Standarnya Akhlak
Ada yang mengaku atau dianggap sebagai wali, melakukan hal-hal diluar kebiasaan. Mengaku atau dianggap sebagai alim, memiliki ijazah dan karya yang banyak. Pada akhirnya untuk menilai apakah ia layak diikuti atau tidak standarnya tetap akhlak dan kepatuhannya kepada syariat.
Suatu ketika Abu Yazid al-Busthami berkata pada salah seorang muridnya, “Ayo kita lihat orang yang mengklaim dirinya sebagai wali, bagaimana ia sesungguhnya.”
Ternyata orang itu sedang di masjid. Saat di masjid, ia meludah begitu saja ke arah kiblat. Melihat hal itu, Abu Yazid berkata, “Orang ini tidak bisa dipercaya dalam adab, bagaimana mungkin dipercaya apa yang ia klaim?”
Dalam kesempatan lain Abu Yazid berkata, “Kalau kalian melihat orang bisa melakukan hal-hal yang luar biasa, terbang di udara, jangan tertipu dan langsung kagum sampai kalian lihat bagaimana ia di depan perintah dan larangan, batas-batas agama dan pengamalan syariat.”
Imam al-Junaid berkata, “Siapa yang tidak menghafal al-Quran dan tidak menulis hadits maka ia tidak bisa diikuti dalam hal ini (tasauf) karena ilmu kami ini diikat dengan ushul (dasar-dasar) al-Quran dan Sunnah.”
Imam Sahal at-Tustari berkata, “Dasar jalan kami (tasauf) ada tujuh; berpegang dengan al-Quran, mengikuti Sunnah, makan yang halal, menahan diri agar tidak menyakiti, menjauhi maksiat, selalu bertaubat dan menunaikan semua hak.”
***
Dalam setiap kelompok, komunitas, firqah, tawajjuh, tayyar dan sebagainya, akan selalu ada orang yang mengaku menjadi bagian dari mereka yang masih mempertahankan kemurnian dan khittah awal padahal sesungguhnya ia hanya hanya menempel dan menumpang saja. Ia bukanlah seorang yang ashil (الأصيل) melainkan dakhil (الدخيل).
Kita mesti jeli membeda kan mana yang ashil dan mana yang dakhil agar tidak terjebak pada hukum yang menggeneralisir dan penilaian yang membabi-buta.
... فَأَمَّا الزَّبَدُ فَيَذْهَبُ جُفَاءً وَأَمَّا مَا يَنْفَعُ النَّاسَ فَيَمْكُثُ فِي الْأَرْضِ ... (الرعد : 17)
والله تعالى أعلم وأحكم
[YJ]
Sumber FB Ustadz : Yendri Junaidi