Apa itu ada?
Dalam definisi ilmu kalam Ahlussunah wal Jamaah, ada adalah mempunyai atsar dalam realitas (التأثير في الخارج). Yang dimaksud Atsar adalah jejak perubahan atau efek apa pun yang terjadi di dunia nyata. Misalnya, ada ruang kosong lalu berubah menjadi berisi, maka perubahan itu berarti ada keberadaan sesuatu di sana.
Contoh lain, saat kita melihat bangku yang tersusun di taman padahal sebelumnya dipastikan tidak ada, artinya ada sesuatu yang membuat dan menyusun bangku itu di sana. Perubahan dari tidak ada ke ada dengan pasti menunjukkan keberadaan oknum yang menyusunnya, terserah siapa pun dia. Yang jelas oknum itu pasti ada, tak peduli anda mengenalnya atau tidak, bertemu atau tidak, orangnya sudah mati atau masih hidup, terserah sama saja sebab yang jelas Atsar (jejak perubahan) menunjukkan sebelumnya dia ada. Kalau anda bersikeras berkata bahwa oknum penyusun bangku itu tidak ada sebab semata tak bisa melihatnya, menyentuh atau mengobservasinya dengan mata kepala anda sendiri, maka artinya anda gila sebab akal anda tidak berfungsi.
Demikianlah nalar para ahli kalam hingga membuktikan bahwa Tuhan itu pasti ada (wajibul wujud). Seabrek atsar di alam semesta ini menunjukkan bahwa Tuhan benar-benar ada, tak mungkin tidak ada.
Tapi beda ceritanya bagi para ateis, seperti saya tulis beberapa tahun lalu, ateis adalah mujassim. Para mujassim, baik mujassim muslim atau ateis, seluruhnya mendefinisikan ada sebagai wujud fisikal yang bisa disentuh, bervolume dan bisa diobservasi baik secara langsung atau memakai alat, seperti halnya karakter seluruh jisim. SS ini contohnya, terlihat betul kemujassimahan ateis satu ini yang mendefinisikan sesuatu yang ada sebagai sesuatu yang punya ciri khas jisim.
Karena Tuhan adalah wujud yang non-jisim sehingga tidak bisa diobservasi sebagaimana jisim, maka ateis mengingkari keberadaan Tuhan. Uniknya, argumen yang sama persis dipakai oleh aliran sesat mujassimah yang menuduh Ahlussunah wal Jamaah (Asy'ariyah-Maturidiyyah) meniadakan Tuhan sebab tidak mau mengakui Tuhan sebagai jisim. Sesama mujassim memang sama tidak berfungsi akalnya hingga kalau bukan jisim maka dianggap tidak ada. Bedanya, pihak ateis menyimpulkan bahwa Tuhan tak ada sebab tidak bisa diobservasi di dunia saat ini, sedangkan mujassim muslim yang ahli bid'ah itu menyimpulkan bahwa jisim Tuhan tidak terlihat sebab terlalu jauh di atas sana atau karena ukurannya terlalu besar kata Khalid Basalamah. Sebab itu, jangan heran kalau ada mujassim yang murtad menjadi ateis.
Adapun bagi Ahlussunah wal Jamaah, keberadaan Tuhan adalah keberadaan yang paling nyata melebihi apa pun. Seisi semesta merupakan Atsar yang menunjukkan keberadaannya, yang dalam bahasa al-Qur’an diistilahkan sebagai ayat-ayat kauniyah. Orang yang tidak mampu melihatnya disebut al-Qur’an sebagai orang buta, bukan buta matanya tapi buta akal sehatnya.
Sumber FB Ustadz : Abdul Wahab Ahmad