Onani Termasuk Hal Yang Membatalkan Puasa
Ada delapan hal yang bisa membatalkan puasa:
1. Masuknya sesuatu ke dalam tubuh secara sengaja. Artinya, jangan sampai ada sesuatu yang masuk ke dalam tubuh melalui salah satu lubang yang berpangkal pada organ bagian dalam (jauf) seperti mulut, hidung, dan telinga. Jika hal itu tidak sengaja, maka puasa tetap sah.
2. Berobat dengan cara memasukkan obat atau benda melalui qubul (lubang bagian depan) atau dubur (lubang bagian belakang). Seperti pengobatan bagi orang yang menderita ambeien atau orang yang sakit dengan pengobatan memasang kateter urin.
3. Muntah dengan disengaja. Sehingga, orang yang muntah karena tidak disengaja maka puasanya tidak batal selama tidak ada muntahan yang ditelan.
4. Melakukan hubungan suami istri di siang hari puasa dengan sengaja. Untuk yang keempat ini tidak hanya membatalkan puasa, tetapi orang yang melakukannya juga dikenai denda (kafarat). Denda tersebut berupa melakukan puasa (di luar Ramadhan) selama dua bulan berturut-turut. Jika tidak maka ia harus memberi makan satu mud (0,6 kg beras atau ¼ liter beras) kepada 60 fakir miskin.
5. Keluar air mani (sperma) sebab bersentuhan kulit. Seperti mani yang keluar karena melakukan onani atau bersentuhan kulit dengan lawan jenis tanpa melakukan hubungan seksual. Berbeda jika keluar mani sebab mimpi basah (ihtilam), maka puasanya tetap sah.
6. Haid atau nifas saat siang hari berpuasa. Wanita yang mengalami haid atau nifas, selain puasanya batal juga diwajibkan untuk mengqadhanya ketika Ramadhan usai nanti.
7. Mengalami gangguan jiwa atau gila (junun) saat sedang berpuasa. Orang yang sedang melaksanakan puasa Ramadhan di siang hari, kemudian gila, maka puasanya batal. Orang tersebut harus mengqadhanya jika ia sudah sembuh.
8. Murtad atau keluar dari agama Islam. Artinya, jika orang yang sedang berpuasa melakukan hal-hal yang bisa membuat dirinya murtad seperti menyekutukan Allah swt atau mengingkari hukum-hukum syariat yang telah disepakati ulama (mujma’ ‘alaih).
Dalam pembahasan kali ini, kita fokuskan pada poin ke lima yaitu:
Hukum Onani saat Berpuasa.
Setidaknya kita menemukan empat kata kunci, yaitu:
1) Onani/masturbasi (istimna’)
2) Orgasme yang ditandai dengan ejakulasi (inzal) 3) Kontak fisik laki-laki dan perempuan berupa sanggama/hubungan badan atau lainnya (mubasyarah)
4) Pembatalan puasa (ifthar).
Keterangan perihal onani dalam kaitannya dengan ibadah puasa dapat ditemukan antara lain pada Kitab Al-Majmu’ berikut ini:
إذا استمنى بيده وهو استخراج المنى افطر بلا خلاف عندنا لما ذكره المصنف
Artinya, “Bila seseorang melakukan onani dengan tangannya–yaitu upaya mengeluarkan sperma–, maka puasanya batal tanpa ikhtilaf ulama bagi kami sebagaimana disebutkan oleh penulis matan (As-Syairazi),” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, [Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah: 2010 M], juz VI, halaman 286).
Aktivitas onani yang dilakukan hingga ejakulasi dapat membatalkan puasa karena kesamaan ejakulasi yang disebabkan mubasyarah. Keterangan ini dapat ditemukan pada Kitab Al-Majmu’ berikut ini:
وان استمنى فانزل بطل صومه لانه انزال عن مباشرة فهو كالانزال عن القبلة ولان الاستمناء كالمباشرة فيما دون الفرج من الاجنبية في الاثم والتعزير فكذلك في الافطار
Artinya, “Jika seseorang beronani lalu keluar mani atau sperma (ejakulasi) maka puasanya batal karena ejakulasi sebab kontak fisik (mubasyarah) laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang sama dengan ejakulasi sebab ciuman. Onani memiliki konsekuensi yang sama dengan kontak fisik pada selain kemaluan antara laki-laki dan perempuan, yaitu soal dosa dan sanksi takzir. Demikian juga soal pembatalan puasa,” (Lihat Imam An-Nawawi, 2010 M: VI/284).
