Puasanya Para Nabi Terdahulu

Puasanya Para Nabi Terdahulu

PUASANYA PARA NABI TERDAHULU

Sarinyala.id 

Sebelum Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam, puasa juga sudah diperintahkan kepada umat² terdahulu. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an pada ayat pensyari’atan puasa, Surat Al-Baqarah ayat 183.

 ... كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

" .. Sebagaimana telah diwajibkan kepada umat sebelummu.” (QS. Al-Baqarah : 183).

Meski bukan dilakukan saat bulan Ramadan, puasa yg dilakukan oleh umat² terdahulu, bertujuan untuk membersihkan diri (bertaubat) dan mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah subhanahu wa ta'ala.

Mengutip pendapat Abu Ja'far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib Al-Amali Ath-Thabari, lebih dikenal sbg Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari atau hanya Imam Ath-Thabari rahimahullah (wafat 17 Februari 923 M Bagdad Irak) dalam kitab Tafsirnya (Jeddah: Muassasah al-Risalah, Cetakan I, 2000, Jilid 3, h. 410) menyatakan bahwa para ulama tafsir sendiri berbeda pendapat mengenai maksud “sebagaimana diwajibkan atas orang² sebelum kamu,” di atas.

Dalam kitab Ahkaam Ash-Shaum Wa Al-I’tikaf  karya DR. Abu Sari’ Muhammad Abdul Hadi, disebutkan tiga perbedaan ulama mengenai pemahaman “Man qablanaa”

Pertama, yg dimaksud umat terdahulu itu adalah sejak Nabi Adam alaihis salam hingga umat Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ibnu Abi Hatim dari Abdullah Ibnu Umar Radhiyallahu Anhu, beliau berkata, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda :

صيام رمضان كتبه الله على الأمم قبلكم

“Puasa Ramadhan telah Allah wajibkan atas umat² sebelum kalian.”

Perkataan ini telah diriwayatkan dari Imam Qatadah bin Di’amah bin Qatadah bin ‘Ukabah As-Sadusi Al-Bashri atau Imam Qatadah rahimahullah (680 - 735 M Wasit, Irak) dan Abu Sa'id Al-Hasan ibn Abil-Hasan Yasar Al-Bashri atau Imam Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah (wafat 15 Oktober 728 M, Basrah, Irak)

Kedua, yg dimaksud ummat terdahulu dalam ayat itu adalah ahlul kitab, tegasnya adalah kaum Yahudi dan Nasrani. Keterangan ini diriwayatkan oleh Imam Mujahid Bin Jabir rahimahullah (642 - 722 M, Mekkah) dan Ibnu ‘Abbas radliyallahu anhu (wafat 687 M di Thaif).

Ada pula yg berpendapat bahwa maksud orang² terdahulu di sana adalah Ahli Kitab, dalam hal ini adalah kaum Yahudi, sebagaimana dalam riwayat Imam Mujahid Bin Jabir rahimahullah (642 - 722 M, Mekkah) dan Imam Qatadah bin Di’amah bin Qatadah bin ‘Ukabah As-Sadusi Al-Bashri atau Imam Qatadah rahimahullah (680 - 735 M Wasit, Irak). Dalam riwayatnya, Imam Qatadah mengungkapkan, “Puasa Ramadhan telah diwajibkan kepada seluruh manusia, sebagaimana yg diwajibkan kepada orang² sebelum mereka. Sebelum menurunkan kewajiban Ramadhan, Allah subhanahu wa ta'ala menurunkan kewajiban puasa tiga hari setiap bulannya.”

Ada pula yg berpendapat bahwa, umat Yahudi dan Nasrani berpuasa Ramadan, kemudian ditambah 1 hari sebelum Ramadan, dan 1 hari setelah Ramadhan. Sehingga ini menjadi dasar diharamkannya puasa dia Ayyam Asy-Syak  (akhir bulan Sya’ban). Selain itu ada pula yg berpendapat, bahwa sisi penyerupaan antara puasa umat Islam saat ini dgn umat terdahulu adalah sama² dilarang makan, minum, dan berhubungan suami istri setelah bangun tidur. Tapi, syariat Islam membolehkan hubungan suami istri pada malam hari.

Ketiga, yg dimaksud umat terdahulu dalam ayat tsb adalah umat Nasrani saja, sebagaimana yg diriwayatkan oleh Abu Amr bin Syarahil bin ‘Abd bin Dzi Kibar Asy-Sya'bi atau Imam Asy-Sya’bi rahimahullah (wafat 104 H / 722 M).

