🔰 HUKUM MENAMBAHKAN KATA SAYYIDINA DALAM SHOLAT.
Oleh: M. Rofiannur Al Hamaamuh, SN, DH.
Hukum menambahkan kalimat Sayyidina dalam sholat adalah Sunnah. Dan tidak membatalkan sholat. Karena, menambah lafadz Sayyidina merupakan menginformasikan kenyataan yang sebenarnya, yaitu: bahwasanya nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam adalah Sayyid bagi kita semua.
Sebagaimana yang telah disabdakan oleh nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam:
عن أبي هريرةقال ,قال رسول الله صلي الله عليه وسلم أنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ يَوْمَ القِيَامَةِ وَأوَّلُ مَنْ يُنْسَقُّ عَنْهُ الْقَبْرُ وَأوَّلُ شَافعٍ وأول مُشَافِعٍ
Artinya: Saya adalah sayyid (pemimpin) anak adam pada hari kiamat. Orang pertama yang bangkit dari kubur, orang yang pertama memberikan syafaa’at dan orang yang pertama kali diberi hak untuk memberikan syafa'at.
[Sahih Muslim: 4/1782]
Oleh karenanya, karena ada ungkapan langsung dari Rasulullah shalallahu alaihi wa dan kewajiban bagi ummat nya untuk mengagungkan nya, menghormati nya dan memuliakan nya. Maka, boleh kita menambah kata Sayyidina sebelum nama nabi Muhammad. Baik, dalam sholat atau diluar sholat. Dan penambahan kata ini tidaklah berbenturan dengan tekstualitas hadist tentang bacaan tasyahut akhir dalam sholat yang tidak ada kata Sayyidina nya.
Al Imam Zainuddin Al Malibari Assyafi'i (W 987 H) berkata :
(ويسن أكملها في تشهد) أخير وهو : اللهم صل على محمد وعلى آل محمد كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم، وبارك على محمد وعلى آل محمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد والسلام تقدم في التشهد فليس هنا إفراد الصلاة عنه ولا بأس بزيادة سيدنا قبل محمد.
Artinya: Dan disunnahkan menyempurnakan bacaan sholawat dalam tasyahut akhir, yaitu: " اللهم صل على محمد وعلى آل محمد كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم، وبارك على محمد وعلى آل محمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد " Adapun keberadaan kata السلام telah mendahului pada bacaan tasyahhud, maka bacaan shalawat di sini tidak menyendiri tanpa bacaan assalam dan tidak masalah dengan menambahkan kata Sayyidina sebelum nama Muhammad (maksudnya seperti kalimat: Allahumma Shalli Alaa Sayyidina Muhammad).
[Fathul Mu'in: 36]
Al Imam Annawawi Al Jawi Al Bantani Assyafi'i (W 1316 H) mengatakan:
سيدنا محمد ﷺ قال الشمس الرملي في شرح المنهاج : الأفضل الإتيان بلفظ السيادة لأن فيها الإتيان بما أمرنا وزيادة الإخبار بالواقع الذي هو أدب فهو أفضل من تركه.
Artinya: Sayyidina Muhammad Shalallahu alaihi wasallam: Al Imam Assyamsu Arramli (W 1004 H) berkata dalam Syarhil Minhaj: Yang utama adalah menggunakan lafadz Sayyidina. Karena, didalamnya terkandung perintah pada kita (mengagungkan nabi) dan menambahkan lafadz tersebut merupakan ungkapan yang nyata (nabi adalah Sayyid kita) yang merupakan adab. Jadi, lebih utama ketimbang meninggalkan nya (dianjurkan pakai sayyidina sebelum nama nabi Muhammad).
[Kaasyifatus Sajaa Syarah Safinatu Annajah: 137]
Syaikh Wahbah Azzuhaili menuliskan:
السيادة لمحمد : قال الحنفية والشافعية " : تندب السيادة لمحمد في الصلوات الإبراهيمية ؛ لأن زيادة الإخبار بالواقع عين سلوك الأدب ، فهو أفضل من تركه . وأما خبر « لا تسودوني في الصلاة ، فكذب موضوع " ع ) . وعليه : أكمل الصلاة على النبي وآله : « اللهم صل على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد ، كما صليت على سيدنا إبراهيم وعلى آل سيدنا إبراهيم ، وبارك على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد ، كما باركت على سيدنا إبراهيم ، وعلى آل سيدنا إبراهيم في العالمين ، . إنك حميد مجيد.