Mazhab Syafi’i membedakan konsekuensi hukum atas inzal dari penyebabnya. Inzal atau ejakulasi yang disebabkan oleh sentuhan fisik dapat membatalkan puasa. Sedangkan inzal yang terjadi hanya semata pikiran jorok atau memandang dengan syahwat tidak membatalkan puasa.
المني إذا خرج بالاستمناء أفطر وإن خرج بمجرد فكر ونظر بشهوة لم يفطر وإن خرج بمباشرة فيما دون الفرج أو لمس أو قبلة أفطر هذا هو المذهب وبه قال الجمهور
Artinya, “Sperma jika keluar (ejakulasi) sebab onani, maka puasa seseorang batal. Tetapi jika mani keluar dengan semata-mata pikiran dan memandang dengan syahwat, maka puasanya tidak batal. Sedangkan ejakulasi sebab kontak fisik pada selain kemaluan, sentuhan, atau ciuman, maka puasanya batal. Ini pandangan mazhab Syafi’i. Demikian juga pandangan mayoritas ulama,” (Lihat Imam An-Nawawi, Raudhatut Thalibin wa Umdatul Muftin, [Beirut, Darul Fikr: 2005 M/1425-1426 H], juz II, halaman 247).
Adapun pembatalan puasa yang diakibatkan selain jimak tidak dikenakan kaffarah. Pembatalan puasa selain jimak adalah pembatalan puasa sebab makan, minum, onani, dan kontak fisik yang menyebabkan ejakulasi.
ولو أفسد صومه بغير الجماع كالأكل والشرب والاستمناء والمباشرات المفضية إلى الانزال فلا كفارة لأن النص ورد في الجماع وما عداه ليس في معناه هذا هو المذهب الصحيح المعروف
Artinya, “Bila seseorang merusak puasanya dengan selain jimak (hubungan seksual), yaitu makan, minum, onani, dan kontak fisik yang menyebabkan ejakulasi, maka tidak ada kaffarah karena nash hanya berbicara soal jimak. Sedangkan aktivitas selain jimak tidak termasuk dalam kategori jimak. Ini pandangan shahih dan terkenal mazhab Syafi’i,” (Lihat Imam An-Nawawi, 2005 M/1425-1426 H: II/261).
Larangan mubasyarah dapat ditemukan pada Surat Al-Baqarah ayat 187. Larangan mubasyarah, makan, dan minum ditentukan waktunya pada Surat Al-Baqarah ayat 187 berikut ini:
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَائِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ ۗ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۖ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ ۚ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ ۚ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
Artinya, “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa hubungan badan dengan istri kamu. Mereka pakaian bagimu. Kamu pun pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu mengkhianati nafsumu, lalu Allah mengampuni dan memaafkanmu kesalahanmu. Oleh karena itu, sekarang lakukan hubungan itu dengan mereka dan carilah karunia yang telah ditetapkan Allah untukmu. Makan dan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam karena fajar. Lalu sempurnakan puasa itu sampai (awal) malam. (Tetapi) jangan kamu berhubungan dengan mereka itu, saat kamu beri'tikaf di dalam masjid. Itulah batas ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka bertakwa.” (Surat Al-Baqarah ayat 187).
Onani menurut pandangan mazhab Maliki, Syafi’i, Hanbali, dan mayoritas ulama Hanafi, membatalkan puasa.
Bagi mereka, sentuhan kelamin laki-laki dan perempuan tanpa ejakulasi dapat membatalkan puasa. Tentu, ejakulasi dengan orgasme (penuh syahwat) lebih-lebih lagii membatalkan puasanya. (Al-Mausuatul Fiqhiyyah Al-Quwaitiyyah, [Kuwait, Wizaratul Awqaf was Syu’unul Islamiyyah: 1404-1427 H], juz IV, halaman 100).
Mereka yang membatalkan puasanya dengan onani wajib mengqadha puasanya pada bulan lain. Mereka juga tidak berkewajiban membayar kaffarah atas pembatalan puasa tersebut.
Wallahu a’lam.
Sumber : Dari beberapa bagian artikel NU Online.
Sekedar berbagi semoga bermanfaat.
Sumber FB : Alif Mubarok