Apakah Kemaksiatan Terjadi Atas Kehendak Allah?
(Dialog Praktis Akidah Aswaja)
Oleh : Muhammad Fahrul Rizal, Lc. (Mahasiswa Pasca Sarjana Univ. Al Ahgaff, Jurusan Fiqh wa Ushulihi)
1. Bukankah segala sesuatu yang terjadi itu atas kehendak Allah, kalau begitu berarti jika ada orang yang bermaksiat itu atas kehendak Allah Swt juga?
Masalah ini sebenarnya sangat simpel untuk dipahami. Analoginya seperti ini, saat anda naik bus dari Bogor menuju ke Bandung misalkan, perginya anda dari Bogor menuju Bandung itu atas pilihan anda sendiri ataukah pilihan sang sopir? Tentunya pilihan anda sendiri. Anda bisa memilih apakah mau pergi ke Bandung, Kuningan atau Cirebon itu semua pilihan anda. Sehingga sangat aneh ketika anda sampai ke Bandung anda malah menyalahkan sang sopir. Kenapa ia membawa anda ke Bandung?, karena sopir hanya mengantar sedangkan perginya anda ke Bandung itu atas pilihan anda sendiri. Sampai sini saya rasa jelas.
Lalu ketika anda sampai ke Bandung apakah anda berjalan sendiri ataukah dibawa oleh sopir? Tentunya dibawa oleh sopir.
Sehingga kesimpulannya: perginya anda ke Bandung itu atas pilihan anda sendiri sedangkan sampainya anda ke Bandung karena diantarkan oleh sang sopir.
Begitu juga manusia ketika melakukan ketaatan ataupun kemaksiatan itu ditinjau dari dua sisi.
Di satu sisi, manusia diberikan kesempatan oleh Allah Swt untuk memilih apakah ia mau melakukan ketaatan ataukah kemaksiatan.
Jika dia melakukan ketaatan maka karena pilihannya tersebut, ia mendapatkan pahala dari Allah Swt.
Jika dia melakukan kemaksiatan maka karena pilihannya tersebut, ia mendapatkan siksa dari Allah Swt. Sehingga ketika ada orang yang bermaksiat, ia tidak berhak menyalahkan Allah Swt, karena dia sendiri yang telah memilih untuk berbuat maksiat.
Namun di sisi lain, terjadinya kedua hal tersebut disebabkan oleh Allah Swt, yang menghendaki dan merealisasikannya. Sehingga kesimpulannya: manusia yang memilih, Allah yang menghendaki dan merealisasikan. Dan manusia akan dimintai pertanggungjawaban kelak atas pilihannya tersebut.
2. Jika manusia yang memilih dan Allah yang merealisasikan, lalu bagaimana jika manusia memilih ketaatan. Namun Allah tidak merealisasikannya, atau ia memilih kemaksiatan sedangkan Allah tidak merealisasikannya?
Ketika dia ingin melakukan ketaatan, namun Allah tidak merealisasikannya, seperti karena dia sakit misalkan, maka Allah tetap catat niat baiknya tersebut sebagai amal saleh dan ia tetap mendapatkan pahala. Sebagai bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-Nya.
Namun sebaliknya, jika dia memilih untuk maksiat tapi Allah tidak merealisasikannya, maka niat buruknya tersebut Allah ampuni dan tidak dicatat oleh Allah Swt sebagai amal buruk bagi dia, kecuali kalau dia sudah bertekad kuat ingin melakukan maksiat tersebut, maka tekad kuatnya itu tetap dicatat sebagai amal buruk dan ia mendapatkan dosa walaupun tekad kuat dia tidak terealisasi. Sebagaimana dalam hadis Nabi saw :
( إذا التقى المسلمان بسيفيهما فالقاتل والمقتول في النار) ولما قيل له : هذا القاتل، فما بال المقتول؟ قال 😞 إنه كان حريصا على قتل صاحبه)
“Apabila dua orang Islam yang bertengkar dengan pedangnya, maka orang yang membunuh dan yang terbunuh sama-sama berada di dalam Neraka.” Saya bertanya, “Wahai Rasulullah, sudah wajar yang membunuh masuk Neraka, lantas bagaimana gerangan yang terbunuh?” Beliau menjawab, “Karena ia juga sangat berambisi untuk membunuh".
3. Walaupun manusia yang memilih, bukankah Allah Swt dengan ilmu-Nya sudah mengetahui bahwa orang tersebut akan bermaksiat? Kalau begitu, sejak dahulu orang itu sudah ditetapkan oleh Allah Swt untuk bermaksiat?
Sifat ilmu Allah tidak berfungsi menetapkan melainkan hanya menyingkap Informasi. Allah Maha Mengetahui apa yang telah terjadi, yang sedang terjadi dan yang akan terjadi.
Analoginya seperti ini, jika ada seorang guru mengetahui bahwa muridnya ini tidak akan lulus ujian karena kesehariannya murid ini sangat malas. Lalu ketika hasil ujiannya muncul ternyata benar murid itu tidak lulus ujian. Apakah tidak lulusnya si murid tersebut disebabkan pengetahuan sang guru, sehingga si murid berhak menyalahkan sang guru atas ketidaklulusannya? . Tentu tidak, karena si guru hanya mengetahui, sedangkan ketidaklulusannya disebabkan karena kemalasannya sendiri.
Begitu juga Allah Swt Maha Mengetahui kemaksiatan yang akan dilakukan seseorang di masa yang akan datang. Namun Allah hanya mengetahui sedangkan terjadinya kemaksiatan tersebut tetap atas pilihannya sendiri. Allah tidak "memaksa" manusia untuk melakukan apa yang Dia ketahui, karena ilmu Allah itu berfungsi menyingkap informasi bukan menetapkan sesuatu sejak zaman azali.
Wallahu A'lam.
===============
Penulis: @alqirthas_media
Editor: @muhammadrezani15
Ilustrator: @ahmadmuslihamin
Sumber FB : Habib Ali Alhinduan