Antara Bumi dan Tanah
(Problem Terjemah Al-Quran)
By. Dr. Ahmad Sarwat, Lc.MA
Dalam teks Al-Qur'an seringkali kita temukan kata al-ardh (الأرض), kadang diterjemahkan menjadi bumi, tapi kadang harus diterjemahkan dengan tanah, tergantung konteksnya.
Dua-duanya tidak salah, karena tanah dan bumi dalam bahasa Arab memang sama-sama disebut al-ardh. Namun kita tahu bahwa bumi dan tanah itu berbeda, meskipun punya irisan.
Ketika kita menggunakan istilah bumi, konotasi dan ruang lingkupnya jadi berbeda, ketimbang kita menyebut tanah.
Lalu kira-kira dimana bedanya?
Mari kita masuk contoh langsung pada kasus ayat berikut :
قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ لَا ذَلُولٌ تُثِيرُ الْأَرْضَ
Musa berkata: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah. (QS. Al-Baqarah :71)
Perhatikan kata tutsirul-ardha (تثير الأرض) diartikan membajak tanah. Kalau diartikan membajak bumi, konotasinya jadi aneh. Masak bumi dibajak? Bumi kan planet. Yang dibajak itu bukan planet, tapi tanah.
Begitu juga dengan ayat yang lain, perhatikan :
هُوَ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ
Dia telah menciptakan kamu dari tanah. (QS. Hud : 61)
Manusia itu diciptakan dari tanah, bukan diciptakan dari bumi. Kurang pas kalau al-ardh dalam ayat itu dimaknai jadi bumi. Malaikat diciptakan dari cahaya, iblis diciptakan dari api dan manusia diciptakan dari tanah, bukan dari planet bumi.
وَاللَّهُ أَنْبَتَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ نَبَاتًا
Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya. (QS. Nuh : 17)
Kita tumbuh dari tanah dan bukan dari bumi. Itu jelas sekali.
Jadi sudah ketemu kan apa perbedaan konotasi antara menyebut tanah dan menyebut bumi.
Kalau kita menyebut bumi, sebenarnya kita lagi bicara di ruang lingkup astronomi terkait benda-benda angkasa di alam semesta. Bumi itu nama salah satu planet dari 8 planet anggota tata surya (solar system).
Planet anggota matahari ada yang namanya planet Merkurius, planet Venus, planet Mars, planet Jupiter, planet Saturnur, planet Uranus, planet Neptunus dan salah satunya bernama : planet bumi.
Jadi bumi itu nama sebuah planet, dalam bahasa Inggris kita sebut : planet earth. Beda jauh antara Earth dengan Land.
Maka kita harus hati-hati ketika menerjemahkan teks agama, sebab kalau kurang cermat, boleh jadi orang akan salah paham dan jadi bahan berbantah-bantahan satu sama lain. Yang salah bukan ayatnya tapi tehnik penerjemahannya serta interpretasi masing-masing.
Maka jangan kaget kalau banyak mufassir yang di masa lalu menolak pandangan bahwa bumi itu bulat. Sebenarnya yang mereka katakan rata itu bukan bumi tetap tanah. Tanah itu memang menghampar dan tanah itu bentuknya memang tidak bulat. Kalau bulat nanti pada jatuh, begitu kata mereka. Dan itu tidak bisa disalahkan.
Perhatikan titik rawan ini. Dalam kepala mereka, tidak mungkin tanah itu bulat. Dan itu benar sekali. Soalnya konsep yang ada di dalam kepala mereka bukan bumi tapi tanah.
Maka ayat berikut ini tidak salah, yang kurang tepat justru tehnik penerjemahannya.
الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا
Dialah yang menjadikan (bumi?) sebagai hamparan bagimu. (QS. Al-Baqarah : 22)
Akan lebih akurat kalau diterjemahkan sebagai tanah.
Dialah yang menjadikan TANAH sebagai hamparan bagimu. (QS. Al-Baqarah : 22)
Dan tanah itu memang menghampar. Sedangkan bumi sebagai sebuah planet kurang tepat kalau dibilang menghampar. Yang menghampar itu tanah dan ayatnya tidak salah. Terjemahannya yang butuh revisi kritis untuk ke depannya.
Kita harus maklum bahwa dalam konsep orang-orang di masa itu, sama sekali belum pernah terbayangkan kalau tanah itu terus menerus ditelusuri sampai berpuluh tahun tanpa berhenti, lama-lama akan tersambung kembali.
Konsep semacam itu sama sekali belum bisa masuk ke dalam logika sederhana mereka di masa itu. Sama sekali belum bisa dilogikakan. Belum waktunya mereka memahami hal-hal yang belum masuk periodenya.
Kita harus maklumi bahwa mereka hidup di masa yang juga tidak percaya bahwa besi bisa mengapung di atas air. Buat mereka itu takhayul, sebab dalam logika sederhana mereka di masa itu yang namanya besi itu sangat berat, kalau diceburkan ke air pasti tenggelam. Mana mungkin besi bisa mengapung?
Maklumlah di masa seperti itu belum lagi diciptakan kapal laut yang terbuat dari besi. Nabi Nuh bikin bahtera dengan bahan kayu dan pohon, bukan pakai besi memang. Belum zamannya bikin kapal induk bertenaga nuklir atau kapal pesiar mewah modern.
Kalau di zaman itu diceritakan bahwa di abad keduapuluh nanti akan ada kendaraan terbuat dari besi bisa menampung ratusan orang lalu bisa terbang di atas awan, pasti mereka akan lebih tidak percaya lagi.
Besi mengapung saja sudah mustahil, bagaimana mungkin besi bisa terbang ke awan bawa ratusan orang? Kita akan dituduh gila oleh orang-orang di masa itu.
Maka kita harus pahami tentang tingkat peradaban manusia di masing-masing zamannya. Banyak dari kitab tafsir yang ditulis di zaman-zaman seperti itu.
Untuk ukuran zaman mereka, belum terbayang kalau seluruh tanah di dunia ini sebenarnya tidak terputus tapi sambung menyambung jadi luas sekali. Saking luasnya lalu tanah ini agak melengkung ke belakang dan dan ke belakang dan ke belakang lagi, sehingga ujung-ujungnya saling bersambung membentuk bola.
Sulit untuk bisa membayangkan kalau tanah yang kita injak ini kok melengkung. Dalam dimensi sederhana mereka, tanah itu rata dan menghampar.
Dan mereka benar sekali, jangan kita salahkan. Sebab yang mereka maksud menghampar itu bukan bumi tetapi tanah.
Sampai disitu kita maklumi saja. Jangan didebat, karena yang kita diskusikan beda objek.
Sumber FB Ustadz : Ahmad Sarwat