MAKNA MUSYAFAHAH; KOMUNIKASI SECARA LANGSUNG ANTARA NABI MUSA DAN ALLAH
Sebuah akun fake dengan nama palsu Naila Indah mengirim SS salah satu buku mereka yang mengklaim bahwa Imam Abul Hasan al-Asy'ari menetapkan suara bagi kalamullah. Seperti sudah dimaklumi oleh seluruh pelajar akidah, dalam mazhab Asy'ariyah yang merupakan mayoritas Ahlussunnah wal Jamaah, dinyatakan dengan jelas bahwa kalamullah itu tanpa suara dan huruf. Ini adalah ajaran Imam Abul Hasan AL-Asy'ari yang sangat terkenal dan diikuti oleh oleh semua Asy'ariyah hingga kiamat. Tapi bagaimana bisa ada SS buku wahabi yang mengklaim sebaliknya? Yuk kita bahas ini....
Penulis buku di SS ini mengutip perkataan di Ibanah karya Imam Abul Hasan yang menyebutkan :
والتكليم هو المشافهة بالكلام
"Kata taklim adalah berkomunikasi secara musyafahah"
Nah di poin kata musyafahah inilah kita dapat menemukan trik yang dipakai penulis untuk memelintir ajaran Imam Abul Hasan. Dia mengartikan musyafahah dengan merujuk pada perkataan al-Jauhari yang mendefinisikan musyarahah sebagai: "Bicara dari mulut ke mulut". Dari situ kemudian penulis tersebut secara tidak amanah mengklaim bahwa menurut Imam Abul Hasan, kalamullah itu memakai suara dan huruf sebab penafsiran mulut ke mulut itu tadi. Secara akademis ini adalah kecurangan yang tidak bisa diampuni dan sangat memalukan. Harusnya penulis itu berkata: "Saya menafsiri perkataan Abul Hasan al-Asyari sebagai berikut", bukan malah berkata: "Abul Hasan al-As'ari berpendapat sebagai berikut".
Lalu benarkah tafsiran tersebut? Tentu saja tidak benar. Itu hanya tafsiran pribadi penulis yang secara tidak amanah dia nisbatkan ke Imam Abul Hasan, padahal sudah amat jelas ajaran imam Abul Hasan tentang hal ini yang diriwayatkan dari generasi ke generasi bahwa kalamullah tanpa suara dan huruf. Sangat disayangkan saya sering menemukan tradisi tidak amanah semacam ini dalam buku kaum wahabi.
Lalu apa makna musyafahah? Kata ini punya beragam makna. Makna pertama berasal dari kata شفة yang berarti bibir lalu berubah menjadi شافه yang berarti menggerakkan bibir untuk berbicara sehingga kata مشافهة artinya "bicara dari bibir ke bibir". Makna pertama inilah yang disinggung oleh al-Jauhari di atas. Dari sini sebenarnya kita bisa tahu bahwa makna ini adalah makna musyafahah dari perspektif percakapan antar manusia, bukan antara manusia dan Tuhan. Namun, kita akan bahas ini nanti di bagian akhir.
Makna kedua dinukil dalam Takmilah al-Ma'ajim sebagai berikut:
«تكملة المعاجم العربية» (6/ 329):
«اخبر فلاناً بشيء ما بالقول (معجم البلاذري) »
"Syafaha adalah mengabarkan sesuatu pada seseorang dengan perkataan/qaul/kalam".
