HUKUM BERZAKAT MAL SEBELUM HAUL (SYARAT & KONSEKUENSINYA)
Di bulan Ramadhan seperti ini banyak pihak baik perorangan maupun kelompok perusahaan dan semisalnya yang gencar menunaikan zakat dengan alasan pada bulan mulia ini pahala dilipatgandakan.
Namun yang menjadi permasalahan pihak yang berzakat terkadang tidak memperhatikan masa haul, karena logikanya tidak mungkin perusahaan tersebut semua berbarengan memulai usahanya di bulan Ramadhan (haul dalam zakat dilihat dari Hijriyah bukan masehi).
Maka sudah pasti mayoritas pembayar zakat tersebut mengeluarkan zakat sebelum masanya (haul).
Lantas bagaimana hukumnya ?
Menurut madzhab Syafi'i mengeluarkan zakat sebelum masanya (haul) diperbolehkan, sebagaimana dikatakan Ar Ramli dalam Nihayatul Muhtaj :
يجوز تعجيلها في المال الحولي قبل تمام الحول فيما انعقد حوله ووجد النصاب فيه
“Boleh melakukan ta’jil zakat harta yang bersifat menahun sebelum sempurnanya sifat haul-nya, khususnya untuk harta yang terikat dengan haul dan telah mencapai nishab” (Nihayatu al-Muhtaj, Beirut; Daru al-Kutub al-Ilmiyyah, tt., juz 3, h. 141).
Namun demikian, zakat yang dikeluarkan sebelum masanya ini melahirkan konsekuensi dibandingkan jika mengeluarkan zakat ketika sudah masanya.
Setidaknya ada 5 syarat :
1. Harta yang dizakati harus sudah mencapai nishab saat pelaksanaan zakat meskipun belum haul (masanya) kalau belum sampai nishab maka KONSEKUENSINYA zakat tidak sah dan zakat dianggap sedekah :
أن يكون النصاب موجوداً في ملك المزكي عندما عجَّل الزكاة، فلا يصح تعجيلها قبل ملك النصاب
2. Harta yang dipercepat pelaksanaan zakatnya hanya untuk satu tahun yang sebagian sudah berjalan tidak boleh mengeluarkan zakat atas tahun yang belum berjalan.
أن يكون التعجيل عن عام واحد، فلا يجوز تعجيل الزكاة عن أكثر من عام؛ لأن العام الثاني لم يبدأ بعد، فصار كتعجيل الزكاة قبل وجود النصاب
3. Nilai Nishab tersebut harus selalu ada sampai tiba masa zakat (haul) yang sebenarnya, kalau ternyata sebelum tiba masa haul tersebut nilai nishabnya hilang (pihak pembayar zakat tetiba merugi dsb) maka KONSEKUENSINYA zakat tersebut dianggap sedekah biasa dan haul dimulai dari hitungan awal lagi saat nilai harta mencapai nishab.
4. Pembayar zakat harus tetap hidup sampai masa zakat (haul) yang sebenarnya, kalau ternyata pembayar zakat meninggal sebelum masa haul maka KONSEKUENSINYA zakat dianggap sedekah biasa dan ahli waris wajib mengeluarkan zakat dengan perhitungan haul baru yang dihitung dari tanggal wafatnya pembayar zakat.
يشترط لصحة تقديم الزكاة أن يبقى مالك النصاب أهلاً لوجوب الزكاة إلى آخر الحول، وذلك ببقائه حياً، وبقاء ماله نصاباً، فلو مات قبل تمام الحول لا يعتبر ما عجّله زكاة
5. Penerima zakat yang disegerakan harus tetap hidup dan berstatus mustahik (berhak menerima) sampai tiba masa zakat (haul) yang sebenarnya, kalau ternyata penerima zakat itu ternyata di masa haul meninggal atau ternyata tidak berhak (seperti tetiba menjadi mampu) maka KONSEKUENSINYA zakat yang diterima menjadi sedekah biasa dan nilainya harus tetap dikeluarkan ulang sebagai zakat oleh pembayar zakat.
أن يكون القابض للزكاة المعجّلة مستحقاً لها عند تمام الحول، فلو مات لم يُحسب المدفوع له زكاة
Syarat keempat ini akan hilang jika pembayar zakat sebelum masanya (haul) membayar zakat kepada Amil (BAZNAS/LAZ) karena lembaga amil selalu dalam kondisi mustahik dan hidup kecuali kalau ada kondisi tertentu seperti surat izinnya dicabut atau lembaganya bubar.
Wallahua'lam.
Sumber FB Ustadz : Muhammad Salim Kholili