๐ฆ๐ถ๐ธ๐ฎ๐ฝ ๐จ๐บ๐ฎ๐ ๐๐ฒ๐๐ถ๐ธ๐ฎ ๐จ๐น๐ฎ๐บ๐ฎ ๐๐ฒ๐ฟ๐ฏ๐ฒ๐ฑ๐ฎ ๐๐ฎ๐๐ฎ ๐ฑ๐ฎ๐ป ๐ฃ๐ฒ๐ป๐ฑ๐ฎ๐ฝ๐ฎ๐
Oleh: Fauzan Inzaghi
Saling kritik, saling serang pemikiran dan perbedaan sudut pandang yang nyaris tidak bisa bersatu antara dua ulama paling berpengaruh di Suriah pada masa itu dan sangat terkenal pada masa itu, bahkan semua orang tahu, yaitu antara Syekh Kuftaro (gurunya Syekh Rajab dan Syekh Adnan Afyuni, Mufti Damaskus) dengan Syekh Hasan Habannakeh (gurunya Syekh al-Buty dan Syekh Wahbah Zuhaily), bahkan kalangan awam sering menganggapnya perang dingin. Gaya Syekh Kuftaro yang lembut dan gaya Syekh Hasan yang keras serta frontal dalam mengkritik sekilas terlihat nyaris tidak ada kecocokan antara keduanya, tapi!!
Suatu kali, ketika Syekh Hasan Habannakeh ditangkap dan dipenjara karena kritikan beliau kepada pemerintah, membuat Syekh Kuftaro langsung menjumpai presiden. Lalu beliau berkata kepada presiden "lepaskan Syekh Hasan." Presiden menjawab "tapi beliau selalu mengkritik Anda, bukankah kalian berdua tidak pernah cocok?" Syekh Kuftaro menjawab "๐ธ๐ฎ๐บ๐ถ ๐ฝ๐ฎ๐ฟ๐ฎ ๐๐น๐ฎ๐บ๐ฎ ๐ฏ๐ถ๐ฎ๐๐ฎ ๐๐ฎ๐น๐ถ๐ป๐ด ๐บ๐ฒ๐ป๐ด๐ธ๐ฟ๐ถ๐๐ถ๐ธ ๐ฑ๐ฎ๐ป ๐ฏ๐ฒ๐ฟ๐ฏ๐ฒ๐ฑ๐ฎ ๐ฝ๐ฒ๐ป๐ฑ๐ฎ๐ฝ๐ฎ๐, ๐ถ๐๐ ๐ฏ๐๐ธ๐ฎ๐ป ๐๐ฟ๐๐๐ฎ๐ป ๐ธ๐ฎ๐น๐ถ๐ฎ๐ป! ๐ง๐๐ด๐ฎ๐ ๐ธ๐ฎ๐น๐ถ๐ฎ๐ป ๐ฎ๐ฑ๐ฎ๐น๐ฎ๐ต ๐บ๐ฒ๐ป๐ด๐ต๐ผ๐ฟ๐บ๐ฎ๐๐ถ ๐๐น๐ฎ๐บ๐ฎ! ๐ฆ๐ฒ๐ธ๐ฎ๐ฟ๐ฎ๐ป๐ด ๐น๐ฒ๐ฝ๐ฎ๐๐ธ๐ฎ๐ป ๐ฏ๐ฒ๐น๐ถ๐ฎ๐!"
Banyak yang mengatakan bahwa perbedaan gaya penyampaian kerap kali dilakukan ulama, untuk menciptakan keseimbangan. Contoh dalam pemerintahan, gaya keras dipakai oleh ulama agar pemimpin berhati-hati dalam mengambil kebijakan, hingga dia bakal berpikir "gua gak mau cari masalah dengan jamaahnya Syekh Hasan yang panas." Tapi begitu mereka mau bertindak "ah orang Islam banyak kali kritik sih, gua jadiin musuh aja sekalian apa?" Nah, di sini ulama gaya Syekh Kuftaro muncul untuk mengademkan. Misinya "jangan jadikan umat Islam musuh, bukannya kami kerap mendukung kebijakan kalian?" Air disiram, tapi kelemahannya main adem, tidak bisa bergerak frontal kalau ada kebijakan kontroversial, karena kalau terlalu sering mengkritik malah dianggap musuh, makanya mereka butuh api panas untuk melakukan tugas itu dan api butuh air yang adem untuk mendinginkan suasana, keduanya saling mengisi dalam membangun masyarakat. Mereka sebenarnya saling melindungi, hanya saja tidak bicara, karena bahaya, dan terbukti ketika salah satunya terlibat masalah yang satunya membantu.
