Nabi dan Perkara Bid'ah
Oleh : Rahmat Taufik Tambusai
Ketika Nabi melihat ada amalan sahabat yang belum pernah dicontohkan dalam syariat, tidak serta merta menyalahkannya, apalagi membidahkannya.
Sebagai contoh, sholat sunnah setelah wudhu yang dilakukan bilal, tata cara masbuk yang dilakukan oleh muaz bin jabal, talbiyah yang dilakukan oleh ibnu umar, berzikir menggunakan batu oleh shofiah, bacaan iftitah, mengulang - ulang surat al ikhlas setiap sholat oleh sahabat yang lainnya dll tidak disalahkan oleh nabi, malahan dijadikan bagian dari amal sholeh.
Sikap nabi tidak menyalahkan amalan tersebut merupakan pedoman bagi umat, bahwa apabila ada amalan yang masih dalam koridor dan kaidah agama maka boleh dilakukan.
Berdasar sikap nabi tersebut maka dijadikan oleh para sahabat, tabiin, tabiut tabiin dan ulama mazhab sebagai tolok ukur dalam memahami syariat.
Sehingga umar bin khattab membuat sholat tarawih berimam, dan usman bin affan membuat azan dua kali pada hari jumat yang tidak pernah dicontohkan oleh nabi.
Dengan adanya pengakuan dari nabi atas amalan sahabat yang belum pernah diajarkan maka para sahabat membuat kesimpulan selama tidak keluar dari ajaran islam dan merubah syariat maka dibolehkan.
Dan pemahaman sahabat, tabiin, tabiut tabiin dan ulama Mazhab sejalan dengan hadits nabi :
من احدث فی امرنا هذا ما لیس منه فهو رد رواه مسلم
Barang siapa membuat hal baru dalam agama kami, yang bukan dari agama maka ia tertolak.
Kunci dari hadits ini terletak pada kalimat ما لیس منه yang maknanya yang tidak ada sandarannya dari syariat, jika ada sandarannya dalam syariat maka tidak termasuk yang tertolak.
Sebagai contoh maulid nabi, di dalamnya ada taklim, dan taklim merupakan perintah agama, ada tausiah, juga merupakan perintah agama, ada santunan anak yatim, juga perintah agama, lalu dibungkus dengan nama maulid nabi, sedangkan isinya semuanya bersumber dari agama, maka maulid nabi tidak termasuk yang tertolak karena sesuai dengan ajaran agama islam.
Hanya karena istilah maulid nabi belum ada pada masa kenabian, lalu dibidahkan, dianggap bukan dari ajaran agama islam, dan dituduh menyerupai orang kafir.
Emang orang kafir ketika memperingati kelahiran nabi mereka, apakah ada baca ayat al quran, hadits nabi, tahlil dan sholawat, Kan tidak ada, kenapa disamakan dengan sesuatu yang berbeda ?
Yang anehnya lagi, mereka katakan tahlilan dari agama budha, apakah ada kalimat لا اله الا الله dalam kitab mereka ? kan tidak ada, kok beraninya mereka mengatakan dari ajaran budha.
Tahlilan istilah yang dipakai untuk rangkaian bacaan surat dan ayat pendek, zikir, tahlil, sholawat dan doa, baik dibaca sendiri maupun berjamaah, semuanya itu bersumber dari agama, jika mengikuti hadits diatas maka acara tahlilan tidak tertolak dan bukan bidah.
Berdasarkan sikap perbuatan, ucapan dan takrir dari nabi diatas, ulama Mazhab membuat satu kaidah pedoman dalam menilai suatu perkara yang baru, apabila tidak bertentangan dengan Al Quran, sunnah dan ijma maka tidak termasuk bidah muharramah.
Contoh bidah yang tertolak, sholat subuh 4 rakaat , zuhur 2 rakaat, atau menambah dan mengurangi sesuatu yang sudah ditetapkan syariat yang tidak boleh ada penambahan dan pengurangan padanya.
Adapun amalan yang tidak ditetapkan secara baku dalam prakteknya, maka boleh dilakukan sesuai kemampuan selama tidak keluar dari koridor ajaran islam, apalagi masuk ke dalam keumuman dalil atau ada dalil yang menguatkannya.
Zikir berjamaah masuk ke dalam keumuman dalil yang memerintahkan untuk berzikir, یاایهاالذین امنوا ذكروا الله , perintah dalam ayat ini menggunakan bentuk jamak, hai orang orang beriman ingatlah kalian akan Allah, kemudian dikuatkan dengan hadits ibnu abbas yang menceritakan, aku tahu nabi dan sahabat telah selesai sholat, terdengar suara zikir mereka.
lafaz zikirnya dari ajaran agama dan dipraktekkan oleh sahabat setelah sholat, apakah dikatakan juga dengan bidah muharramah yang tertolak ?
Jika ada yang mengatakan bidah muharramah, sesungguhnya pendapatnya tersebut yang bidah, karena meniadakan zikir bagian dari ajaran agama.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: «كُنْتُ أَعْرِفُ انْقِضَاءَ صَلاَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالتَّكْبِيرِ
أَنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ، بِالذِّكْرِ حِينَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنَ المَكْتُوبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ» وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: «كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوا بِذَلِكَ إِذَا سَمِعْتُهُ»
Telah diriwayatkan kepada kami dalam Shahih al-Bukhari dan shahih Muslim dari Ibnu Abbas, beliau berkata:
“Aku mengetahui bahwa shalat Rasulullah Saw telah selesai ketika terdengar suara takbir”.
Dalam riwayat Muslim disebutkan, “Kami mengetahui”.
Dalam riwayat lain dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Abbas, “ Sesungguhnya mengeraskan suara ketika berzikir selesai shalat wajib telah dilakukan sejak masa Rasulullah Saw”.
Ibnu Abbas berkata, “Saya mengetahui bahwa mereka telah selesai melaksanakan akan shalat ketika saya mendengarnya”. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Sikap nabi terhadap hal perkara bidah tidak seekstrim wahhabi, karena nabi diutus untuk memasukkan manusia ke agama islam, sedangkan wahhabi mengeluarkan umat islam dari agamanya.
Dalu - dalu, 11 Agustus 2022
Yuk umroh yang minat hubungi kami.
Sumber FB Ustadz : Abee Syareefa
11 Agustus 2022 pada 17.43 ·