DILARANG MUDAH MENUDUH KAFIR, MUNAFIK DAN SESAT SESAMA MUSLIM
Belakangan ini, banyak sekali peristiwa saling judge atau saling menghakimi antar sesama umat beragama. Bahkan, tidak jarang ada beberapa oknum yg tega menyebut dirinya paling benar dalam beragama dibanding orang lain.
PERASAAN merasa diri paling baik dan benar, tak jarang hinggap di diri seseorang. Misalnya, ketika kita merasa telah mempelajari dan menguasai sesuatu, kita cenderung merasa paling pintar dan menilai orang lain tidak berilmu. Pun demikian, ketika kita mempelajari dan memperdalam agama. Ketika kita merasa telah belajar dan menguasai ilmu agama, kita cenderung merasa paling benar dibanding dgn yg lainnya.
Dan lebih parahnya lagi, menilai dan memandang orang lain tidak atau kurang beriman. Merasa diri paling benar, paling suci, paling aman dari dosa, paling beriman atau bahkan paling berhak masuk surga, sejatinya itu merupakan tipu daya setan, yg membuat sesuatu yg sebenarnya salah menjadi tampak benar.
Ingatlah, jangan merasa paling suci dan menjelekkan orang lain. Merasa paling benar dan menganggap orang lain bodoh. Merasa paling takwa dan menganggap orang lain kufur dan sebagainya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى
“Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dia-lah yg paling mengetahui tentang orang yg bertakwa” (QS. An Najm : 32)
Dalam surat An Nisa’ ayat 49 Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
أَلَمْ تَرَ إِلَى ٱلَّذِينَ يُزَكُّونَ أَنفُسَهُم ۚ بَلِ ٱللَّهُ يُزَكِّى مَن يَشَآءُ وَلَا يُظْلَمُونَ فَتِيلًا
“Apakah kami tidak memperhatikan orang yg menganggap dirinya bersih. Sebenarnya Allah mensucikan siapa yg dikehendaki-Nya dan mereka tidak dianiaya sedikitpun.”
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda :
لاَ تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمُ اللَّهُ أَعْلَمُ بِأَهْلِ الْبِرِّ مِنْكُمْ
“Janganlah kalian merasa diri kalian suci, Allah lebih tahu akan orang2 yg berbuat baik diantara kalian” (HR. Imam Muslim rahimahullah).
Abdullah Ibnu Umar Radhiyallahu Anhu (610 - 693 M, Mekkah) :
اِذَا قَالَ الرَّجُلُ لأِخِهِ: يَا كَافِرُ! فَقَدْ بَاءَ بِهَا أحَدُهُمَا فَاِنْ كَانَ كَمَا قَالَ وَاِلَى رَجَعَتْ عَلَيْـهِ.
“Barangsiapa yg berkata pada saudaranya ‘hai kafir’, kata2 itu akan kembali pada salah satu diantara keduanya. Jika tidak (artinya yg dituduh tidak demikian), maka kata itu kembali pada yg mengucapkan (yg menuduh)”.
Hadits diatas, riwayat Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari atau Imam Bukhari rahimahullah (wafat 1 September 870 M, di Uzbekistan) dan Al-Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi atau Imam Muslim rahimahullah (wafat 5 Mei 875 M, Naisabur, Iran)
Hadits riwayat Abdullah Ibnu Umar Radhiyallahu Anhu, dgn isnad yg baik bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, pernah memerintahkan :
كُفُّوْا عَنْ أهْلِ (لاَ إِِلَهَ إِلاَّ اللهُ) لاَ تُكَفِّرُوهُمْ بِذَنْبٍ وَفِى رِوَايَةٍ وَلاَ تُخْرِجُوْهُمْ مِنَ الإِسْلاَمِ بِعَمَلٍ.
“Tahanlah diri kalian (jangan menyerang) orang ahli ‘Laa ilaaha illallah’ (yakni orang Muslim). Janganlah kalian mengkafirkan mereka karena suatu dosa”. Dalam riwayat lain dikatakan : “Janganlah kalian mengeluarkan mereka dari Islam karena suatu amal ( perbuatan)”.