Ini yang jarang dipahami orang yang hanya melihat perbedaan antar ulama dengan pandangan hitam putih dan satu sudut pandang. Padahal kalau mau melihat dari sudut pandang "dari atas" akan tampak menyeluruh, dari atas kabel ruwet dan awut-awutan akan tampak saling tersambung, tapi kalau lihatnya dari dalam kabel, ๐ฌ๐ฆ๐ญ๐ข๐ณ ๐ฉ๐ช๐ฅ๐ถ๐ฑ ๐ญ๐ฐ. Makanya ketika ada ulama yang secara lahir tampak berkonflik, kita jangan ikut-ikutan masuk ke konflik mereka, ingat pesan Syekh Kuftaro pada presiden "๐ง๐๐ด๐ฎ๐ ๐ธ๐ฎ๐น๐ถ๐ฎ๐ป ๐ฎ๐ฑ๐ฎ๐น๐ฎ๐ต ๐บ๐ฒ๐ป๐ด๐ต๐ผ๐ฟ๐บ๐ฎ๐๐ถ ๐๐น๐ฎ๐บ๐ฎ!!"
Keseimbangan ini yang membuat umat Suriah yang sangat kacau pada pada tahun 50-an dan awal 60-an, karena kudeta yang tak kunjung selesai, meraih masa kebangkitan pada akhir 60-an dan 70-an. Ulama besar banyak dilahirkan dari pendidikan masa itu, kemudian mendominasi dunia keilmuan timur tengah pada tahun 80-an, 90-an, sampai awal 2000-an, begitu juga dalam dunia akademisi. Mesjid di Suriah bisa dikatakan paling aktif di timteng pada masa itu, keadaan sosial membaik dan keamanan luar biasa. Yang tinggal di Suriah sebelum tahun 2010 mungkin bisa menceritakan bagaimana hidup di Suriah. Itu karena keseimbangan yang diciptakan, tidak sempurna? Iya, kadang mereka salah? Iya. Tapi masyarakat butuh kedua tipe.
Tapi tentu kerasnya Syekh Hasan bukan serampangan, beliau sebenarnya penuh perhitungan, buktinya ketika konflik 60-an beliau menghentikan anak muda yang ingin melakukan pemberontakan karena akan menimbulkan masalah lebih besar. Syekh Kuftaro yang lembut pun bukan pengecut, tahun 80-an Syekh Kuftaro yang marah besar ketika peristiwa pelarangan jilbab, membuat mereka syok. Hanya saja porsi main apakah keras atau lembut mana yang lebih banyak saja dalam berperan. Dalam al-Quran ada ayat ๐ต๐ข๐ณ๐จ๐ฉ๐ช๐ฃ (memberi berita gembira) dan ayat ๐ต๐ข๐ณ๐ฉ๐ช๐ฃ (memberi ancaman). Sekali jangan ikut-ikutan konflik lahir antar ulama, apalagi saling hujat.
Pertanyaan sisa, lalu kenapa kami yang awam harus memahami ulama? Bukan ulama yang memahami kami? Jawaban pertama, inikan lagi ngebahas fikih tentang awam, yang dibicarakan ya apa yang harus dilakukan awam, kalau tulisannya tentang fikih ulama ya beda lagi, bukan di sini nulisnya, dan bukan ane juga yang nulis, siapa ane kan? Yang pasti ada fikihnya. Dan jawaban kedua? Makanya jangan banyak kali maen HP "๐ฉ๐ข๐ช ๐จ๐ข๐ฎ ๐ฃ๐ข๐ฌ๐ฐ๐ฏ๐จ", ngaji la ke ulama senior yang berada di luar konflik, ntar diajarin gimana bersikap atau minimal sering-sering kunjungi mereka, kalau mau tau dari HP mana dapet, dapetnya berita hoax aja, pak cik.
Baca juga kajian tentang ikhtilaf berikut :
- Mencari Titik Temu Perbedaan Para Ulama Dalam Masalah Permainan Alat Musik
- Ibu Bapa Rasulullah di Syurga atau Neraka?
- Perbedaan Pendapat tentang Ibnu Araby
- Sesama Taklid Jangan Saling Mendahului
- Perbedaan Khutbah Jumat dengan Khutbah Id
Sumber FB : Serambi Salaf
13 Maret 2022 pukul 12.16