Ahli Ibadah
Dulu sewaktu masih di pondok, ada seorang anak yang entah siapa tetiba datang ke mushalla pondok kami. Dia sepertinya seumuran dengan saya. Dia mencuri perhatian seluruh pondok sebab ibadahnya luar biasa. Tubuhnya kurus, kulit di mata kakinya terlihat mengeras tanda terlalu lama dibuat duduk. Seharian dia gak turun dari mushalla, waktunya habis untuk duduk berzikir dan shalat saja. Diajak bicara pun sering tidak menjawab karena tenggelam dalam zikirnya yang luar biasa. Bahkan saat di mushalla ada pengajian dari Kyai, dia tetap tak beranjak dari tempatnya dan meneruskan zikir.
Hari berganti dengan hari, si anak yang tidak jelas identitasnya itu tetap berada di mushalla pondok. Tak ada pengurus yang mengusik atau mempersoalkan sebab dia tidak mengganggu, hanya beribadah di tempat yang memang dibuat untuk beribadah. Beberapa santri menyangka anak itu wali dan meminta berkah darinya saat dia "nyambung diajak ngomong".
Saat pertama melihatnya, saya ikutan kagum pada kerasnya ibadah yang dia lakukan hanya sedikit aneh dengan auranya yang kurang nyaman. Namun lama-lama ada juga beberapa perkatannya ke teman-teman yang menunjukkan bahwa dia sebenarnya awam dalam hal agama. Diamnya dia yang tak beranjak dari tempatnya berada padahal ada Kyai yang sedang mengajar tidak jauh darinya, saat semua santri mundur dari tempat itu ke posisi ideal untuk mengaji, membuat saya tidak respek lagi padanya. Kebetulan saat itu materi pengajian kami adalah Ihya' Ulumiddin pada bahasan orang-orang yang tertipu (maghrur) yang merasa sudah sampai, sudah jauh, padahal cuma tertipu setan.
Begitulah bila orang awam menjadi ahli ibadah saat belum mencicipi ilmu yang cukup. Derajatnya tidak malah tinggi tapi malah membuang waktu percuma. Yang ada malah ingin tampil keramat dan berbeda dari orang lain, padahal ini perasaan yang menodai kesucian hati dan merusak pahala.
Di sisi lain, ibadah keras luar biasa yang tidak dibarengi dengan ilmu biasanya disukai jin. Berpuasa senin-kamis, shalat sunnah ratusan rakaat, membaca wirid dengan jumlah fantastis bila tidak dibarengi dengan ilmu pengetahuan yang baik hanya akan menjadikan orangnya dekat dengan jin, bukan dengan Allah. Akhirnya malah jadi dukun, bukan orang ma'rifat. Ada juga yang malah stress bahkan gila sebab ibadah semacam itu. Sampai-sampai ada sebagian orang yang melarang puasa senin-kamis dengan alasan takut gila.
Ada juga yang malah dapat "ma'rifat palsu" merasa sudah bertemu para Nabi bahkan ada yang mengaku bertemu dengan Allah padahal cuma dikerjain jin iseng. Makanya jangan merasa aneh ketika melihat orang yang mengaku wali, mengaku mahdi, bahkan mengaku sudah lepas dari syariat. Kisah Syaikh Abdul Qadir al-Jilani yang lolos dari tipuan iblis sudah sangat populer tapi tetap saja banyak yang jatuh pada jebakan serupa sebab minimnya ilmu.
Kenapa efeknya demikian? Karena yang bersangkutan tidak belajar ilmu agama dengan benar sehingga dia tidak mampu membedakan mana tujuan ibadah yang ikhlas untuk Allah dan mana yang untuk kekeramatan (karamah). Indikasinya simpel, dia selalu butuh pengakuan bahwa dirinya hebat dan berbeda dari orang lain.
Ibadah yang dilakukan murni untuk menggapai ridha Allah akan berefek pada tenangnya hati, tenangnya mulut dan tenangnya anggota badan. Tidak ada lagi grusa-grusu dan emosian. Wajahnya juga akan memancarkan cahaya teduh yang enak dipandang, bukan malah bikin sumpek seperti wajah para dukun yang ingin tampil beda dan eksklusif.
Sumber FB Ustadz : Abdul Wahab Ahmad