Al-Ghazali dan Cara Membacanya
Ide besar makrifat Imam al-Ghazali beliau tuliskan di kitab Ihya’ Ulumiddin. Disana sering beliau beri isyarat-isyarat makrifat secara mendalam.
Kemudian isyarat-isyarat ini terkadang disebar lagi di beberapa karya lain, semisal al-Mustashfa (yup, kitab ushul fikih, namun juga berisi pandangan makrifat beliau), al-Maqshid al-Asna, al-Iqtishad fil I’tiqad, dsb.
Terkadang isyarat dalam Ihya’ Ulumiddin, beliau terangkan lagi lebih mendalam di karya yang lebih kecil, semisal Qanun at-Ta’wil dan Misykat al-Anwar. Kitab terakhir ini saking luar biasanya, hingga Imam ar-Razi sengaja menyuplik nyaris lengkap karya ini ketika menafsirkan ayat nur dalam Mafatihul Ghaib.
Saya merasa beruntung, dulu sempat aktif 4 tahun di kajian Ghazalian Center. Sempat pula menjadi koordinator dan direktur disana. Selama disana cukup banyak karya al-Ghazali yang sudah saya khatamkan. Saya juga mendapat banyak pelajaran dari para senior yang jurusan filsafat di al-Azhar, meski saya jurusan syariah sebenarnya.
Diantara manfaat itu, saya memahami, bahwa membaca Imam al-Ghazali memang paling mudah lewat risalah-risalah kecilnya dahulu. Kemudian dikroscek dan dibandingkan di Ihya’ Ulumiddin. Nanti akan banyak memahami simpul-simpul pemikiran dan makrifat shufi beliau.
Sayangnya, saya tak terlalu rajin menuliskannya. Jadi ide beliau tak banyak saya tuliskan secara rapi.
....
Andai tak ada Imam al-Ghazali, ajaran shufi pasti turun pamornya, sering disalahpahami. Bukan apa-apa, tapi kefasihan al-Ghazali dalam menjelaskan maksud ungkapan shufi memang tak tertandingi. Itu karena shufi itu ashab ahwal (pakar ahwal), bukan aqwal (teori). Sedangkan fuqaha’ itu ashahab aqwal (pakar teoritis). Imam al-Ghazali ini shufi sekaligus fakih. Maka tak mengherankan, kepakaran teori beliau mampu menjelaskan secara baik keadaan ruhani shufi secara umum.
....
Anda kalau ingin tahu kefasihan al-Ghazali dalam menjelaskan teori, coba bandingkan ini. Baca sekilas Nihayatul Mathlab karya Imam Haramain, kemudian coba bandingkan al-Basith (masih manuskrip) atau al-Wasith (ringkasan al-Basith) karya al-Ghazali. Nanti akan tahu, bagaimana kekuatan pemahaman dan kefasihan al-Ghazali yang luar biasa.
Coba pula bandingkan al-Burhan karya Imam Haramain dengan al-Mankhul dan al-Mustasfa karya al-Ghazali. Beliau benar-benar merapikan dan menjelaskan karya gurunya secara jauh lebih terang.
Benar kata banyak pakar. Andai tak ada Imam al-Ghazali, ilmu Imam Haramain akan sulit sekali kita pahami. Karena Imam Haramain ini jiwa sastranya tak terbendung. Menulis karya ilmiah namun menggunakan gaya bahasa sastra dan bersajak disana. Mendayu-dayu bahasanya.
Sumber FB Ustadz : Muhammad Nora Burhanuddin
31 Maret 2022 ·