Hal itu seperti yg dikutip Imam Ath-Thabari dari Al-Hafidh bin Musa bin Harun Al-Hammal, dari ‘Al-Fadhl bin Amr bin Hammad bin Zuhair bin Dirham At-Taimi Ath-Thalhi Al-Qurasyi, dari Asbath Abu al-Yasa` Al-Bashri, dari Ismail bin Abdurrahman As-suddi rahimahumullah Ia menyatakan, “Maksud orang² sebelum kita adalah kaum Nasrani. Sebab, mereka diwajibkan berpuasa seperti Ramadhan.

Pernyataan Musa ibn Harun juga termaktub dalam kitab Ath-Thabarani, yg menyatakan bahwa ibadah kaum Nasrani terdahulu adalah mirip seperti ibadah puasa sebelum Islam. Mereka tidak dibolehkan makan dan minum setelah tidur. Waktu puasa dimulai akhir Isya hingga bertemu waktu Isya di keesokan harinya. Namun, rupanya hal tsb memberatkan kaum Nasrani, sehingga mereka bersepakat untuk memindahkan waktu puasa ke pertengahan musim panas dan musim dingin. Waktu puasanya pun ditambah 20 hari, sehingga total menjadi 50 hari.

Dari ketiga pendapat diatas, mana yg paling rajih ? Menurut penulis kitab ini, DR. Abu Sari’ Muhammad Abdul Hadi, mengatakan pendapat pertamalah yg kuat, sebab ada hadits yg menyokongnya, yaitu hadis Ibnu Umar Radhiyallahu Anhu yg telah disebutkan diatas. Maka, keumuman ayat diatas menunjukkan bahwa puasa telah diwajibkan atas umat² terdahulu sebelum Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam, bukan hanya Nasrani dan Yahudi saja.

Jangka Waktu

Dalam hal ini, para ulama berbeda kepada dua pendapat.  Pertama, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah, bahwa puasa yg diwajibkan kepada umat² terdahulu yaitu satu bulan penuh. Dalilnya adalah hadits Ibnu Umar Radhiyallahu Anhu yg telah disebutkan diatas. 

Kedua, pendapat yg diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas radliyallahu anhu dan Imam ‘Atha ibn Rabah rahimahullah, bahwa umat² terdahulu, puasa tiga hari di setiap bulannya, dalilnya adalah hadits yg diriwayatkan oleh Mu’adz bin Jabal radliyallahu anhu bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda mendatangi Madinah dan berpuasa di hari ‘Asyura serta tiga hari di setiap bulan, kemudian Allah subhanahu wa ta'ala menurunkan ayat kewajiban puasa Ramadhan.

Dari kedua pendapat diatas jelas perbedaannya. Pendapat pertama, menegaskan umat terdahulu puasa dalam jangka waktu sebulan, sebagaimana umat islam saat ini. Pendapat kedua, tegas mengatakan umat terdahulu berpuasa hanya tiga hari dalam setiap bulannya. Lantas pendapat mana yg kuat ?

Menurut DR. Abu Sari’ Muhammad Abdul Hadi, dalam kitabnya mengatakan pendapat pertamalah yg kuat, sebagaimana dikuatkan oleh hadits Ibnu Umar Radhiyallahu Anhu. Juga jika melihat ayat 183 dalam Surat Al-Baqarah, “Telah diwajibkan kepada kalian puasa, sebagaimana telah diwajibkan atas umat² sebelum kalian,” sedang yg diwajibkan kepada kita, umat Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam adalah puasa sebulan, oleh karena itu pendapat pertama merupakan pendapat yg kuat.

Tatacara Puasanya

Imam Ibnu Katsir rahimahullah meriwayatkan dalam permasalahan ini, tatacara umat² terdahulu dalam melaksanakan puasa yaitu apabila mereka telah melaksanakan salat ‘atamah (isya), kemudian tidur, maka diharamkan bagi mereka untuk makan minum juga berhubungan badan dgn istri. Dalilnya adalah riwayat dari Ibnu ‘Abbas radliyallahu anhu :

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمْ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ} فَكَانَ النَّاسُ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَلَّوْا الْعَتَمَةَ حَرُمَ عَلَيْهِمْ الطَّعَامُ وَالشَّرَابُ وَالنِّسَاءُ وَصَامُوا إِلَى الْقَابِلَةِ فَاخْتَانَ رَجُلٌ نَفْسَهُ فَجَامَعَ امْرَأَتَهُ وَقَدْ صَلَّى الْعِشَاءَ وَلَمْ يُفْطِرْ فَأَرَادَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ يَجْعَلَ ذَلِكَ يُسْرًا لِمَنْ بَقِيَ وَرُخْصَةً وَمَنْفَعَةً

