HUKUM BAGI PENGHINA AGAMA
Oleh Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq
Perbuatan melecehkan syiar-syiar agama memiliki konsekuensi berat dalam Islam. Ulama sepanjang zaman sepakat bahwa perbuatan mencela, menghina dan merendahkan Islam seperti mencaci maki Allah atau Rasul-Nya atau melecehkan Al Qur’an adalah perbuatan dosa besar yang menyebabkan seseorang dihukumi murtad keluar dari Islam jika pelakunya muslim.
Dan bila pelakunya dari orang- orang di luar Islam, maka itu menjatuhkan ke dalam hukum kafir harbi yang boleh diperangi.[1]
๐๐ฎ๐น๐ถ๐น ๐ธ๐ฒ๐ต๐ฎ๐ฟ๐ฎ๐บ๐ฎ๐ป ๐บ๐ฒ๐ป๐ด๐ต๐ถ๐ป๐ฎ ๐ฎ๐ด๐ฎ๐บ๐ฎ ๐ฑ๐ฎ๐ป ๐ธ๐ฒ๐ธ๐ฎ๐ณ๐ถ๐ฟ๐ฎ๐ป ๐ฝ๐ฒ๐น๐ฎ๐ธ๐๐ป๐๐ฎ.
Allah ta’ala berfirman,
َูุฅِْู ََููุซُูุง ุฃَْูู َุงَُููู ْ ู ِْู ุจَุนْุฏِ ุนَْูุฏِِูู ْ َูุทَุนَُููุง ِูู ุฏُِِูููู ْ ََููุงุชُِููุง ุฃَุฆِู َّุฉَ ุงُْْูููุฑِ ุฅَُِّููู ْ ูุง ุฃَْูู َุงَู َُููู ْ َูุนََُّููู ْ َْููุชََُููู
“Jika mereka merusak perjanjian damainya sesudah mereka berjanji dan mereka mencerca agama kalian, maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang tidak dapat dipegang janjinya, agar supaya mereka berhenti.” (QS. AtTaubah : 12)
Rasulullah ๏ทบ bersabda :
ู َْู َِููุนْุจِ ุจِْู ุงูุฃَุดْุฑَِู، َูุฅَُِّูู َูุฏْ ุขุฐَู ุงََّููู َูุฑَุณَُُููู، َูุงَู ู ُุญَู َّุฏُ ุจُْู ู َุณَْูู َุฉَ: ุฃَุชُุญِุจُّ ุฃَْู ุฃَْูุชَُُูู َูุง ุฑَุณَُูู ุงَِّููู؟ َูุงَู: َูุนَู ْ
"Siapakah yang mau “membereskan” Ka’ab bin Asyraf ? Sesungguhnya ia telah menyakiti Allah dan rasul-Nya.”
Muhammad bin Maslamah bertanya, “Apakah Anda senang jika aku membunuhnya, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Ya”. (HR. Bukhari)
Umar bin Khattab berkata,
ู َْู ุณَุจَّ ุงููู ุฃْู ุณَุจَّ ุฃَุญَุฏًุง ู َِู ุงْูุฃَْูุจِูุงَุกِ َูุงْูุชُُُْููู
“Barangsiapa mencaci maki Allah atau mencaci maki salah seorang nabi-Nya, maka bunuhlah dia.”[2]
๐๐ฎ๐๐๐ฎ ๐ฝ๐ฎ๐ฟ๐ฎ ๐๐น๐ฎ๐บ๐ฎ ๐๐ป๐๐๐ธ ๐ฝ๐ฒ๐ป๐ด๐ต๐ถ๐ป๐ฎ ๐ฎ๐ด๐ฎ๐บ๐ฎ
Berkata al Imam al Qurtubi rahimahullah : “Ulama berdalil dengan ayat ini[3] atas wajibnya membunuh setiap orang yang mencerca agama Islam karena ia telah dihukumi kafir.”[4]
Imam Ibnu Katsir berkata, “Berdasar ayat di atas ditetapkan hukuman mati atas setiap orang yang mencaci maki Rasulullah ๏ทบ atau mencerca agama Islam atau menyebutkan Islam dengan nada melecehkan.
