'AINUR RIDLA
Luthfi Bashori
Arti judul di atas adalah mata hati keridlaan yang ada diri manusia, akan selalu melihat positif terhadap segala sesuatu. Bahkan terhadap sesuatu yang mengecewakan atau menakutkan hingga yang menjengkelkan, maka akan dihadapinya dengan rasa husnuddlan atau berbaik sangka.
Seperti saat Nabi SAW dilempari batu oleh kaum kafir Thaif, Nabi SAW hanya membalas perbuatan mereka dengan doa : Allahummahdi qaumi, fainnahum la ya`lamun (Ya Allah, berilah hidayah kepada kaumku, karena sesungguhnya mereka itu belum mengerti).
Seorang penyair bersenandung :
وَعَينُ الرِضا عَن كُلِّ عَيبٍ كَليلَةٌ #
وَلَكِنَّ عَينَ السُخطِ تُبدي المَساوِيا
Wa`ainur ridla `an kulli `aibin kaliilatun Wa laakin `ainus syukthi tubdil masaawiya.
(Mata hati orang yang ridla itu, jika melihat kesalahan seseorang maka dia tetap akan menilainya baik (memakluminya). Sedangkan mata hati seorang pembenci dan pendendam akan memunculkan jiwa permusuhan).
Umat Islam yang baik, pasti hatinya ridla terhadap orang-orang yang dicintai oleh Allah dan Nabi SAW, yaitu ridla kepada para istri Nabi, para shahabat Nabi, para ulama waratsatul anbiya, para shalihin yang ahli ibadah kepada Allah.
Umat Islam yang baik juga yakin bahwa semua orang selain Nabi SAW, pasti terjadi kemungkinan adanya kesalahan pada diri mereka, baik itu di kalangan para istri Nabi, para ahli bait Nabi, para shahabat Nabi, para ulama pewaris ilmunya Nabi, sebagaimana kesalahan itu juga sering terjadi pada umatnya Nabi SAW pada umumnya.
Hanya saja umat Islam yang baik, apalagi di jaman sekarang jaman penuh kemaksiatan ini, pasti tidak akan mendiskreditkan, mencela, serta mencaci umat Islam generasi pertama, yaitu generasi para istri dan shahabat Nabi, serta para ulama salaf yang datang pada generasi ke dua di era berikutnya, hingga generasi ulama salaf generasi empat imam mujtahid, Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi`i dan Imam Ahmad bin Hanbal, hingga gerenasi para ulama Ahlus sunnah wal jamaah kontemporer masa kini.
Jika mendengar Kaum kafir atau kaum orientalis, sengaja menghujat Nabi SAW, atau rumah tangga Nabi SAW, atau para shahabat Nabi SAW, adalah suatu hal yang wajar. Karena hakikatnya mereka itu sangat membenci Islam dan umat Islam.
Atau mendengar kaum Rafidlah/Syiah Imamiyah yang mendiskrerditkan dan mencaci maki mertua Nabi (Sy. Abu Bakar dan Sy. Umar), atau menantu Nabi (Sy. Utsman), atau para istri Nabi SAW (selain St. Khadijah, juga adalah hal yang wajar, karena mencaci-maki keluarga Nabi SAW itu sudah menjadi aqidah Syiah yang setara dengan agama kaum kafir non muslim maupun kaum orientalis.
Syiah juga mengajarkan pengikutnya untuk selalu mencari-cari kesalahan Sy. A`isyah istri Nabi SAW. Padahal sejak Sy. Aisyah dinikahi oleh Nabi SAW, maka secara otomatis menjadi ibunda Sy. Fathimah dan mertua Sy. Ali.
Sy. A`isyah yang sekian lama tidur satu ranjang dengan Nabi SAW, yang tentunya beliau mendapatkan `cipratan` nurun nubuwwah (sinar kenabian)nya Rasulullah SAW dan keberkahan hidup dari seringnya bersentuhan kulit dengan Nabi SAw, tapi semua itu sirna begitu saja di mata kaum Rafidhah/Syiah yang terus memelihara api kebencian kepada rumah tangga di mana saja mereka berada.
Api kebencian yang dimiliki para penganut Syiah ini dinamakan `ainus shukhuth` (mata hati kebencian) lawan kata dari `ainur ridla (mata hati keridlaan). `Ainus syukhuth terhadap umat Islam, khususnya kepada rumah tangga Nabi SAW ini hanyalah ada pada diri setiap kaum kafir dan kaum Syiah Imamiyah Iraniyah Khomeiniyah.
Beda sekali dengan karakter umat Islam, ummatan wasathan, umat yang seimbang dan bijaksana dalam mengaplikasikan penghormatan kepada diri Nabi SAW, rumah tangga beliau SAW, para istri beliau SAW, mertua beliau SAW, menantu beliau SAW, anak cucu beliau SAW, para shahabat beliau SAW, dan semua yang berkaitan langsung dengan beliau SAW.
Umat Islam memandang, jika ada perselisihan di antara orang-orang yang menjadi bagian dari rumah tangga Nabi SAW, atau pada para shahabat yang hidup bersama Nabi SAW, maka umat tetap menghormati semua fihak.
Umat Islam yang bijak tentu akan berpikir: Jika terjadi misalnya ayah dan ibu kandungnya sedang berselisih, apakah pantas seorang muslim yang bijak dan berakhlaq mulia, lantas menghujat salah satu dari kedua orang tuanya
Sumber FB Ustadz : Luthfi Bashori
1 Februari 2022 ·