Hai orang² yg beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang² sebelum kamu. Dahulu orang² pada zaman Nabi apabila mereka telah melakukan shalat Isya` haram atas mereka untuk makan dan minum serta bercampur dgn istri. Mereka berpuasa hingga esok hari. Kemudian terdapat seseorang tak dapat menahan hawa nafsunya kemudian ia mencampuri istrinya setelah melakukan salat isya` dan belum berbuka, kemudian Allah ‘azza wajalla hendak menjadikan hal tersebut sbg kemudahan bagi waktu yg selanjutnya serta sebagai keringanan dan manfaat. (HR. Imam Abu Daud rahimahullah)

Berikut ini umat-umat sebelum Rasulullah yang berpuasa.

1. Nabi Adam As

Nabi Adam As berpuasa sebelum diturunkan ke bumi karena terbujuk rayuan setan untuk mendekati pohon terlarang. Menurut ulama besar ahli tafsir, Imaduddin Abul Fida' Ismail ibn Al-Khatib Syihabuddin Abu Hafsah Umar ibn Katsiral Ad-Dimasyqi Asy-Syafi'i atau Imam Ibnu Katsir rahimahullah (wafat 18 Februari 1373 M di Damaskus, Suriah) bahwa puasa Nabi Adam alaihis salam, dilakukan selama tiga hari tiap bulan sepanjang tahun. Pendapat lain mengatakan bahwa Nabi Adam alaihis salam berpuasa setiap tanggal 10 Muharam sbg ungkapan syukur atas pertemuannya dgn Ibu Hawa alaihas salam di Bukit Arafah.

Bahkan, ada keterangan dalam Tafsir Ats-Tsa‘labi, (Beirut: Daru Ihya al-Turats, Cetakan I, 2002, Jilid 2, h. 62) disebutkan bahwa Nabi Adam ‘alaihis salam pun pernah menjalankan puasa tiga hari setiap bulan. Diriwayatkan, sewaktu diturunkan dari surga ke muka bumi, Nabi Adam terbakar kulitnya oleh matahari, sehingga tubuhnya menghitam.

Kemudian, ia berpuasa pada hari ketiga, yakni tanggal lima belas. Kemudian, ia didatangi oleh Malaikat Jibril Alaihis Salam dan ditanya, “Wahai Adam, maukah tubuhmu kembali memutih ?” Nabi Adam menjawab, “Tentu saja.” Malaikat Jibril melanjutkan, “Berpuasalah engkau pada tanggal 13, 14, dan 15.” Ia pun berpuasa. Pada hari pertama, memutihlah sepertiga tubuhnya. Pada hari kedua, memutihlah dua pertiga tubuhnya. Pada hari ketiga, memutihlah seluruh tubuhnya. 

Maka selanjutnya, kemudian puasa ini disebut dgn puasa “ayyamul bidl” atau “hari² putih”.

2. Nabi Nuh As

Nabi Nuh alaihis salam berpuasa ketika sedang berada di atas bahtera yg dibuatnya, untuk menyelamatkan manusia yg beriman dari banjir bandang besar. Menurut Imam Ibnu Katsir rahimahullah, puasa nabi Nuh alaihis salam tsb, dilakukan selama satu tahun penuh, kecuali dua hari raya.

Ada juga penjelasan dari Abu Muhammad Abdurrahman bin Muhammad Abi Hatim bin Idris bin Mundzir bin Dawud bin Mihran bin Al-Handhali Ar-Razi atau Imam Ibnu Abi Hatim rahimahullah (854 - 938 M, Tus, Iran) dalam kitab Tafsir-nya (Jeddah: Maktabah Nazar Musthafa al-Baz, Cetakan III, 2000, Jilid 1, h. 303) berdasarkan riwayat Imam Adh-Dhahak, Abdullah Ibnu Abbas, dan Abdullah Ibnu Mas‘ud radliyallahu anhuma. Ia menyatakan bahwa puasa tiga hari setiap bulan juga biasa dilakukan oleh Nabi Nuh alaihis salam, juga oleh para nabi setelahnya, kemudian diikuti oleh Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam dan para sahabatnya. Puasa mereka dilakukan selama tiga hari setiap bulannya dan berbuka pada waktu isya.

Dalam kitab Tafsir Ath-Thabari rahimahullah, kembali dikemukakan, puasa ‘Asyura juga pernah dilaksanakan oleh Nabi Nuh ‘alaihis salam sewaktu turun dgn selamat dari kapal yg ditumpanginya.