Oleh karena itu Allah kemudian berfirman maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang tidak dapat dipegang janjinya, supaya mereka berhenti, maksudnya mereka kembali dari kekafiran, penentangan dan kesesatan mereka.”[5]
Syaikh al Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Jika orang yang mencaci maki Islam tersebut adalah seorang muslim maka ia wajib dihukum bunuh berdasar kesepakatan ulama karena ia telah menjadi orang kafir murtad dan ia lebih buruk dari orang kafir asli.”[6]
Beliau juga berkata, “Mengolok-olok Allah atau ayat-ayat-Nya atau rasul-Nya adalah perbuatan kekafiran.”[7]
๐๐๐ธ๐๐บ ๐บ๐ฒ๐ป๐ฐ๐ฎ๐ฐ๐ถ ๐ฎ๐ด๐ฎ๐บ๐ฎ ๐ฑ๐ฒ๐ป๐ด๐ฎ๐ป ๐๐ถ๐ฑ๐ฎ๐ธ ๐๐ฒ๐ป๐ด๐ฎ๐ท๐ฎ
Karena beratnya masalah ini, sampai seakan-akan hukum syariat tidak ada udzur bagi yang melakukannya. Siapapun yang merendahkan simbol agama dengan jelas tanpa ada kemungkinan lain, lalu mengaku melakukannya karena "khilaf" tetap berlaku ketentuan syariat baginya.
Mayoritas ulama menetapkan bahwa mencaci maki Allah, Rasul, al Qur’an dan semisalnya dihukumi kafir meskipun dilakukan dengan tujuan bercanda atau bermain-main.
Berkata Ibnul Jauzi: “Ini menunjukkan bahwa sungguh-sungguh atau bermain-main dalam mengungkapkan kalimat kekufuran hukumnya adalah sama.”[8]
Imam An Nawawi berkata, “Seandainya ia mengatakan dalam keadaan ia minum khamar atau melakukan zina dengan melecehkan asma Allah, maka hukumnya kafir.”[9]
๐ฉ๐ผ๐ป๐ถ๐ ๐๐ฎ๐ป๐ด ๐ฑ๐ถ๐ท๐ฎ๐๐๐ต๐ธ๐ฎ๐ป
Jika pelakunya seorang muslim maka ulama madzhab sepakat bahwa hukum yang dijatuhkan atasnya adalah hukuman mati.
Ulama berbeda pendapat jika pelakunya orang kafir Dzimmi (kafir yang hidup dibawah naungan muslimin), menurut jumhur tetap diberlakukan hukuman mati, sedangkan menurut imam Abu Hanifah tidak dijatuhi hukum bunuh, namun di tahdzir dengan hukuman terberat.
Sedangkan bila yang melakukan negara atau kafir mu’ahad ( yang terikat perjanjian perdamaian) dengan kaum muslimin, maka ini menyebabkan batalnya perjanjian dengan muslimin dan bolehnya menyatakan perang terhadap negara tersebut.[10]
๐๐ฝ๐ฎ๐ธ๐ฎ๐ต ๐ฑ๐ถ๐๐ฒ๐ฟ๐ถ๐บ๐ฎ ๐ง๐ฎ๐๐ฏ๐ฎ๐ ๐ฝ๐ฒ๐ป๐ฐ๐ฎ๐ฐ๐ถ ๐บ๐ฎ๐ธ๐ถ ๐ฎ๐ด๐ฎ๐บ๐ฎ ?
Mereka yang melecehkan agama menurut jumhur ulama dari kalangan Hanafiyyah, Malikiyyah dan Syafi’iyyah masih bisa diterima taubatnya jika ia seorang muslim.