Hadits diatas, riwayat Abul-Qasim Sulaiman bin Ahmad al-Lakhmiy ath-Thabrani atau Imam At-Thabrani rahimahullah (wafat 26 September 971 M di Isfahan Iran) dalam kitab Mu'jam Al-Kabir.
Dari Jundub bin Junadah bin Sakan atau Abu Dzar al-Ghifari Radhiyallahu Anhu (wafat 652 M, Al Rabatha Arab Saudi), telah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :
وَعَنْ أبِي ذَرٍّ (ر) اَنَّهُ سَمِعَ رَسُوْلَ اللهِ .صَ. يَقُوْلُ : مَنْ دَعَا رَجُلاً بِالْكُفْرِ أوْ قَالَ: عَـدُوُّ اللهِ وَلَيْسَ كَذَلِكَ أِلاَّ حَارَ عَلَيْهِ(رواه البخاري و مسلم)
“Siapa yg memanggil seorang dgn kalimat ‘Hai Kafir’, atau ‘musuh Allah’, padahal yg dikatakan itu tidak demikian, maka akan kembali pada dirinya sendiri”. (Hadits riwayat Imam Bukhari rahimahullah dan Imam Muslim rahimahullah).
Dari Itban bin Malik Bin Amru Bin Al-Ajlan As-Salimi Al-Anshari Al-Badri Radhiyallahu Anhu (wafat 670 M di Madinah) berkata :
وَعَنْ عِتْبَانَ ابْنِ مَالِكٍ (ر) فِي حَدِيْثِهِ الطَّوِيْلِ الْمَشْهُوْرِ الَّذِي تَقَدََّّمِ فِي بَابِ الرََََََََّجََاءِ قَالَ : قَامَ النَّبِيّ .صَ. يُصَلِّّي فَقَالَ: اَيْنَ مَالِكُُ بْنُ الدُّخْشُمِ؟ فَقَالَ رَجُلٌ: ذَالِكَ مُنَافِقٌ, لاَ يُحِبُّ اللهَ وَلاَ رَسُولَهُ, قَالَ النَّبِيُّ .صَ. : لاَتَقُلْ ذَالِكَ, أَلاَ تَرَاهُ قَدْ قَالَ: لاَ اِلَهَ اِلاَّ الله ُ يُرِيْدُ بِذَالِكَ وَجْهَ اللهِ وَاِنَّ اللهَ قدْ حَرَّمَ عَلَي النَّاِر مَنْ قَالَ : لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ يَبْتَغِي بِذَالِكَ وَجْهَ الله (رواه البخاري و مسلم)
“Ketika Nabi shallallahu alaihi wasallam berdiri sholat dan bertanya: Dimanakah Malik bin Ad-Dukhsyum ? Lalu dijawab oleh seorang: Itu munafiq, tidak suka kepada Allah dan Rasul-Nya. Maka Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: Jangan berkata demikian, tidakkah kau tahu bahwa ia telah mengucapkan ‘Lailahailallah’ dgn ikhlas karena Allah. Dan Allah telah mengharamkan api neraka atas orang yg mengucapkan Laa ilaaha illallah dgn ikhlas karena Allah”. (Hadits riwayat Imam Bukhari rahimahullah dan Imam Muslim rahimahullah).
Sifat munafik memang sangat berbahaya, tetapi mudah menuduh orang lain munafik itu juga jauh lebih berbahaya. Terkadang, kita mudah dgn entengnya menuduh orang lain munafik. Asal tidak sependapat dgn diri atau kelompoknya, baik di lingkungan nyata atau medsos, munafikpun menjadi label andalan.