Disebutkan, pada awal bulan Rajab, Nabi Nuh ‘alaihis salam mulai menaiki kapalnya. Saat itu, ia bersama para penumpang lainnya berpuasa. Kapal pun berlayar hingga enam bulan lamanya. Pada bulan Muharram, kapal berlabuh di gunung Judi, tepat pada hari ‘Asyura. Maka ia pun berpuasa, tak lupa memerintah para penumpang lain, termasuk hewan bawaannya, untuk turut berpuasa sbg bentuk syukur kepada Allah subhanahu wa ta'ala.

3. Nabi Ibrahim As

Nabi Ibrahim As berpuasa ketika dilemparkan oleh Raja Namrud ke dalam api. Beliau dalam keadaan berpuasa dan berdoa kepada Allah agar diselamatkan dari api yang panas sehingga api tersebut menjadi dingin.

4. Nabi Musa As

Nabi Musa As berpuasa saat beliau sedang bermunajat di Gunung Tursina selama 40 hari.

Kitab Taurat, meski tidak menerangkan kewajiban dan peraturan puasa sampai sedetail²nya, akan tetapi di dalamnya ada pujian dan anjuran kepada orang supaya berpuasa. Nabi Musa alaihis salam pernah berpuasa selama 40 hari. Sampai saat ini, orang Yahudi masih tetap melakukan puasa pada hari² tertentu. Misalnya puasa satu minggu sbg peringatan terhadap hancurnya Jerusalem dan diambilnya kembali. Dan puasa pada hari kesepuluh di bulan ketujuh menurut perhitungan mereka, yg mereka puasakan sampai malam hari.

5. Nabi Yusuf As

Nabi Yusuf As berpuasa saat beliau sedang menjalani hukuman di penjara akibat fitnah telah berbuat tidak senonoh kepada Zulaikha.

6. Nabi Yunus As

Nabi Yunus alaihis salam berpuasa saat berada dalam perut ikan nun (ikan paus). Ketika berbuka dikisahkan bahwa beliau memakan buah yg tumbuh di tepi pantai yg bentuknya seperti labu setelah dimuntahkan oleh ikan yg menelannya.

7. Nabi Syuaib As

Nabi Syuaib alaihis salam berpuasa di usia tuanya, beliau terkenal saleh dan banyak melakukan puasa. Kehidupan beliau pun sangat sederhana. Puasa bagi nabi Syuaib adalah sarana untuk mendekatkan diri dan bertaqwa kepada Allah subhanahu wa ta'ala.

8. Nabi Ayub As

Nabi Ayub alaihis salam  hidup dalam kekurangan, dan menderita penyakit menahun. Beliau banyak melakukan puasa dan beribadah kepada Allah subhanahu wa ta'ala.

9. Nabi Daud As

Nabi Daud alaihis salam biasa berpuasa satu hari dan berbuka (tidak berpuasa) satu hari. Disebutkan dalam perjanjian lama bahwa ketika putranya sakit keras Nabi Daud alaihis salam berpuasa selama tujuh hari untuk memohon kesembuhan anaknya. Namun, sang putra meninggal pada hari ketujuh beliau berpuasa.

Puasa Nabi Daud alaihis salam, dapat dilacak dari sabda Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, sewaktu ditanya oleh seorang laki², “Bagaimana menurutmu tentang orang yg berpuasa satu hari dan berbuka satu hari ?” Beliau menjawab, “Itu adalah puasanya saudaraku, Dawud alaihis salam.” Bahkan dalam hadits lain, beliau menyatakan:

أَفْضَلُ الصَّوْمِ صَوْمُ أَخِي دَاوُدَ، كَانَ يَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا

Sebaik²nya puasa adalah puasa saudaraku, Dawud alaihis salam. Ia berpuasa satu hari dan berbuka satu hari, (HR. Imam Ahmad rahimahullah). 

Berdasar hadits di atas, Nabi Dawud ‘alaihis salam juga memiliki kebiasaan berpuasa selang sehari. Puasa itu kemudian disunnahkan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam kepada ummatnya.

Itulah puasa² umat sebelum Islam dalam rangka menyucikan diri dan mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta'ala, sehingga memperoleh predikat takwa.

Wallahu A'lam. Semoga bermanfaat !!

Written from various sources by Al-Faqir Ahmad Zaini Alawi Khodim JAMA'AH SARINYALA Kabupaten Gresik

Sumber FB : Sarinyala.id sedang di Sinau Sejarah Jama'ah Sarinyala.

5 April 2022 pada 01.47  · Gresik, Jawa Timur  · 

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Puasanya Para Nabi Terdahulu - Kajian Ulama". Semoga Allah senantiasa memberikan Ilmu, Taufiq dan Hidayah-Nya untuk kita semua. aamiin. by Kajian Ulama Aswaja ®