MENJAWAB TUDUHAN BID'AH DARI ORANG WAHHABI TERHADAP 5 AMALAN UMAT ISLAM
Luthfi Bashori
Sebelumnya perlu diketahui bahwa ada akun milik orang Wahhabi yang menyebutkan beberapa daftar Amalan Bid'ah menurut tuduhan Wahhabi, yang beredar di masyarakat Islam, di antaranya sbb:
1. Melafadzkan niat Wudhu', Tayamun, Shalat, Puasa, Mandi wajib, Umroh, Haji, de el el...
2. Membasuh leher ketika Wudhu'
3. Menyakini bahwa ber-wudhu' tidak sempurna kalau tidak tiga kali-tiga kali
4. Membaca Basmalah atau surat An-Naas ketika hendak Adzan dan memulai Shalat
5. Imam diam sejenak setelah membaca Al-Fatihah.
BERIKUT COUNTER DARI UMAT ISLAM YANG SANGAT MUDAH UNTUK MENJAWAB TUDUHAN WAHHABI:
JAWABAN NO 1:
Dalil melafadzkan niat dalam suatu ibadah wajib, pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW pada saat melaksanakan ibadah haji.
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ الله ُعَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلّّمَ يَقُوْلُ لَبَّيْكَ عُمْرَةً وَحَجًّاً
“Dari Anas r.a. berkata: Saya mendengar Rasullah SAW mengucapkan, “Labbaika, aku sengaja mengerjakan umrah dan haji”." (HR. Muslim.
Imam Ramli mengatakan:
وَيُنْدَبُ النُّطْقُ بِالمَنْوِيْ قُبَيْلَ التَّكْبِيْرِ لِيُسَاعِدَ اللِّسَانُ القَلْبَ وَلِأَنَّهُ أَبْعَدُ عَنِ الوِسْوَاسِ وَلِلْخُرُوْجِ مِنْ خِلاَفِ مَنْ أَوْجَبَهُ
“Disunnahkan melafalkan niat menjelang takbir (shalat) agar mulut dapat membantu (kekhusyu’-an) hati, agar terhindar dari gangguan hati dank arena menghindar dari perbedaan pendapat yang mewajibkan melafalkan niat”. (Nihayatul Muhtaj, juz I, 437)
Untuk amalan yang lainnya cukup diqiyaskan.
JAWABAN NO 2.
Perlu dipahami, masalah khilafiyah yang terjadi di antara para ulama itu, bukan termasuk bid'ah sesat, demikian menurut para Ulama Ahli Ilmu.
Di dalam kitab Tanwirul Qulub hal 110, disana disebutkan bahwa mengusap leher ketika wudhu adalah makruh,
تنوير القلوب : ص ١١٠
وأما مكروهاته فإنها عشر، الإسراف في الماء ……ومسح الرقبة والوضوء في بيت الخلاء
و أما عند اهلنا و رجال الصالحين فهؤلاء يعتمدون بما قال الإمام الغزالي على انه سنه ولو أنكر ذلك الإمام النووي
Adapun ulama kita dari kalangan habaib atau masyaikh al arifin billah mereka mengikuti berpedoman pada pendapat imam al- Ghazali yang menyatakan bahwa mengusap leher adalah sunnah. Sekalipun hal itu diinkari oleh Imam Nawawi.
JAWABAN NO 3.
Yg diyakini oleh umat Islam selama ini, bahwa 3X basuhan dalam wudlu itu hukumnya SUNNAH.
Terdapat banyak dalil mengenai hal ini, diantaranya hadits dari Sy. Abdullah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu, beliau mempraktekkan cara wudhu Rasulullah SAW.
فَأَكْفَأَ عَلَى يَدِهِ مِنَ التَّوْرِ، فَغَسَلَ يَدَيْهِ ثَلاَثًا، ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فِي التَّوْرِ، فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ وَاسْتَنْثَرَ، ثَلاَثَ غَرَفَاتٍ، ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثًا، ثُمَّ غَسَلَ يَدَيْهِ مَرَّتَيْنِ إِلَى المِرْفَقَيْنِ، ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَمَسَحَ رَأْسَهُ، فَأَقْبَلَ بِهِمَا وَأَدْبَرَ مَرَّةً وَاحِدَةً
Beliau menuangkan air di wadah ke tangannya, lalu beliau cuci tangan 3 kali. Lalu beliau memasukkan tangan ke wadah, kemudian digunakan berkumur dan menghirup air ke dalam hidung dengan 3 kali cidukan satu telapak tangan. Beliau mengambil air, lalu beliau gunakan untuk mencuci wajah 3 kali. Kemudian beliau mencuci kedua tangannya sampai ke siku sebanyak 2 kali. Kemudian beliau memasukkan tangannya ke air, beliau usap kepalanya dari depan ke belakang, lalu balik lagi ke depan, sekali….(HR. Bukhari 186).
Dalil lain adalah hadis dari Sy. Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu,
دَعَا بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ، ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْمِرْفَقِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ، ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْكَعْبَيْنِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، ثُمَّ غَسَلَ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ
Beliau meminta air lalu digunakan untuk berwudhu. Beliau mencuci kedua telapak tangannya 3 kali. Kemudian berkumur dan menghirup air ke dalam hidung 3 kali. Kemudian8 beliau mencuci wajah 3 kali. Kemudian mencuci tangan kanan sampai ke siku 3 kali, lalu mencuci tangan kiri sampai ke siku, seperti itu juga. Kemudian beliau mengusap kepala. Kemudian beliau mencuci kaki kanan sampai ke mata kaki 3 kali, lalu kaki kiri seperti itu juga.. (HR. Bukhari 164 & Muslim 226).
JAWABAN NO 4
Di dalam kitab Sunan Abi Daud, terdapat riwayat dari Urwah bin Az-Zubair, ia mendapatkan cerita dari seorang wanita dari suku Bani Najjar.
كَانَ بَيْتِي مِنْ أَطْوَلِ بَيْتِ حَوْلَ المَسْجِدِ، فَكَانَ بِلاَلٌ يُؤَذّنُ عَلَيْهِ الْفَجْرَ فَيَأْتِي بِسَحَرٍ فَيَجْلِسُ عَلَى الْبَيْتِ يَنْظُرُ إِلَى الفَجْرِ، فإِذَا رَآهُ تَمَطّى ثُمّ قال: الّلهُمّ إِنّي أَحْمُدُكَ. أَسْتَعِينُكَ عَلى قُرَيْشِ أَن يُقيمُوا دِينَكَ. قالت: ثُمّ يُؤَذّنُ. قالت: والله مَا عَلِمْتُهُ كان تَرَكَهَا لَيْلَةً وَاحِدَةً هَذِهِ الْكَلِمَاتِ.
“Rumahku adalah rumah yang paling tinggi di sekitar masjid (Nabawi), Sy. Bilal selalu melantunkan adzan di atas rumahku ketika fajar, ia datang pada waktu sahur, lalu beliau duduk di atas rumah seraya menunggu datangnya fajar.
Tatkala beliau tahu fajar telah terbit, beliau membaca doa: “Ya Allah, saya memuji dan memohon pertolongan Engkau atas orang-orang Quraisy agar mereka menegakkan agama Engkau.” Kemudian beliau melantunkan adzan, kata wanita itu. “Demi Allah, aku tidak pernah tahu beliau meninggalkan kalimat-kalimat doa itu, satu malam pun.”
Ternyata Rasulullah SAW saat mengetahui, Rasulullah SAW diam saja, tidak menegur dan tidak menyalahkan Sy. Bilal. Oleh karena itu, hal ini disebut juga dengan hadis taqriri, yaitu penetapan atau pembiaran Rasulullah SAW atas perilaku shahabatnya.
JAWABAN No 5
Dalilnya adalah sebagai berikut:
عَنْ قَتَادَةَ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ سَمُرَةَ قَالَ سَكْتَتَانِ حَفِظْتُهُمَا عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَنْكَرَ ذَلِكَ عِمْرَانُ بْنُ حُصَيْنٍ وَقَالَ حَفِظْنَا سَكْتَةً فَكَتَبْنَا إِلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ بِالْمَدِينَةِ فَكَتَبَ أُبَيٌّ أَنْ حَفِظَ سَمُرَةُ قَالَ سَعِيدٌ فَقُلْنَا لِقَتَادَةَ مَا هَاتَانِ السَّكْتَتَانِ قَالَ إِذَا دَخَلَ فِي صَلَاتِهِ وَإِذَا فَرَغَ مِنْ الْقِرَاءَةِ ثُمَّ قَالَ بَعْدَ ذَلِكَ وَإِذَا قَرَأَ { وَلَا الضَّالِّينَ }
Dari Qatadah, dari Hasan, dari Samurah bin Jundub, ia berkata; “Ada dua saktah (jeda sejenak dengan tidak membaca bacaan) yang aku hafal dari Rasulullah SAW, “. Namun, hal itu diingkari oleh Imran bin Hushain, lalu ia berkata; “Kami menghafal hanya ada satu saktah.” Maka kami pun menulis surat kepada Ubai bin Ka’ab di Madinah, lalu Ubai menulis balasan sebagaimana yang dihafal oleh Samurah.” Sa’id berkata; “Kami bertanya Qatadah, “Dua saktah itu letaknya di mana saja?” ia menjawab, “Jika ia telah masuk salat dan ketika selesai dari membaca bacaan (Al Fatihah).” Setelah itu ia berkata lagi, “Jika membaca wa laadh dhallin.”. (H.R. al-Tirmidzi, hadis ini mempunyai banyak penguat).
عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ قَالَ : يَا بَنِىَّ اقْرَءُوا فِى سَكْتَةِ الإِمَامِ ، فَإِنَّهُ لاَ تَتِمُّ صَلاَةٌ إِلاَّ بِفَاتِحَةِ
Dari Hisyam bin ‘Urwah, dari Ayahnya, ia berkata: Hai Anakku, bacalah olehmu (surat al-Fatihah) pada saat imam saktah (diam sejenak setelah membaca al-Fatihah). Sesungguhnya salat tidak sempurna melainkan dengan membaca al-Fatihah. (H.R. al-Bayhaqi).
(BERSAMBUNG UNTUK DALIL-DALIL BAGI AMALAN BERIKUTNYA, INSYAALLAH)
Sumber FB Ustadz : Luthfi Bashori