbangkan pesawat untuk pemula. Farhan merasa senang, lalu membacanya sampai habis.
Selanjutnya, Farhan merasa sudah menguasai ilmu untuk menerbangkan pesawat. Ketika pesawat di parkir, ia mencoba menyalakan dan menerbangkannya. Farhan berhasil dan merasa sangat gembira. Betapa menjadi "pilot tanpa harus menempuh jalur formal dan menghabiskan banyak uang seperti teman- temannya" begitu nikmat, pikirnya. Rasa bangga ini berlansung hingga waktu ia ingin mendaratkan pesawat. Ternyata ia tidak tahu caranya.
Farhan kembali membuka buku itu. Ternyata di sana tidak ada cara mendaratkan pesawat. Buku itu hanya panduan menerbangkan pesawat untuk pemula jilid satu. Adapun tutorial mendaratkannya bagi pemula ada di jilid dua dan seterusnya. Farhan mencoba mencarinya di pesawat tapi tidak ada. Akhirnya, ia tewas karena pesawat itu jatuh dalam pendaratan yang gagal.
Meski kurang sempurna, begitulah sebuah ilustrasi sederhana untuk orang yang terjun ke permukaan dengan modal setengah ilmu, barangkali lebih bahaya dari orang yang tidak berilmu sama sekali. Bayangkan jika Farhan tidak membaca buku itu! Atau minimalnya ia tidak lansung terbang sebelum membaca buku jilid dua dan didikan formal hingga seterusnya. Kita sedang tidak membicarakan takdir, kita membahas penyebab Farhan tewas.
Dari sisi lain, kemunculan orang-orang seperti Farhan dengan wajah agamawan ke permukaanlah yang membuat masyarakat riuh. Setengah ilmu agama itu lebih bahaya dari setengah pilot. Karena berani menbid'ahkan bahkan sampai mengkafirkan sesama muslim sebagai tingkat kronis tertinggi. Hanya karena mereka beda paham, hanya karena tidak mendapatkan landasannya dengan penuh percaya diri mereka memberikan stempel- stempel mengerikan itu. Mereka merasa lebih mengerti segalanya.
Akhirnya Islam sebagai agama yang Rahamatal Lil 'alamin menjadi dogma-dogma hantu yang menakutkan masyarakat. Islam yang penuh kesucian akhirnya menjadi konsep mutanajis yang akan dijauhi masyarakat. Bagaimana cara mendakwahkan. Islam kalau sudah seperti ini? Begini jadinya kalau Farhan sudah mulai angkut penumpang yang hanya membaca buku tutorial penerbangan pesawat bagi pemula, tapi merasa lebih hebat dari pilot yang sesungguhnya.
Tingkah netizen +62 dengan hujatan- hujatan super itu juga berawal dari sini, saat mereka menerima informasi pangkasan. Hujatan terhadap pihak yang diinformasikan selalu banjir tanpa lebih dulu menverifikasi informasi. Itu karena yang dapat informasi dari story Facebook misalnya, merasa lebih paham fakta dari pada mereka yang melihat langsung bagaimana kejadian sebenarnya. Ini benar-benar ngaco. Tapi, kita harus akui ke-ngaco-an ini sedang melanda netizen +62.
Itulah alasannya kenapa penuntut ilmu itu harus sabar. Sabar dengan gaya hidup, sabar dengan minimnya waktu rebahan hingga sabar untuk terjun ke masyarakat jika baru dapat ilmu level pemula. Karena fitrah manusia yang ilmunya masih level pemula cenderung mengupayakan pembenaran dirinya dari pada mencari kebenaran itu sendiri. Itu alasannya kenapa manusia ini susah pintar. Orang yang ilmunya sudah level dua tidak menyalahkan orang lain secepat level pemula lakukan, mereka akan lebih pilih merendah. Apalagi kalau sudah level kakap (tiga), mereka merasa belum tahu apa-apa, apalagi menyalahkan orang lain.
