Ilmu Hukum
Semua yang pernah duduk di bangku fakultas hukum, baik jenjang S-1, S-2 atau S-3, pastinya tahu bahwa segala apa yang mereka pelajari dari berbagai undang-undang dan hukumannya, itu tidak boleh dipraktekkan secara sepihak. Tetapi hanya boleh dilakukan dalam sebuah persidangan resmi di pengadilan.
Mereka juga tahu bahwa Kitab Undang-undang Hukum Pidana itu tidak boleh dipraktekkan secara swasta. Yang boleh menjatuhkan vonis itu hanya hakim yang resmi menangani sebuah kasus. Bahkan hakim lain termasuk pejabat politik dan wakil rakyat tidak boleh melakukan intervensi.
Meski pun ada banyak orang yang berprofesi sebagai hakim, namun kalau bukan orang yang ditunjuk sebagai hakim atas suatu perkara, maka dia tidak berhak untuk memutuskan.
Tidak boleh maling ayam kita tangkap dan kita hukum sendiri tanpa lewat jalur sidang di pengadilan. Itu namanya main hakim sendiri. Orang yang main hakim sendiri disepakati sebagai pelaku kejahatan, meskipun yang dihukum benar-benar maling, alat buktinya ada banyak, dan malingnya mengaku apa adanya.
Tetap saja jatuhnya vonis hanya dibenarkan manakala dilakukan di pengadilan resmi oleh hakim yang resmi dan berjalan sesuai prosedur hukum.
Ilmu hukum tidak mengenal adanya 'pengadilan swasta' yang dijalankan oleh sebuah ormas, jamaah pengajian, yayasan apalagi perusahaan, apalagi oleh individu tokoh masyarakat.
Dalam hukum qishash pada hukum jinayah juga berlalu hal yang sama. Kalau ada orang membunuh nyawa orang lain, pada dasarnya memang harus diqishash.
Tapi yang boleh melakukannya hanya hakim di pengadilan syariah. Kita sebagai bagian dari masyarakat tidak boleh main penggal leher orang.
Bahkan termasuk para Kiyai, ajengan, ustadz, Gus, dan habib dan tokoh-tokoh agama lainnya, tetap tidak boleh melakukan take-over wewenang dari seorang hakim.
Kita semua pasti paham dan mengerti ada ya wewenang hakim dalam perkara hukum.
Namun yang perlu diluruskan adalah dalam perkara penetapan waktu ibadah seperti puasa dan lebaran. Seharusnya itu juga wewenang hakim, hanya hakim yang sah dan resmi saja yang berwenang memutuskan.
Kita sebagai bagian dari masyarakat tidak pernah diberikan wewenang oleh Allah SWat untuk ngatur sendiri, kreatif sendiri, beropini sendiri, pakai selera sendiri.
Belajar ilmu Falak dan hisab satu hal, tapi tidak boleh main hakim-hakiman sendiri mentang-mentang merasa sudah lulus kuliah ilmu Falak dan ilmu hisab.
Ilmu Falak dan ilmu hisab seperti tentara belajar menembak. Meski sudah mahir menembak, bukan berarti boleh nembakin orang lewat seenaknya di jalan.
Serahkan kewenangan itu kepada hakim, kalau memang benar mengerti agama.
Sumber FB Ustadz : Ahmad Sarwat