Sunnah vs Tradisi
Sudah jadi tradisi bangsa kita pulang kampung alias mudik tiap lebaran. Kalau sampai dilarang-larang, maka kita akan merasa seolah beragama kok dilarang-larang, kayak hidup di zaman Firaun saja.
Padahal kalau kita telusuri ke belakang, zaman para ulama salafunashshalih, para tabi'in bahkan para shahabat, tradisi mudik itu tidak pernah disebut-sebut.
Bahkan lebih jauh lagi, Rasulullah SAW sendiri meski mengalami 9 kali Ramadhan, belum pernah sekalipun mudik lebaran. Tidak ada cerita di tengah Ramadhan beliau sibuk cari tiket urusan mudik.
Yang ribet mudik itu kita doang, dengan segala tradisi yang mengakar. Pokoknya kalau sampai lebaran nggak mudik, bisa jadi urusan.
Sampai botak pun tidak akan ketemu ayat atau hadits yang memerintahkan umat Islam musti kudu wajib mudik di Hari Raya Idul Fithri. Adanya sekedar shalat Idul Fithri, dengan kesunnahan puasa sebelum shalat serta berbagi zakat fithrah.
Mudik? Nggak ada
Salam-salaman, maaf-maafan, saling kunjung, halal bi halal, THR dan cuti lebaran pun juga tidak dikenal di masa kenabian.
Semua itu tidak punya dasar dari perbuatan Nabi SAW, termasuk para shahabat.
Lalu kalau tidak ada dasarnya, kenapa kita bebas melakukannya sekarang ini? Kok nggak diharamkan dan dibilang bid'ah? Kok nggak diancam-ancam masuk neraka? Kok nggak dibilang menyelisihi Sunnah?
Bukankah kemarin ada yang bilang, seandainya semua tradisi ini baik, pastilah Nabi SAW sudah mengerjakannya juga. Dan ternyata tak satu pun yang Nabi SAW kerjakan. Seharusnya kita semua dosa dan masuk neraka.
* * *
Ternyata kita justru masih rajin dan aktif menjalankan tradisi yang sama sekali tidak pernah nabi ajarkan dan tidak pernah pula beliau contohkan.
Dan kita tidak harus merasa salah apalagi berdosa. Logikanya sederhana saja, tidak mentang-mentang nabi meninggalkannya lantas hukumnya jadi haram.
Haram itu kalau Nabi SAW larang, bukan kalau Nabi meninggalkannya.
Kalau cuma mau cari perbuatan yang Nabi SAW tidak pernah kerjakan, tapi justru kita rajin mengerjakannya, ada banyak banget contohnya.
Ngomong-ngomong, masih pada buka dan sahur pakai nasi, kan?
Nah ketahuilah bahwa Nabi SAW tidak pernah berbuka dan sahur pakai nasi. Selama masih pakai nasi, tidak lah sesuai dengan Sunnah.
Makan sahur dan berbuka pakai kurma, maksudnya hanya kurma, makan sahur sepiring kurma, berbuka sepiring kurma dan tidak usah makan yang lain, biar benar-benar sunnah.
Bersunnah kok setengah-setengah?
Baca juga kajian Sunnah berikut :
- Salah Satu Sunnah yang Ditinggalkan
- Penentang Dakwah Sunnah dan Salaf?
- Tidak Ada yang Benci Sunnah
- Memuji Rasulullah saw itu Sunnah
- Akibat Langsung ke Qur'an dan Sunnah
Sumber FB : Ahmad Sarwat
5 April 2022 ·