TIDAK CUKUP BILA HANYA MENGATAKAN TIDAK SERUPA DENGAN MAKHLUK
Kalangan Taimiyun-Wahabi sering kita dengar menetapkan organ-organ bagi Allah lalu ditambah dengan pernyataan "yang tidak sama dengan makhluk". Misalnya, mereka berkata: "Allah punya tangan dalam makna tangan yang diketahui bersama tapi tidak serupa dengan makhluk." Mereka menganggap embel-embel tersebut sudah menyelamatkan akidah mereka dari tasybih. Di antara kutipan favorit mereka yang membuat mereka yakin bahwa tindakan itu benar adalah pernyataan Ishaq ibn Rahawaih dan adz-Dzahabi berikut:
وقَالَ إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ: " إِنَّمَا يَكُونُ التَّشْبِيهُ إِذَا قَالَ: يَدٌ كَيَدٍ، أَوْ مِثْلُ يَدٍ، أَوْ سَمْعٌ كَسَمْعٍ، أَوْ مِثْلُ سَمْعٍ
Ishaq bin Ibrahim (Rahawaih) berkata: Sesungguhnya hanya terjadi tasybîh apabila berkata tangan [Allah] seperti tangan atau mirip tangan [makhluk], pendengaran [Allah] seperti atau mirip pendengaran [makhluk]. (At-Turmudzi, Sunan at-Turmudzi, juz III, halaman 42)
Senada dengan beliau, Syekh Adz-Dzahabi juga berkata:
فإن التشبيه إنما يقال: يدٌ كيدنا ... وأما إذا قيل: يد لا تشبه الأيدي، كما أنّ ذاته لا تشبه الذوات، وسمعه لا يشبه الأسماع، وبصره لا يشبه الأبصار ولا فرق بين الجمع، فإن ذلك تنزيه
"Tasybîh hanya terjadi apabila dikatakan ‘Tangan seperti tangan kita’. Apabila dikatakan: ‘tangan yang tak sama dengan tangan-tangan lain’, seperti halnya Dzat-Nya tak sama dengan Dzat lain, pendengaran-Nya tak sama dengan pendengaran yang lain, penglihatan-Nya tak sama dengan penglihatan yang lain, dan tak ada bedanya di antara semua, maka itu adalah menyucikan (tanzîh)". (Adz-Dhahabi, al-Arba’în min Shifât Rabb al-‘Âlamîn, halaman 104).
Saya sudah pernah menulis kesalahan kaidah yang terlalu menyederhanakan masalah seperti di atas dalam artikel saya di NU Online yang berjudul "Kapan Kita Dianggap Menyerupakan Allah dengan Makhluk?". Silakan dibaca di sana apabila belum membacanya. Namun kali ini, saya akan mengutip penjelasan seorang ahli kalam klasik yang menurut saya bagus untuk membuktikan pada para Taymiyun-Wahabi bahwa persoalannya memang tidak sesederhana seperti yang dikatakan Imam Ishaq dan adz-Dzahabi itu. Beliau menjelaskan alasannya dengan panjang lebar dan rasional sebagai berikut:
وأما في طرق الإثبات فمعلوم أيضًا أن المثبت لا يكفي في إثباته مجرد نفي التشبيه،
"Adapun dalam metode itsbat maka sudah dimaklumi juga bahwa penetap sifat tidaklah cukup menafikan keserupaan saja dalam penetapannya",
إذ لو كفى في إثباته مجرد نفي التشبيه لجاز أن يوصف الله سبحانه وتعالى من الأعضاء والأفعال بما لا يكاد يحصى مما هو ممتنع عليه مع نفي التشبيه، وأن يوصف بالنقائص التي لا تجوز عليه مع نفي التشبيه،
"Karena andai dalam menetapkan sifat hanya cukup menafikan keserupaan saja, maka akan boleh menyifati Allah subhanahu wata'ala dengan anggota tubuh, perbuatan dan hal lain yang tidak terbatas yang terlarang bagi Allah meskipun disertai menafikan keserupaan, dan akan boleh juga menetapkan kekurangan pada Allah yang tidak mungkin baginya meskipun disertai menafikan keserupaan."