Perjalanan menuntut ilmu itu adalah proses panjang yang harus dilalui dengan tekun, sabar dan sesuai dengan metodologi. Fikih itu tidak cukup dengan 𝘍𝘢𝘵𝘩𝘶𝘭 𝘘𝘢𝘳𝘪𝘣, apalagi 𝘎𝘩𝘢𝘺𝘢𝘩 𝘸𝘢 𝘛𝘢𝘲𝘳𝘪𝘣. Dakwah tauhid itu belum cukup kalau baru baca 𝘒𝘪𝘧𝘢𝘺𝘢𝘵𝘶𝘭 𝘈𝘸𝘢𝘮, apalagi 𝘯𝘢𝘥𝘩𝘢𝘮 𝘑𝘢𝘶𝘩𝘢𝘳𝘢𝘩 𝘛𝘢𝘶𝘩𝘪𝘥. Mantiq itu belum cukup dengan 𝘐𝘴𝘢𝘨𝘩𝘶𝘫𝘪, apalagi cuma 𝘯𝘢𝘥𝘩𝘢𝘮 𝘚𝘶𝘭𝘢𝘮𝘶𝘭 𝘔𝘶𝘯𝘢𝘸𝘳𝘢𝘲. Hafal 30 𝘩𝘢𝘥𝘪𝘴 𝘉𝘶𝘬𝘩𝘢𝘳𝘪 & 𝘔𝘶𝘴𝘭𝘪𝘮, tidak meniscayakan kamu jadi ulama. Syarat ulama bukan hafal-hafal itu doang.
Ketahuillah ilmu itu tidak mengenal kata instan. Kalau itu-itu saja yang dihafal dan diulang- ulang, bagaimana cara mengetahui bahwa ada tempat-tempat yang meniscayakan perbedaan, di mana perbedaan harus kita terima dengan lapang dada.
Wajar kalau yang baru belajar 𝘚𝘢𝘧𝘪𝘯𝘢𝘵𝘶 𝘢𝘯-𝘕𝘢𝘫𝘢𝘩 heran saat melihat amalan orang yang sudah tuntas 𝘔𝘪𝘯𝘩𝘢𝘫 𝘢𝘵-𝘛𝘩𝘢𝘭𝘪𝘣𝘪𝘯 "Katanya udah tuntas 𝘔𝘪𝘯𝘩𝘢𝘫 𝘢𝘵-𝘛𝘩𝘢𝘭𝘪𝘣𝘪𝘯. Kok, amalannya aneh begitu," begitu kira-kira kata ahli 𝘚𝘢𝘧𝘪𝘯𝘢𝘵𝘶 𝘢𝘯- 𝘕𝘢𝘫𝘢𝘩. "Katanya udah khatam 𝘔𝘪𝘯𝘩𝘢𝘫 𝘢𝘵-𝘛𝘩𝘢𝘭𝘪𝘣𝘪𝘯, padahal saya juga udah baca kitab itu pada masalah, tapi kata imam Nawawi haram amalan demikian" begitu kata orang yang tidak sempat membaca hasil revisi (Istidrak Tarjih) imam Nawawi di bagian akhir masalah. "Padahal udah sepuluh tahun belajar agama, tapi kok gak tahu ada ayat yang mengatakan bahwa Tuhan ada di langit," begitu kata mereka yang hanya hafal dan bermodal terjemahan. Akhirnya berani mengafirkan karena mengingkari firman Tuhan. Ilmu gak se-instan itu, kawan!
Ini alasannya kenapa salah satu ulama besar dalam 𝘔𝘪𝘻𝘢𝘯 𝘈𝘭-𝘈𝘮𝘢𝘭 mengungkapkan:
نعوذ بالله من نصف متكلم ونصف طبيب. فذلك يفسد الدين وهذا يفسد الحياة الدنيا "
"Kami berlindung kapada Allah dari ahli agama yang setengah matang dan dari dokter setengah matang, yang itu akan merusak agama dan merusak kehidupan dunia"
Tidak ada yang menghalangi siapapun untuk berdakwah, berbagi ilmu, mengajak kebaikan dan seterusnya. Namun, bagi yang tidak menjadi menjalani pendidikan mulai dasar hingga tertinggi diharapkan untuk sadar diri. Pastikan keseimbangan antara kapasitas dan ruang yang akan ditempati untuk berdakwah.
Biasakan mulai dari sekarang untuk melihat, memahami segala sesuatu dengan kesatuan yang utuh. Jangan mudah menerima berita, informasi pangkasan. Dengan pemahaman yang utuh dan lebih objektif akan menjaga kedamaian dan keselamatan bagi kita semua. Ilmu itu gak mengenal istilah instan. Farhan itu tewas karena menempuh jalur ke-instan-an ilmu penerbangan.
Sumber FB : Serambi Salaf