Oleh karena itu, kita sbg Muslim yg baik, tidak boleh mencaci maki sesama umat Islam, dgn tuduhan munafik ataupun sejenisnya, karena subyektifitas anggapan kesalahan mereka. Karena bisa jadi, mereka yg kita hujat telah bertobat atas kesalahan2 mereka di luar sepengetahuan kita.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من عير أخاه بذنب لم يمت حتى يعمله
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda : “Barang siapa menghina saudaranya sebab suatu perbuatan dosa, niscaya ia tidak akan mati sebelum melakukan dosa yg sama” (HR. Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah at-Tirmidzi atau Imam At-Turmudzi rahimahullah wafat 9 Oktober 892 M, Termez, Uzbekistan).
Bahkan, para ulama menyerukan untuk memberikan hukuman, kepada orang2 yg secara serampangan dan ngawurisasi menyebut saudara2 Muslim mereka, dgn sebutan ataupun ejekan yg tidak baik, terlebih ujaran tsb ditunjukkan kepada orang2 yg saleh.
وإذا قذف مسلما بغير الزنا فقال يا فاسق أو يا كافر أو يا خبيث أو يا سارق أو يا منافق أو يا يهودي عزرهكذا مطلقا في فتاوى قضيخان وذكره الناطقي وقيده بما إذا قال لرجل صالح.
“Dan apabila seseorang menuduh seorang Muslim, dgn tuduhan selain masalah perzinaan seperti ucapan ‘Wahai orang fasik’ atau ‘Wahai orang kafir’ atau ‘Wahai orang yg jahat’, atau ‘Wahai pencuri’ atau ‘Wahai orang munafik’ atau ‘Wahai orang Yahudi’ maka ia harus diberi hukuman. Pendapat ini berlaku secara mutlak sebagaimana dalam kitab Fatawa Syekh Qadhikhan rahimahullah Sedangkan, menurut Imam An-Nathiqi rahimahullah, pendapat ini ditunjukkan ketika seorang Muslim yg tertuduh adalah orang yg saleh” (Nuruddin Abu al-Hasan Ali ibn Sultan Muhammad al-Hirawi al-Qari Al-Hanafi Al-Maturidi Al-Makki atau Syaikh Ali bin Sulthan al-Qari rahimahullah, kitab Mirqat al-Mafatih Syarh Misykah al-Mashabih, Beirut: Dar al-Fikr, 2002, vol. 2, hal. 2381).
Dalam salah satu hadis sahih dari Abu Hurairah Abdurrahman Bin Sakher Al-Azdi Ad-Dausi Radhiyallahu Anhu (wafat 678 M di Jannatul Baqi' Madinah) dikisahkan. Bahwa, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda : “Ada dua orang laki2 dari bani Isra’il yg saling bersaudara; salah seorang dari mereka suka berbuat dosa sementara yg lain giat beribadah. Orang yg giat beribadah itu selalu melihat saudaranya berbuat dosa hingga ia berkata, “Berhentilah.” Lalu pada suatu hari ia kembali mendapati saudaranya berbuat dosa, ia berkata lagi, “Berhentilah.” Orang yg suka berbuat dosa itu berkata, “Biarkan aku bersama Tuhanku, apakah engkau diutus untuk selalu mengawasiku!” Ahli ibadah itu berkata, “Demi Allah, sungguh Allah tidak akan mengampunimu atau tidak akan memasukkanmu ke dalam surga.”
Dikisahkan, Allah kemudian mencabut nyawa keduanya, sehingga keduanya berkumpul di sisi Tuhan semesta alam. Allah kemudian bertanya kepada ahli ibadah: “Apakah kamu lebih tahu dari-Ku? Atau, apakah kamu mampu melakukan apa yang ada dalam kekuasaan-Ku?” Allah lalu berkata kepada pelaku dosa: “Pergi dan masuklah kamu ke dalam surga dengan rahmat-Ku.” Dan berkata kepada ahli ibadah: “Pergilah kamu ke dalam neraka.” Abu Hurairah berkata, “Demi Dzat yang jiwaku ada dalam tangan-Nya, sungguh ia telah mengucapkan satu ucapan yang mampu merusak dunia dan akhiratnya.” (HR. Abu Dawud Sulaiman bin Al-Asy'ats As-Sijistani atau Imam Abu Dawud rahimahullah, 817 - 889 M, Basra, Irak)
Kisah tsb secara verbal terasa ironis. Jangan salah paham dulu. Siapapun, yg benar2 berdosa, jangan terus berdosa, berhentilah berdosa. Sedangkan ahli ibadah jangan berkecil hati, teruslah beribadah dengan ikhlas tanpa riya. Hadits Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam tsb, pesannya level hakikat dan makrifat.
Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam, mengajarkan agar umat beriman yg alim dan ahli ibadah sekalipun, haruslah tetap rendah hati (tawadhu’), serta tidak boleh sombong dgn merasa paling benar dalam beragama. Menjadi polisi kebenaran. Lebih2 merasa telah memegang kunci sorga. Masuk sorga sendirian. Nanti kesepian !
Memegang kebenaran merupakan keharusan. Tetapi, merasa diri paling benar, paling bersih, dan paling suci mesti dihindari, agar tidak terjebak pada sikap berlebihan (ghuluw, ekstrem). Sikap berlebihan dalam hal apapun, akan membuat diri menjadi seolah sbg pengawas dan hakim kebenaran terhadap orang lain, yg belum tentu pihak lain berada di jalan salah atau sepenuhnya salah. Merasa menjadi polisi dunia. Padahal hidup bersama orang lain yg mesti setara dan berdialog, serta tidak dapat memaksakan kehendak dan pandangan sendiri.
Salah satu doa yg perlu Anda baca saat kita merasa paling pintar, sombong, dan merasa paling hebat di antara yg lain, ialah membaca Sayyidul Istighfar. Doa ini dibaca untuk memperbaiki diri, agar menjadi pribadi yg lebih baik.
Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, mengatakan bahwa Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam bersabda :
إِنَّ أَوْثَقَ الدُّعَاءِ أَنْ تَقُولَ : اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي ، وَأَنَا عَبْدُكَ ، ظَلَمْتُ نَفْسِي ، وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِي ، لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ أَنْتَ ، رَبِّ اغْفِرْ لِي.
“Sesungguhnya doa yg paling kuat (kokoh/ampuh) adalah hendaklah engkau berdoa mengatakan: ‘Ya Allah Engkau Rabbku dan aku hambaMu, aku telah mendzalimi diriku sendiri, aku mengakui dosa2ku, tidak ada yg mengampuni dosa2 kecuali Engkau, wahai Rabbku ampuni aku.”
Berikutadalah lafal dari Sayidul Istighfar dan artinya lengkap, yang dibaca bila Anda selama ini merasa paling hebat, paling berkuasa, dan merasa paling dibandingkan orang lain.
اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ. أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ. أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ. وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ. فَاغْفِرْ لِيْ فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلَّا أَنْتَ
“Hai Tuhanku, Engkau Tuhanku. Tiada tuhan yang disembah selain Engkau. Engkau yg menciptakanku. Aku adalah hamba-Mu. Aku berada dalam perintah iman sesuai perjanjian-Mu sebatas kemampuanku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan yg kuperbuat. Kepada-Mu, aku mengakui segala nikmat-Mu padaku. Aku mengakui dosaku. Maka itu ampunilah dosaku. Sungguh tiada yg mengampuni dosa selain Engkau.” (Sayyid ‘Utsman ibn ‘Abdallah ibn ‘Aqil ibn Yaḥya Al-‘Alawi Al-Batawi atau Sayyid Utsman bin Yahya rahimahullah, 1822 - 1913 M Jakarta, dalam kitab Maslakul Akhyar, Jakarta).
Wallahu a'lam. Semoga bermanfaat !
Written from various sources by Al-Faqir Ahmad Zaini Alawi Khodim Jama'ah Sarinyala Kabupaten Gresik
YouTube : Majelis Ngaji Sarinyala
Twitter : sarinyala.id
Facebook : Jama'ah Sarinyala
Facebook : sarinyala.id
Website : www.sarinyala.id
Instagram : ahmadzainialawi
Sumber FB : Sarinyala.id sedang di Jamaah Sarinyala Gresik.
2 Desember 2021 · Gresik, Jawa Timur ·