كما لو وصفه مفتر عليه بالبكاء والحزن والجوع والعطش مع نفي التشبيه، وكما لو قال المفتري: يأكل لا كأكل العباد، ويشرب لا كشربهم، ويبكي ويحزن لا كبكائهم ولاحزنهم، كما يقال: يضحك لا كضحكهم، ويفرح لا كفرحهم، ويتكلم لا ككلامهم،
"Seperti andai seorang yang mengada-ada berkata: Allah makan tapi tidak seperti makannya hamba, minum tetapi tidak sama dengan minumnya mereka, menangis dan bersedih tidak seperti menangis dan bersedihnya mereka. Sama seperti dikatakan: Allah tertawa tapi tidak seperti tertawanya mereka, bahagian tidak seperti bahagianya mereka, berbicara tidak seperti berbicaranya mereka".
ولجاز أن يقال: له أعضاء كثيرة لا كأعضائهم، كما قيل: له وجه لا كوجوههم، ويدان لا كأيديهم، حتى يذكر المعدة والأمعاء والذكر، وغير ذلك مما يتعالى الله عز وجل عنه، سبحانه وتعالى عمّا يقول الظالمون علوًا كبيرًا.
"Dan akan boleh juga dikatakan: Allah punya anggota tubuh yang banyak tapi tidak seperti anggota tubuh mereka. Sebagaimana juga dikatakan: Allah punya wajah yang tidak seperti wajah-wajah mereka, dua tangan yang tidak sama seperti tangan-tangan mereka. Bahkan hingga disebutkan lambung, usus, kelamin dan lain-lain yang mustahil bagi Allah azza wajalla. Maha Suci Allah dari perkataan orang-orang zalim."
فإنه يقال لمن نفى ذلك مع إثبات الصفات الخبرية وغيرها من الصفات: ما الفرق بين هذا وبين ما أثبته، إذا نفيت التشبيه، وجعلت مجرد نفي التشبيه كافيًا في الإثبات، فلا بد من إثبات فرق في نفس الأمر.
"Maka dikatakan pada orang yang menetapkan sifat khabariyah itu dan sifat-sifat lainnya: "Apa perbedaan antara ini dan antara yang engkau tetapkan ketika engkau menafikan keserupaaan dan engkau menjadikan semata penafian keserupaan seolah cukup dalam menetapkan sifat?". Maka dari itu harus ditetapkan adanya perbedaan secara hakikat".
Jelas dan gamblang sekali bukan keterangan dan logika di atas. Semua mujassim muslim yang bersyahadat kepada Allah dan Rasul semuanya tanpa kecuali menafikan keserupaan antara Allah dan makhluk. Mereka memang menetapkan jisim bagi Allah namun juga meniadakan keserupaannya dengan makhluk. Tetapi itulah yang membuat mereka dianggap ahli bid'ah dan sesat oleh para ulama tapi tidak sampai dikafirkan. Sebab itu, tidak bisa seseorang asal bilang "pokoknya tidak sama dengan makhluk".
Selain menafikan keserupaan, Ulama Ahlussunnah juga memberi poin perbedaan yang membuat Allah dan makhluk berbeda dalam level hakikat, yakni dengan mengatakan bahwa Allah bukan jisim. Jadi kalau sudah dikatakan bukan jisim, maka semua sisi keserupaan akan tertutup rapat secara mutlak.
Ohya, saya lupa menyebut sumber kutipan terakhir di atas. Yang berkata seperti itu adalah Syaikh Ibnu Taymiyah dalam kitab Tadmuriyah halaman 136. Tapi....tapi....tapi.... hahaha.... silakan bertapi-tapi. Yang jelas, ini bukti bahwa saya tidak membenci beliau atau fanatik buta pada pencela beliau sebab bagian yang benar dari kalam beliau pasti tetap saya rujuk.
Sumber FB Ustadz : Abdul Wahab Ahmad