Artinya: Kata Sayyidina untuk Muhammad Shalallahu alaihi wasallam. Ulama Hanafiyah dan Syafi'iyah berpendapat: Disunnahkan menyebut Sayyidina pada nabi Muhammad dalam Sholawat Ibrahimiyah (dalam tasyahut akhir). Karena, penambahan nya merupakan Ikhbaru Waqi' (fakta nyata) guna untuk beradab. Adapun hadist: "Jangan kalian menyebut ku Sayyid dalam sholawat". Hadist ini dusta lagi palsu. Oleh karenanya, paling sempurna nya sholawat kepada nabi dan keluarga nabi adalah: "اللهم صل على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد ، كما صليت على سيدنا إبراهيم وعلى آل سيدنا إبراهيم ، وبارك على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد ، كما باركت على سيدنا إبراهيم ، وعلى آل سيدنا إبراهيم في العالمين ، . إنك حميد مجيد"
[Fiqhul Islam Wa Adillatuh: 1/721]
Dalam Fatawa Al Amidiyah termaktub:
وقال ابن حجر في الجوهر المنظم: وزيادة سيدنا قبل محمد لا بأس به بل هي الأدب في حقه ولو في الصلاة أي الفريضة. وقال الشيخ محمد الفاسي في شرح دلائل الخيرات الصحيح جواز الإتيان بلفظ السيد والمولى ونحوهما مما يقتضي التشريف والتوقير والتعظيم في الصلاة عليه وإيثار ذلك على تركه، ويقال في الصلاة وغيرها.
Artinya: Al Imam Ibnu Hajar Al Haitami (W 974 H) berkata dalam Al Jawahirul Munaddzam: Menambahkan kata Sayyidina sebelum Muhammad tidak masalah, melainkan ia termasuk adab yang hak pada nabi. Meskipun didalam sholat, maksudnya sholat fardhu/wajib. Dan Syaikh Muhammad Al Faasii (W 1072 H) berkata dalam Syarah Dala'il Al Khairat: Yang sahih adalah boleh menggunakan dengan lafadz Sayyidina, Maulana dan yang serupa pada keduanya. Ia termasuk bagian dari memuliakan, menghormati dan mengagungkan baik dalam sholat dan tidak mengapa jika ditinggalkan. Dan dikatakan: Sunnah didalam sholat atau lainnya.
[Al Fatawa Al Amidiyah: 1/150]
Al Imam Al Hitab Arra'ini Al Maliki (W 954 H) berkata:
وذكر عن الشيخ عز الدين بن عبد السلام أن الإتيان بها في الصلاة ينبني على الخلاف هل الأولى امتثال الأمر أو سلوك الأدب. قلت: والذي يظهر لي وأفعله في الصلاة وغيرها الإتيان بلفظ السيد والله أعلم.
Artinya: Beliau menyebutkan dari Assyaikh Izzuddin bin Abdissalam (W 660 H) bahwasanya menambah lafadz Sayyid didalam sholat didasari perbedaan pendapat, apakah lebih utama mengikuti perintah atau melakukan etika/adab. Aku katakan: dan yang jelas bagiku dan aku melakukannya didalam sholat atau di luar sholat adalah dengan menyebut lafadz Sayyid. Allahu A'lam.
[Mawahibul Jalil Lisyarhi Mukhtasar Khalil: 1/30]
Al Imam Ibnu Abidin Al Hafani (W 1252 H) berkata:
وندب السيادة، لأن زيادة الإخبار بالواقع عين سلوك الأدب، فهو أفضل من تركه ذكره الرملي الشافعي وغيره ؛
Artinya: Dan disunnahkan menambah Sayyidina, karena menambahkan nya adalah menyampaikan yang sebenarnya ini merupakan etika/adab. Ia lebih utama ketimbang meninggalkan nya. Arramli Assyafi'i menyebutkan nya dan ulama lainnya.
[Raddul Muhtar: 2/223 - 224]
Al Imam Muhammad 'Amiim Ihsan Al Husaini (W 1395 H) berkata:
ومما سبق نعلم أنه ذهب إلى استحباب تقديم لفظة «سيدنا» قبل اسمه الشريف في الصلاة، والأذان، وغيرهما من العبادات كثير من فقهاء المذاهب الفقهية كالعز بن عبد السلام، والرملي، والقليوبي، والشرقاوي من الشافعية، والحصكفي، وابن عابدين، من الحنفية وغيرهم كالشوكاني
Artinya: Dari apa apa yang telah dijabarkan kita sudah tahu bahwa pendapat disunnahkan nya mengedepankan lafadz Sayyidina sebelum nama Muhammad adalah memuliakan dalam sholat, adzan dan lainnya dari perkara ibadah, ini pendapat nya kebanyakan ulama ahli fiqih berbagai madzhab Fiqhiyyah. Seperti: Al Imam Iz bin Abdissalam, Imam Ramli, Imam Qalyubi dan Imam Syarqawi dari Madzhab Syafi'i. Dan Imam Haskafi, Ibnu Abidin dari kalangan madzhab Hanafi dan selain mereka seperti imam Assyaukani.
[Fiqhus Sunan Wa Al Atsar: 1/37 - 38]
Dan yang perlu dicatat juga adakah pendapat ini hanya berlaku kepada Madzhab Syafi'i, Maliki dan Hanafi. Adapun madzhab Hanbali tidak menyetujui pendapat ini. Alasannya adakah mereka mengikuti teks hadits nya saja. Maka, hargailah perbedaan pendapat. Lebih lagi di Indonesia mayoritas nya mengikuti Syafi'i.
Selesai.
© ID Cyber aswaja.
Sumber FB Ustadz : ID Cyber Aswaja
15 Desember 2023 pada 09.13 ·