Menisbatkan Diri Ke Asy'ari
Banyak yang salah paham dalam bab ini, menyangka orang-orang yang menisbatkan akidahnya ke Imam Asy'ari mencari sumber akidah selain al-Qur'an dan Sunnah lalu alergi ketika mendengar ada yang bilang "saya asy'ari".
Wajib diketahui ketika ada yang menyebut dirinya "saya syafi'i, saya asy'ari dan semacamnya" hanyalah penisbatan pemahaman terhadap sumber ajaran Islam (baca: al-Qur'an dan Sunnah), bukan mengambil hukum kreasi Imam Syafii maupun Asy'ari.
Siapa yang hari ini sanggup mengeluarkan pemahaman langsung dari teks al-Quran maupun Hadis kalau tidak dengan pemahaman Ulama. Justru orang yang menisbatkan ilmunya ke Ulama itulah yang selamat, sebaliknya orang yang tidak mau menisbatkan pemahamannya kepad Ulama dialah yang berani (negatif).
Jadi, ini masalah "kedangkalan dalam memahami sebuah istilah", orang yang mengikuti pemirikan Ibnu Taimiah lalu alergi dibilang "taimiy". Kok bisa? Ya karena dia tak mengerti hakikat istilah itu.
Imam Abu Hasan al-Asy'ari jelas tidak mengkreasikan apapun, melainkan mengajarkan kepada kita konsep aqli dalam memahami akidah, sama halnya Imam Syafii menyusunkan kitab Ushul Fiqh agar kita mudah menggali hukum.
Justru Imam Tajuddin As-Subki mengatakan
واعلم أن أبا الحسن لم يبدع رأيا، ولم ينشأ مذهبا وإنما هو مقرر لمذهب السلف، مناضل عما كانت عليه أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم.
Ketahuilah, bahwa Imam Abu al-Hasan tidaklah membuat bid’ah pemikiran atau suatu hal yang baru dalam aqidah, bukan pula mendirikan mazhab baru, akan tetapi beliau meneguhkan kembali mazhab ulama-ulama sebelumnya dan berjuang membela apa yang telah dibawa oleh para sahabat Nabi saw.
Jadi, kasian saya melihat orang belum duduk dengan apa yang dipelajari, lalu mengklaim kesesatan orang lain. Padahal dia tak paham apa yang diusapkannya
Sumber FB Ustadz : Muhammad Hanafi