Makna Semua Dalam Ungkapan Rasulullah

Makna 'Semua' Dalam Ungkapan Rasulullah - Kajian Islam Tarakan

Makna “semua” dalam ungkapan Rasulullah

Oleh: Abdul Wahab Ahmad

Memahami sumber hukum Islam yang primer (Alquran dan Hadis) bukan hal sederhana. Bila hanya dibaca dengan sederhana seperti kita membaca koran, maka pasti akan jatuh pada kesimpulan yang gegabah. Contoh sederhananya adalah memahami kata “Kullu” yang berarti semua. Apakah kalau dalam hadis ada ungkapan “semua” tanpa diakhiri dengan pengecualian berarti benar-benar semua tanpa ada pengecualian? Tidak sesederhana itu. Perhatikan contoh ungkapan Rasul berikut ini:

Pertama:

كُلُّ ابْنِ آدَمَ تَأْكُلُهُ الْأَرْضُ، إِلَّا عَجْبَ الذَّنَبِ، فَإِنَّهُ مِنْهُ خُلِقَ، وَفِيهِ يُرَكَّبُ (أحمد)

“Semua (jasad) anak Adam akan dimakan tanah, kecuali tulang ekornya. Darinya ia diciptakan, dan darinya pula ia akan dihimpun kembali” (HR. Ahmad)

Apakah dari hadis itu bisa disimpulkan bahwa semua anak Adam akan hancur dimakan tanah? Tidak sesederhana itu, ada pengecualiannya dalam hadis lain:

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ حَرَّمَ عَلَى الْأَرْضِ أَنْ تَأْكُلَ أَجْسَادَ الْأَنْبِيَاءِ (أحمد وابن ماجه والنسائي)

“Sesungguhnya Allah Azza wajalla mengharamkan tanah untuk memakan jasad para nabi” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, an-Nasa'i)

Kedua: 

كُلُّ عَيْنٍ زَانِيَةٌ (أحمد والترمذي)

“Semua mata berzina”  (HR. Ahmad dan Turmudzi)

Apakah dari hadis itu dapat disimpulkan bahwa semua mata melakukan perzinaan? tidak sesederhana itu, tetapi hanya mata yang memandang pada apa yang diharamkan saja. 

Ketiga:

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِى الأَمْرِ كُلِّهِ  (متفق عليه) 

“Sesungguhnya Allah menyukai kelemah-lembutan dalam segala perkara” (HR. Bukhari-Muslim)

Apakah dari hadis itu dapat disimpulkan bahwa lemah lembut dalam semua hal adalah baik? Tidak sesederhana itu. Dalam prakteknya, adakalanya tindakan keras itu juga baik dan tindakan lembut justru tidak baik, misalnya dalam konteks jihad, nahi mungkar dan penegakan hukum yang menuntut sikap keras dan tegas. 

Masih banyak contoh lainnya, tapi ini saja sudah cukup untuk membuktikan bahwa kata “semua” tak selalu berarti “semua tanpa kecuali”. Nah, sekarang para pembaca pasti sudah paham kenapa hadis populer yang menegaskan bahwa semua bid’ah adalah sesat tak diartikan semua hal baru dalam agama tanpa kecuali oleh para ulama muktabar (ulama yang diperhitungkan). Banyak sekali hadis lain yang harus dibaca dan dipahami sebelum menyimpulkan suatu hadis betul-betul berlaku umum tanpa kecuali atau tidak. 

Bila kebetulan salah satu dari anda belajar pada ustadz yang tetap ngotot pada pemahaman yang sederhana bahwa kalimat “semua bid’ah” haruslah dipahami secara umum tanpa boleh ada pengecualian satu pun, maka saya sarankan anda beralih ke ustadz lainnya. Nasehat ini terdengar sarkastik, itu betul. Namun bila anda tak melakukannya maka anda akan berubah menjadi pribadi yang jauh lebih sarkastik lagi pada kebanyakan umat islam dari masa ke masa dengan menuduh mereka sebagai ahli bid’ah dan sesat. Bahkan para Imam mujtahid pun takkan luput dari celaan anda nantinya. 