Makna ketiga adalah berkomunikasi berhadap-hadapan sebagaimana disebutkan dalam kamus berikut:
«معجم اللغة العربية المعاصرة» (2/ 1219):
«شافَه الرَّجُلُ الرَّجُلَ: خاطبه وتكلّم معه وجهًا لوجه»
"Seseorang bermusyafahah dengan orang lain: Berbicara padanya dan berkomunikasi dengannya secara berhadap-hadapan"
Makna keempat adalah komunikasi jarak dekat sebagaimana disebutkan dalam kamus al-Muhith sebagai berikut:
«المعجم الوسيط» (1/ 488):
«(شافهه) مشافهة وشفاها خاطبه متكلما مَعَه والبلد أَو الْأَمر اقْترب مِنْهُ»
"Musyafahah adalah berkomunikasi dengan seseorang dalam kondisi tempatnya atau perkaranya dekat dari orang tersebut"
Selain keempat makna di atas, dalam berbagai kamus dan buku juga kita dapati bahwa kata musyafahah adalah lawan dari kitabah (tulisan). Biasanya musyafahah digunakan untuk istilah transmisi verbal dari satu orang ke orang lain dalam arti bukan transmisi tulisan.
Ada garis merah yang dapat dipahami dari makna kedua hingga keempat di atas, yakni musyafahah adalah berkomunikasi secara langsung tanpa perantara dari jarak dekat tanpa melalui media semisal tulisan atau apa pun. Inilah makna yang tepat untuk digunakan dalam konteks komunikasi antara Nabi Musa dan Allah. Di gunung Tursina, Nabi Musa mendapat wahyu secara langsung tanpa perantara Jibril. Wahyu itu pun bukan dalam bentuk tulisan yang turun dari langit tapi langsung dari Allah sendiri.
Apakah artinya Allah bersuara? Tentu tidak. Kita harus melibatkan imajinasi atau khayalan liar untuk sampai pada kesimpulan konyol semacam ini. Komunikasi secara langsung antara dua entitas yang berbeda tidak harus menggunakan cara yang sama. Nabi Musa tentu memakai suara dan huruf, tapi Allah tentu saja tidak demikian sebab Allah tidak mengeluarkan makhluk (suara/huruf adalah makhluk). Saya sudah menulis soal ini dalam postingan sebelumnya berjudul "Bagaimana Allah berkalam pada Musa?", silakan baca di sana tentang ini secara detail.
Dalam al-Qur'an kita diberitahu bagaimana Nabi Sulaiman mendengar komunikasi gerombolan semut yang berada di kejauhan. Sudah maklum dalam sains bahwa semut tidak berkomunikasi dengan suara atau huruf tetapi dengan antena mereka, namun demikian Nabi Sulaiman "mendengarnya". Andai kita bayangkan Nabi Sulaiman bercakap-cakap dengan semut, maka yang bisa kita dengar hanyalah suara Nabi saja sedangkan semutnya tetap takkan mengeluarkan suara/huruf. Terlalu mengkhayal apabila semutnya kita anggap bersuara lalu suaranya didengar Nabi Sulaiman. Sekali lagi, harus dipahami bahwa komunikasi secara langsung (musyafahah) antara dua entitas yang berbeda tidak harus menggunakan cara yang sama. Bila ini dipahami, seharusnya masalah ini akan terang benderang terurai.
Andai kita paksakan memakai makna pertama bahwa musyafahah adalah dari mulut ke mulut atau dari bibir ke bibir yang bergerak mengeluarkan suara, maka siapakah yang berani berkata bahwa Allah memiliki mulut atau bibir yang bergerak-gerak? Apakah penulis buku itu atau akun fake Naila Indah atau pengaku salafi yang lain berani menetapkan keberadaan mulut atau bibir Allah? Bila berani, maka akan jatuh pada bid'ah yang tercela. Bila tidak berani, maka disepakati bahwa makna pertama itu tidak bisa dipakai dalam konteks Allah sehingga gugurlah istidlal penetapan suara Allah berdasarkan kata musyafahah di kitab Ibanah tersebut. Sungguh sesat sekali khayalan bahwa Allah mempunyai anggota tubuh yang bergetar dan bergerak-gerak hingga mengeluarkan suara dan huruf, bahkan orang awam pun akan merasakan bahwa khayalan tajsim semacam ini sesat dan menyesatkan.
Wallahu a'lam, semoga bermanfaat.
Sumber FB Ustadz : Abdul Wahab Ahmad
22 Mei 2022 pada 13.47 ·