Ikut Nabi! Jangan Ikut Ulama!
Ulama tidak Maksum (berpotensi salah), kalau Nabi sudah pasti Maksum (diberi perlindungan oleh Allah dari kesalahan). Makanya harus ikut Nabi, jangan ikut ulama.
Tidak ada yang salah dengan statemen ini. Tetapi ketika menafikan ulama dalam memahami ayat-ayat Qur'an dan hadis-hadis Nabi ini yang tidak tepat. Berikut gambaran diskusi yang sebenarnya juga terjadi dalam realita kehidupan saat ini:
Salafi: "Jangan ikut ulama, tapi ikutilah Nabi!"
Aswaja: "Betul, kami ikut Nabi dalam mengamalkan Talqin kubur, membaca Quran saat ziarah kubur, membaca surat Waqiah, membaca Yasin di malam Jumat, dan sebagainya"
Salafi: "Itu amalan bidah, wahai akhi. Hadisnya daif!"
Aswaja: "Tadi anda nyuruh ikut Nabi, saya ikut Nabi anda larang karena hadisnya daif. Padahal Nabi tidak pernah mengatakan dengan milih-milih hadis sahih atau daif. Memangnya kata siapa itu semua hadis daif?"
Salafi: "Kata Syekh Albani!!!"
Aswaja: "Wahai Akhi. Syekh Albani itu bukan Nabi, kok diikuti? Kan anda sendiri yang bilang jangan ikut ulama?! Kok antum ikut ulama dan tidak ikut Nabi?"
Jadi, inti dari statemen mereka adalah jangan ikut ulama selain ulama mereka. Nyatanya mereka taklid kepada ulamanya sendiri. Tapi pandainya mereka membangun narasi bahwa kita yang ikut-ikut ulama, padahal mereka sama, bahkan lebih parah karena menyalahkan orang lain dan tidak sadar dengan kesalahan sendiri.
baca juga kajian tentang ulama berikut :
- Kisah Kembalinya Ulama Salafi Wahabi Kepangkuan Aswaja
- Ulama Asyariyyah Yang Berdedikasi Besar Untuk Al-Quran dan As-Sunnah
- Ulama Punya Rasa Takut pada Allah
- Tradisi Saling Kritik Antar Ulama
- Luwes Karena Luas
Sumber FB Ustadz : Ma'ruf Khozin
15 November 2021