Saya sedang tak tertarik menjelaskan berbagai hadis yang mengecualikan “Semua bid’ah adalah sesat”. Itu membosankan sekali sebab sudah jadi pengetahuan umum berabad-abad hingga datang suatu golongan yang dengan “polos” menafikan semua itu. Hanya satu contoh saja yang saya kira menarik untuk disampaikan di sini, yaitu:

Imam Ahmad bin Hanbal, Sang Mujtahid pakar hadis yang biasanya dianggap paling ketat dan paling konsisten berpedoman pada sunnah Nabi oleh sebagian orang, menjelaskan tata cara berdoa dalam shalat yang sama sekali tak pernah diajarkan Rasulullah. Dalam kitab al-Mughni karya Ibnu Qudamah al-Hanbali diceritakan:

قال الفضل بن زياد: سألت أبا عبدالله فقلت: أختم القرآن؛ القرآن أجعله في الوتر أو في التراويح؟ قال: اجعله في التراويح حتى  يكون لنا دعاء بين اثنين. قلت: كيف أصنع؟ قال: إذا فرغت من آخر القرآن فارفع يديك قبل أن تركع وادع بنا ونحن في الصلاة وأطل القيام. قلت: بم أدعو؟ قال: بما شئت. قال: ففعلت بما أمرني وهو خلفي يدعو قائماً ويرفع يديه. قال حنبل: سمعت أحمد يقول في ختم القرآن: إذا فرغت من قراءة: قل أعوذ برب الناس فارفع يديك في الدعاء قبل الركوع. قلت: إلى أي شيء تذهب في هذا؟ قال: رأيت أهل مكة يفعلونه، وكان سفيان بن عيينة يفعله معهم بمكة. انتهى.

Fadl Bin Ziyad berkata: Saya bertanya kepada Imam Ahmad (Abu Abdillah) demikian: “Saya menghatamkan Alquran (dalam shalat), Apakah Alquran itu sebaiknya saya khatamkan di shalat witir atau di salat tarawih? 

Dia menjawab: “Jadikan khataman itu di shalat tarawih sehingga kita berdoa di antara dua shalat”. 

“Apa yang harus aku lakukan?”, tanyaku.

“Bila kamu sudah sampai di akhir Alquran, maka angkat tanganmu sebelum rukuk, doakan kami dalam shalat dan lamakan berdirinya”, jawab Imam Ahmad. 

“Dengan apa ku berdoa?”, tanyaku

“Terserah kamu”, jawabnya. 

Lalu aku melakukan apa yang ia perintahkan sedangkan dia dibelakangku berdoa dengan berdiri sambil mengangkat tangannya. 

Hanbal juga bercerita: Aku mendengar Imam Ahmad berkata tentang khataman Alquran: “Kalau kamu sudah selesai membaca Alquran, maka bacalah “Qul a’udzu birabbinnas” dan Angkat tanganmu sebelum rukuk!”

Aku bertanya kepadanya: “Anda bersandar pada apa dalam hal ini?

Iman Ahmad: “Aku melihat orang Mekah melakukannya dan Sofyan Bin Uyainah juga melakukannya berserta mereka di Mekah”. (Ibnu Qudamah: al-Mughni) 

Pertanyaannya: Apakah Imam Ahmad berikut Ibnu Qudamah dan tokoh madzhab Hanbali lainnya adalah ahli bid’ah sebab mengajarkan kita membuat tata cara baru dalam ibadah yang tidak pernah dilakukan Rasul? Kalau ada yang menjawab “Ya”, maka ayampun akan ketawa andai bisa.

Sumber FB Ustadz : Abdul Wahab Ahmad

Kajian Favorit  · 12 November 2017  · 

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Makna Semua Dalam Ungkapan Rasulullah - Kajian Ulama". Semoga Allah senantiasa memberikan Ilmu, Taufiq dan Hidayah-Nya untuk kita semua. aamiin. by Kajian Ulama Aswaja ®