Sedangkan menurut madzhab Hanbali taubatnya tidak diterima dan langsung ditegakkan hukum had (bunuh) atasnya.[11]
๐ฆ๐ถ๐ธ๐ฎ๐ฝ ๐บ๐๐๐น๐ถ๐บ๐ถ๐ป ๐ฎ๐๐ฎ๐ ๐ฝ๐ฎ๐ฟ๐ฎ ๐ฝ๐ฒ๐ป๐ด๐ต๐ถ๐ป๐ฎ ๐ฎ๐ด๐ฎ๐บ๐ฎ
Tidak ada kewajiban melawan kemunkaran yang lebih besar dari melihat dihinakannya syiar Islam seperti al Qur'an. Maka wajib hukumnya atas setiap muslim untuk beramar ma’ruf nahi munkar sesuai dengan kesanggupannya.
Tidak boleh seseorang yang mengaku memiliki iman untuk mendiamkan kemunkaran besar yang terjadi. Dan adakah kiranya kemunkaran yang lebih besar dari pada melecehkan kitab suci al Qur'an ?
Sebagaimana kewajiban ini telah ditegaskan dalam sabda Nabi ๏ทบ :
ู َْู ุฑَุฃَู ู ُِْููู ْ ู َُْููุฑًุง َُْูููุบَِّูุฑُْู ุจَِูุฏِِู، َูุฅِْู َูู ْ َูุณْุชَุทِุนْ َูุจِِูุณَุงِِูู، َูุฅِْู َูู ْ َูุณْุชَุทุนْ َูุจَِููุจِِู َูุฐََِูู ุฃَุถْุนَُู ุงูุฅْูู َุงِู
"Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah dia merubahnya dengan tangannya. Apabila tidak mampu maka hendaknya dengan lisannya. Dan apabila tidak mampu lagi maka dengan hatinya, sesungguhnya itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim)
Dalam sejarah, muslimin pernah melakukan demonstrasi besar dalam memerangi maksiat utamanya para penghina agama, sebagaimana yang direkam oleh Ibnu Jauzi dalam kitab Al Muntazham fii Tarikh Al Muluk wa Al Umam (16/1390)
Maka menyikapi pelecehan yang dilakukan oleh kafir biadab dari Swedia dan Belanda baru-baru ini, sudah tetap sikap al Azhar yang menurunkan seruan boikot. Kita masyarakat umum harus berupaya mematuhi fatwa ulama tersebut sekuat tenaga.
Dan bagi pemilik kekuasaan dan siapapun yang punya kekuatan suara dan sikap, wajib untuk memberikan tekanan dalam bentuk yang nyata kepada kedua negara, minimal untuk tidak membiarkan perbuatan warga negaranya menghina kitab suci kaum muslimin.
Ormas-ormas dan lembaga umat Islam harus menunjukkan sikap inkar munkar yang tegas, supaya umat ini tahu bagaimana mereka harus bersikap, dan agar umat lain gentar sehingga tidak main-main dengan syiar kaum muslimin.
๐Wallahu a’lam.
_________
[1] Al Mausu’ah al Fiqihiyyah al Kuwaitiyyah (13/231).
[2] Ikfarul Mulhidin fi Dharuriyatid Dien, hlm. 104, As Saif al Maslul ‘ala Syatimir Rasul, hlm. 201.
[3] Yakni ayat 12 dari surah at Taubah diatas.
[4] Al Jami’ li Ahkamil Qur’an (8/84)
[5] Tafsir al Qur’an al Adzhim (4/116)
[6] As Saiful mashlul ‘ala Syatim Ar Rasul, hlm. 546.
[7] Al Majmu’ al Fatawa (7/272).
[8] Zaadul Masiir (3/465).
[9] Raudhatuth Thalibin (10/67).
[10] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (14/56).
[11] Ibnu Abidin (3/290), Hasyiah Dasuqi (4/312), Mughni al Muhtaj (4/135), Kasyful Qina (6/177).
Sumber FB Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq