SU'UDZAN YANG DIBOLEHKAN
Oleh Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq
Memang ada Su'udzan yang dibolehkan ? Ada, bahkan bukan hanya sekedar ada yang statusnya boleh (jaiz), bahkan ada yang hukumnya sunnah dan ada yang sampai diwajibkan. Sebagaimana ada su'udzan yang hukumnya makruh dan kebanyakannya diharamkan.[1]
Jadi hukum asal buruk sangka itu memang dilarang, namun bisa berubah dibolehkan dalam kondisi tertentu. Berikut pembagiannya :
1. Su'udzan yang diharamkan. Secara umum hukum su'udzan atau buruk sangka itu dilarang alias diharamkan. Seperti su'udzan kepada seorang muslim apalagi yang dikenal baik atau kepada para ulama.
Bahkan sebagiannya bisa menjatuhkan kepada kekufuran pelakunya. Seperti berburuk sangka kepada Allah, mencurigai atau menuduh Rasulullah dan hal semisalnya.
Imam Nawawi berkata :
ظن السوء بالأنبياء كفر بالإجماع
"Berburuk sangka kepada para nabi adalah kafir menurut ijma'." [2]
2. Su'udzan yang makruh. Adalah berburuk sangka kepada sesuatu yang masih belum jelas dan terang. Contoh sederhananya mislanya setiap melihat ada orang mondar-mandir depan rumah langsung curiga bahwa itu adalah orang yang mau mencuri atau berniat jahat lainnya.
Hukum makruh ini bisa berubah menjadi haram misalnya karena terlalu sering mencurigai orang lain atau sebaliknya menjadi boleh ketika tanda-tanda kejahatan yang ada pada orang yang dicurigai menguat. Semisal orangnya sudah mulai mengintip.
3. Su'udzan yang jaiz (boleh). Yakni yang ditujukan kepada orang fasik atau orang kafir yang menampakkan hal tidak baik kepada kaum muslimin dan Islam. [3]
4. Su'udzan yang mustahab (sunnah). Yakni berburuk sangka kepada orang yang dikenal kejahatannya. Al imam abu Hatim rahimahullah berkata :
كمن بينه وبينه عداوة أو شحناء في دين أو دنيا، يخاف على نفسه، مكره، فحينئذ يلزمه سوء الظن بمكائده ومكره؛ لئلا يصادفه على غرة بمكره فيهلكه
"Seperti (berburuk sangka) kepada orang yang memusuhi. Atau bersikap keras dalam masalah agama atau dunia dan dikhawatirkan akan mendatangkan kecelakaan, atau hal yang ia benci. Maka sudah seharusnya bersu'udzan kepadanya dari tipu daya dan makarnya.
Jangan sampai dia (karena baik sangka) bertemu dengan orang tersebut lalu mencelakainya.[3]
5. Su'udzan yang wajib. Ditingkat ini malah diperintahkan dan sudah seharusnya untuk menerapkan standar "mencurigai" demi maslahat yang lebih besar.
Contoh su'udzan yang wajib adalah yang berkaitan dengan jahr wa ta'dil dalam ilmu hadits dan juga yang berhubungan dengan hukum syariat lainnya. [4]
Juga termasuk dalam contoh ini adalah wajibnya hakim curiga kepada kesaksian setiap saksi-saksi dalam sidang kasus kejahatan. Kan nggak banget ada hakim malah husnudzan ke saksi yang suka ngeles dengan mengatakan : "Saya tidak tahu yang mulia, tidak tahu, tidak tahu yang mulia... "
Wallahu a'lam.
_________
1. Syarh Nawawi 'ala Muslim (16/169), Az Zawajir an Iqtiraf al Kabair (1/150)
2. Syarh Nawawi 'ala Muslim (14/157).
3. Raudhah al 'Uqala (1/127)
4. Al Adzkar hal. 134
Sumber FB Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq