Nabi SAW dan Yahudi
oleh Ustadz Ahmad Sarwat
Hubungan antara risalah NAbi Muhammad SAW ternyata sangat erat dengan risalah Nabi Musa alaihissalam. Hal ini semakin nampak ketika kedua umat pengikut nabi itu saling berjumpa di Madinah.
Awalnya justru umat Nabi Musa yang datang ke negeri Arab mengabarkan akan kedatangan seorang nabi terakhir. Penduduk Madinah yang awalnya tidak percaya konsep kenabian atau secara umum akidah agama samawi, lama-lama pun terpengaruh.
Mereka kemudian mencari nabi yang diceritakan umat Yahudi dan kemudian beriman dan berbai'at sumpah setia di Aqabah, salah satu sudut Mina di musim haji. Dari sanalah kemudian Nabi SAW hijrah ke Madinah.
Padahal penduduk Mekkah sendiri malah jarang-jarang yang mau beriman kepada risalah agama samawi, karena buat mereka konsep agama samawi itu terlalu asing. Mereka tidak bisa memahami bagaimana Allah SWT bisa berbicara, lalu menurunkan kitab suci dan mengutus nabi. Cukup aneh dalam pandangan mereka.
Apalagi sampai ada keyakinan bahwa setelah manusia mati dan dikubur jadi tanah, kok dibilang akan dibangkitkan kembali, lalu ada alam lain yang disebut akhirat dengan surga dan neraka. Hal-hal semacam itu jelas-jelas tidak masuk logika mereka.
Berbeda 180 derajat bila dibandingkan dengan penduduk Madinah. Dalam urusan keyakinan, rupanya mereka sudah banyak dipengaruhi akidah yahudi umat Nabi Musa. Dalam hal ini mereka memang meyakini semua rukun iman, yaitu percaya atas keberadaan Allah, malaikat, nabi dan rasul, kitab-kitab suci samawi, termasuk juga hari kiamat dan kehidupan akhirat.
Dan bukan hanya dalam masalah konsep dasar rukun iman, namun dalam beberapa bentuk praktek hukum syariah, ternyata ada beberapa kesamaan.
1. Kiblat Shalat ke Baitul Maqdis
Kiblat shalat umat Nabi Muhammad SAW awalnya bukan ke Ka'bah atau Masjid Al-Haram di Mekkah, tetapi ke Baitul Maqdis atau Masjid Al-Aqsha di Palestina.
Benar bahwa Nabi SAW sesekali shalat dari balik Ka'bah namun menghadap ke Baitul Maqdis, namun teknik dobule kiblat itu jelas tidak selalu dilakukan. Hanya sesekali saja dan tidak bisa setiap saat.
Setidaknya kalau orang musyrikin Mekkah lagi asyik menyembah berhala di pelataran Ka'bah, tidak mungkin Nabi SAW membarengi mereka dengan melakukan shalat di depan Ka'bah. Nanti jadi ibadah bareng-bareng dong.
Masa-masa shalat menghadap Baitul Maqdis ini kalau dihitung-hitung cukup lumayan lama juga tuh. Sebab masa kenabian di Mekkah saja sudah 13 tahun lamanya. Dan ayat pemindahan kiblat disepakati ulama terjadi di Madinah. Masa MAdinah hanya 10 tahun saja.
2. Puasa 10 Muharram
Dan ketika Nabi SAW akhirnya tiba di Madinah, Beliau SAW diperintahkan berpuasa oleh Allah SWT. Ternyata ada riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi SAW sempat berpuasa ikut bareng yang para Yahudi Madinah pada tanggal 10 Muharram.
Bagi Yahudi, tanggal itu merupakan hari Raya agama, karena di hari itulah Musa diselamatkan Allah SWT dari kejaran tentara Firaun. Mereka menjadikan hari itu sebagai hari raya dan merayakannya dengan cara berpuasa di hari raya.
Bahkan sampai hari ini puasa ikut hari raya umat Yahudi masih berlaku buat kita, meski statusnya diturunkan menjadi puasa sunnah, walaupun awalnya justru merupakan puasa wajib, sebelum diwajibkan puasa Ramadhan.
3. Keharaman Makanan
Bangsa yahudi umat Nabi Musa ternyata juga dilarang memakan bangkai dan semua yang najis. Termasuk haram juga bagi mereka makan babi, anjing dan minum khamar.
Dan ternyata umat Nabi Muhammad SAW juga diberlakukan hukum yang kurang lebih sangat mirip, meski nantinya tetap ada perbedaan yang esensial.
4. Hukum Pidana
Beberapa hukum pidana seperti hukum qishash, potong tangan, rajam pezina dan lainnya, rupanya juga ada beberapa kemiripan dengan yang diperintahkan kepada umat Nabi Musa.
Kaidah Hukum
Terkait beberapa kesamaan ini, ternyata memang ada kajian ilmiyahnya dalam gugus ilmu hukum fiqih dan ushul fiqih. Namanya kajian Syar'u Man Qablana, termasuk salah satu sumber hukum Islam juga.
Prinsip dasarnya, hukum yang diperintahkan kepada umat terdahulu memang bisa saja berlalu buat kita. Namun ada koridornya yaitu semua kembali kepada NAbi SAW, apakah Beliau SAW mengiyakan atau malah melarangnya.
Kalau Nabi SAW mengiyakan, maka syariat umat terdahulu itu resmi menjadi bagian dari syariat kita juga. Sedangkan kalau Nabi SAW menolaknya, maka kita buang dan tinggalkan.
Yang jadi masalah apabila kita tidak menemukan petunjuk yang valid tentang hal itu dari Nabi SAW, sehingga sering terjadi pecah pendapat di kalangan ulama.
Yahudi Memusuhi Nabi SAW
Lalu bagaimana ceritanya Yahudi yang awalnya begitu nyambung kok akhirnya malah jadi bermusuhan dengan Nabi SAW?
Panjang ceritanya, tapi salah satunya karena Allah SWT berkehendak menjadikan syariat Nabi SAW menjadi lebih khusus dan spesifik. Ada banyak koreksi yang turun kemudian, hingga apa-apa yang dulunya ikut Yahudi kemudian jadi berdiri sendiri.
Yang paling kentara urusan pemindahan kiblat. Pihak yang paling terpukul jelas Yahudi. Soalnya mereka sudah terlanjur bangga, tiba-tiba Allah punya rencana lain.
Nabi SAW dan umatnya diperintahkan memindahkan kiblat mereka ke Masjid Al-Haram, tidak lagi ke kiblat Yahudi.
Bagaimana reaksi yahudi dengan ketentuan Allah SWT ini?
Jelas sekali mereka marah, kesal, ngamuk, kecewa dan tidak terima. Tidak masuk dalam logika mereka, kenapa kok Allah SWT, tuhan yang Maha Kuasa itu, bisa-bisa mengubah-ubah hukum yang telah ditetapkan-Nya sendiri.
Nampaknya kekesalan mereka kepada Allah harus ada sasaran amukannya. Siapa lagi kalau bukan Nabi SAW dan umatnya. Mereka kecewa sama Allah, tapi yang diamuk Nabi SAW dan umatnya.
Jadilah mereka musuh Allah sekaligus musuh Nabi SAW. Dan mulai lah kalangan sakit hati itu bikin ulah dan banyak tingkah.
Puncaknya sampai teganya mereka mengkhianati Piagam Madinah yang sudah mereka sepakati di awal.
Yahudi kembali jadi benalu buat kaum muslimin. Jadi musuh dalam selimut, menohok kawan seiiring, menggunting dalam lipatan dan menyalip di tikungan.
Jadi mau nya apa yahudi-yahudi itu?
Maunya jadi Tuhan, playing God. Maunya Nabi SAW kembali lagi berkiblat ke Baitul Maqdis dan ikut lebaran Yahudi seperti sebelumnya.
Dan itu namanya menveto Allah. Allah kok diveto?
Dalam hal ini Allah SWT pun sudah berikan klarifikasi di dalam Al-Baqarah 120.
ولن تَرْضَىٰ عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ ۗ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَىٰ ۗ وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ ۙ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (QS. Al-Baqarah : 120)
Sumber FB Ustadz : Ahmad Sarwat
13 Oktober 2022 pada 13.53 ·