Mi'raj
Banyak dikisahkan bahwa selain diwajibkan mengerjakan shalat 5 waktu, kepada Nabi SAW diperlihatkan surga dan neraka ketika mi'raj.
Otomatis para ulama berdebat tidak habis-habisnya. Titik masalahnya, yang diperlihatkan itu apakah surga dan neraka betulan atau hanya 'show-unit' belaka?
Kalau memang surga dan neraka betulan, bukan kah surga dan neraka itu belum ada penghuninya sebelum kiamat terjadi? Bukankah 'serah terima' kunci surga baru akan terjadi setelah usai kiamat dan hisab nanti? Kok cerita Nabi SAW surga dan neraka kayak sudah ada penghuninya? Apakah mereka hanya stunt-man saja?
Tapi kalau bukan surga dan neraka betulan alias hanya penampakan, buat apa susah-susah naik ke langit sekedar nonton video surga neraka doang?
Ada banyak teori dan banyak pula bantahannya. Ada satu teori, lagi-lagi hanya teori, bahwa yang terjadi adalah 'time traveling'. Bahwa Nabi SAW diajak jalan-jalan ke masa depan. Nah ini rada keren sih hehe.
Nabi SAW bukan hanya pergi ke langit tujuh, tapi juga pergi ke masa depan, yaitu ke sebuah masa dimana kiamat kubra sudah terjadi, bahkan manusia sudah dibangkitkan dan pengadilan akhirat sudah usai. Semua manusia sudah selesai menjalani proses dihisab.
Saat itu umat manusia terbagi dua, ada yang masuk surga dan masuk neraka. Nah, ke titik timeline itulah Nabi SAW muncul dan bisa melihat-lihat.
Namanya juga sebuah teori, jangan terlalu dipercaya, apalagi diyakini. Pasti ada banyak kelemahannya.
Tapi yang bikin saya rada sejalan, ternyata kisah-kisah bagaimana kehidupan di surga dan neraka nanti sudah sering kali diulang-ulang dalam Al-Quran.
Salah satunya ayat yang menceritakan para penghuni surga reunian kumpul bareng, tapi ada beberapa teman yang tidak hadir.
Ternyata bukan tidak hadir, tapi karena memang tidak masuk surga. Mereka pada tersangkut dan nyangsrang di neraka.
Atas izin Allah, ternyata bisa dijalin komunikasi antara mereka, antara yang di surga dengan yang di neraka.
Dan tema yang dibicarakan apalagi kalau bukan penyebab alasan kok bisa masuk neraka. Dan jawabannya itu bikin kita mikir, karena dihitung sebagai orang yang tidak shalat. Pastinya karena meninggalkan shalat wajib lima waktu.
Analisanya bisa macam-macam, tapi yang paling realistis untuk ukuran zaman kita adalah shalat lima waktunya bolong-bolong.
Seharusnya sehari lima waktu, ternyata dikerjakan hanya sewaktu-waktu saja. Ada saja alasan untuk meninggalkan shalat, yang paling sering karena banyak event, kesibukan yang padat, macet di jalan, sampai kelupaan, ketiduran, kecapean dan kesiangan.
Yang jadi masalah kemudian beredar pemikiran aneh bahwa shalat yang sudah terlewat itu tidak perlu diganti, cukup taubat dan perbanyak amal shaleh.
Pemikiran hasil ngarang dan rada ngasal kayak gitu dengan pede-nya kemudian diajar-ajarkan ke banyak orang, baik di majelis taklim, pengajian, bahkan di media sosial. Seolah-olah itulah satu-satunya kebenaran.
Padahal justru kalau kita merujuk pandangan pakar fiqih, tak satu pun yang mengajarkan kayak gitu. Keempat mazhab yang muktamad ternyata kompak banget bahwa apapun alasannya, shalat lima waktu yang terlewat itu musti, kudu, wajib dan harus diganti.
rumahfiqih.com/pdf/5
Sumber FB Ustadz : Ahmad Sarwat