SAAT IMAM SAID MENJEMPUT SYAHID
(Bagian I)
Oleh Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq
Yang dikhawatirkan oleh orang-orang terhadap imam Sa’id bin Jubeir akhirnya benar-benar terjadi, sang gubernur Makkah Khalid bin Abdullah al Qasri akhirnya mengirim pasukannya yang dipimpin oleh seorang komandan yang bernama Multamis bin Ahwash untuk menangkap beliau.
Pasukan ini bergerak ke suatu daerah, hingga mereka sampai di sebuah biara, lalu menanyakan kepada pendeta penghuni biara tersebut tentang Sai’d bin Jubeir. Setelah disebutkan ciri-cirinya, pendeta itupun kemudian menunjukkan jalan menuju rumah Sa’id bin Jubeir rahimahullah.
Rombongan pasukan ini bergerak cepat menuju lokasi yang ditunjukkan. Dan benar di sana kemudian mereka menemukan sang imam sedang dalam keadaan sujud. Mereka memanggilnya dengan teriakan, sang imam dengan tenang mengakhiri shalatnya. Pasukan itu mendekat dan mengucapkan salam kepada beliau.
Sang imam menjawab salam mereka lalu bertanya, “Apakah aku harus ikut dengan kalian ?”
Mereka menjawab : “Iya, tidak boleh tidak.”
Sang imam bangkit sambil mengucap alhamdulillah. Lalu menyerahkan dirinya untuk dibawa oleh pasukan tersebut.
Pasukan ini pun bergerak. Ketika mereka tiba kembali di biara tempat pendeta yang menunjukkan jalan, mereka mampir di sana. Sang pendeta mengatakan : “Sebentar lagi waktu malam akan tiba, masuklah kalian ke dalam biara. Karena biasanya singa-singa dan harimau akan berkeliaran mencari mangsa.”
Pasukan itupun masuk ke dalam biara, namun Sa’id bin Jubeir menolak dan meminta agar dibiarkan berada di luar biara. Multamis, si komandan pasukan itu menghardik beliau : “Apakah engkau ingin merencanakan untuk melarikan diri ?”
Sa’id menjawab :
لا، ولكن لا أدخل منزل مشرك أبدا
“Saya tidak akan melarikan diri. Tapi alasannya karena saya tidak akan mau masuk ke tempat kesyirikan selama-lamanya.”
Mereka mengatakan : “Jika kami biarkan engkau di luar, singa juga akan memangsamu.”
Sang imam kembali menjawab :
لا ضير، إن معي ربي يصرفها عني، ويجعلها حرسا تحرسني
“Dia tidak akan membahayakanku. Sungguh yang bersamaku adalah Tuhanku. Bahkan Dia akan menjadikan singa itu sebagai penjaga untukku di malam ini.”
Pendeta itu bertanya kepadanya : “Apakah kamu seorang Nabi ?”
Sa’id menjawab :
ما أنا من الأنبياء، ولكن عبد من عبيد الله مذنب
"Bukan. aku bukan Nabi. Aku hanya hamba dari hamba-hamba Allah yang banyak dosanya.”
Akhirnya mereka meninggalkan sang imam berada di luar biara seorang diri, menutup semua pintu dan jendela rapat-rapat, tentu sambil membuat celah kecil guna bisa mengawasi dari balik jendela. Khawatir beliau celaka diterkam oleh singa atau malah melarikan diri.
Tidak lama kemudian datanglah seekor singa besar. Singa itu mendekati Sa’id bin Jubeir yang kala itu sedang mengerjakan shalat. Setelah mengamati beberapa saat, singa tersebut mendekat lalu menundukkan kepala kepada Sa'id bin Jubeir dan menjilat-jilat kepala beliau.
Tak lama datang lagi seekor singa lainnya, ia juga melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan oleh singa yang pertama. Lalu kedua singa itu duduk di samping Sa'id yang tetap dalam keadaan mengerjakan shalat.
Seluruh pemilik mata yang menyaksikan itu dibuat takjub dengan pemandangan yang mereka lihat. Sepanjang malam kedua singa itu duduk menderum disamping imam Sa’id bin Jubeir yang sedang shalat seperti sedang menjaganya.
Ketika waktu pagi tiba, sang pendeta langsung turun menemui Sa’id dan bertanya beberapa hal tentang agama Islam. Beliau pun kemudian menerangkan tentang ajaran syariat dan sunnah Nabi shalallahu’alaihi wassalam. Akhirnya pendeta dan para penghuni biara lainnya mengucapkan kalimat syahadat.
Multamis sang komandan pasukan berkata : “Wahai Sa’id, kami memang diperintahkan untuk menangkapmu, namun, silahkan perintahkan kepada kami apapun yang engkau mau.”
Sa’id bin Jubeir menjawab :
امضوا لأمركم، فإني لائذ بخالقي ، ولا راد لقضائه
“Tunaikan tugas yang diperintahkan kepada kalian, aku meminta perlindungan hanya kepada penciptaku dan tidak ada yang bisa menolak taqdirNya.”
Akhirnya pasukan itu kembali bergerak menuju Kuffah untuk membawa sang imam kepada Hajjaj bin Yusuf. Ketika mereka telah sampai di daerah yang bernama Wasith, dekat dengan tempat yang mereka tuju, imam Sa’id meminta kepada mereka agar ia diperkenankan shalat sepanjang malam di tempat tersebut. Pasukan itupun mengizinkannya tanpa syarat apapun.
Malam itu mereka menatap sang imam dengan pandangan iba. Sa’id bin Jubeir sejak bersama mereka menolak untuk makan dan minum. Namun ia tidak nampak lemah sama sekali dalam mengerjakan ibadah. Dan malam itu mereka menyaksikan sang imam sujud sambil menangis sepanjang malam.
Setelah Sa’id selesai shalat, Multamis berkata kepadanya :
يا خير أهل الأرض، ليتنا لم نعرفك، ولم نسرح إليك، الويل لنا ويلا طويلا، كيف ابتلينا بك! اعذرنا عند خالقنا يوم الحشر الأكبر
“Wahai sebaik-baik penghuni bumi, seandainya saja kami ini tidak mengenalmu sama sekali, sehingga kami tidak terlibat dalam kasus ini. Celaka kami dengan kecelakaan sepanjang usia kami. Bagaimana bisa kami menyerahkan orang seperti dirimu ? Maafkan dan mohonkan ampun atas diri-diri kami pada hari mahsyar yang dahsyat nanti.”
Imam Sa’id bin Jubeir menjawab dengan kelembutan dan mendoakan kebaikan untuk mereka. Komandan dan para pasukan itu semuanya menangis tersedu-sedu. Mereka sampai ada yang berkata : “Sungguh kami tidak akan bisa lagi bertemu dengan orang sepertimu selama-lamanya.”
Selanjutnya sang imam membersihkan diri dan pakaiannya. Setelah tiba waktu shubuh, beliau mengerjakan shalat lalu selanjutnya Ia bersiap-siap untuk segera bertemu sang jagal, Hajjaj bin Yusuf Ats Tsaqafi.
Bagaimanakah kisah selanjutnya ? Insyaallah kita lanjutkan di tulisan berikutnya...
_______
📜Siyar A’lam Nubala (4/321-330)
Sumber FB Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq
31 Oktober 2022 pada 09.24 ·