Aturan Main Pekerja Kasar dapat membatalkan puasanya di bulan Ramadhan.
Di dalam kitab Bughyat Al Mustarsyidin Hal. 113 dinyatakan :
مسالة : لا يجوز الفطر لنحو الحصاد وجذاذ النحل والحراث الا ان اجتمعت فيه الشروط كما يعلم من كلامهم ستة : ان لا يمكن تاخير العمل الى شوال وان يتعذر العمل ليلا او لم يغنه ذلك فيؤدى الى تلفه او نفصه نقصا لا يتغابن به وان يشق عليه الصوم مشقة لا تحتمل عادة بان تبيح التيمم او او الجلوس في الفرض خلافا لابن حجر وان ينوى ليلا ويصحب صائنا فلا يفطر الا عند وجود العذر وان ينوى الترخص بالفطر ليمتاز الفطر المباح عن غيره كمريض اراد الفطر للمرض فلابد ان ينوى بفطره الرخصة ايضا، وان لا يقصد ذلك العمل وتكليف نفسه لمحض الترخص بالفطر والا امتنع كمسافر قصد بسفره مجردالرخصة فحيث وجدت هذه الشروط ابيح الفطر سواء كان لنفسه او لغيره وان لم يتعين ووجد غيره، وان فقد شرط اثم اثنا عظيما ووجب نهيه وتعزيره لما ورد ان من افطر يوما من رمضان بغير عذرا لم يغنه عنه صوم الدهر .
Tidak boleh membatalkan puasa bagi sesamanya pengetam ,pemetik kurma dan pembajak tanah ( kerja berat ) kecuali memenuhi syarat yang jumblahnya ada enam , sebagaimana yang kita ketahui dari ungkapan para fuqoha :
1. Tidak mungkin menundanya pada bulan Syawal
2. Pekerjaan tersebut sulit di lakukan pada malam hari ,atau tidak memadai ( jika di lakukan pada malam hari )sehingga mengakibatkan kerusakan atau berkurangnya harga meski tidak di anggap mendatangkan kerugian
3. Dengan berpuasa dia merasakan oenderitaan yang pada umumnya tidak bisa bertahan lagi ,dengan gambaran penderitaan tersebut mencapai pada ambang batas yang diperbolehkan tayamum atau di perbolehkan duduk ketika melakukan sholat fardhu hal ini berbeda dengan pendapat Ibnu Hajar
4. Pada malam harinya ia tetap berniat puasa dan pagi hari nya juga dalam keadaan berpuasa ,ia tidak boleh membatalkan puasanya kecuali benar benar terjadi udzur
5. Pembatalan puasa tersebut harus di niati melakukan rukhsho ,agar ada perbedaan antara pembatalan yang di perbolehkan dengan pembatalan yang lainnya ,sebagaimana orang yang sakit ketika ingin membatalkan puasa, maka harus di sertai niat untuk mendapatkan ruhshoh
6. Tidak bermaksud menjadikan pekerjaan dan penderitaan tersebut semata mata untuk perantara agar mendapatkan rukhshoh (toleransi/keringanan) dan ketika ada maksud seperti itu maka ia tidak diperbolehkan melakukan pembatalan puasa ,sebagaimana seorang musafer yang punya tujuan ,agar dengan bepergiannya itu ia bisa mendapatkan rukhshoh.
Dengan demikian ,jika syarat syarat di atas di penuhi, maka di perbolehkan baginya membatalkan puasa, baik pekerja tersebut untuk dirinya ataupun untuk orang lain ,dan meskipun ia bukan satu satunya orang yang harus menyelesaikan pekerjaan tersebut dan masih bisa menemukan orang lain yang sanggup melakukannya.
Sanksi berat bagi yg membatalkan puasanya tanpa udzur dia takkan pernah bisa menggantinya meskipun puasa selamanya.
Sumber FB Ustadz : Fathoni Muhammad