Imam Al-Bukhari dan Pelafazan Al-Quran adalah Makhluk

Imam Al-Bukhari dan Pelafazan Al-Quran adalah Makhluk - Kajian Islam Tarakan

IMAM AL-BUKHARI DAN "PELAFAZAN AL-QUR’AN ADALAH MAKHLUK". 

“Apakah al-Bukhari meyakini bahwa pelafazan al-Qur’an [perbuatan melafalkan] adalah makhluk?”. 

Saya menjawab sebagaimana tulisan saya kemarin, al-Bukhari meyakini itu, yakni pelafazan al-Qur’an adalah makhluk, karena pelafazan al-Qur'an adalah termasuk pekerjaan manusia, dan pekerjaan manusia adalah makhluk. Jawaban ini selaras dengan jawaban Imam Tajuddin as-Subki, Imam Ibn Katsir, Syaikh Abdul Fattah Abu Ghuddah, Syaikh Abdul Ilah al-Arfaj dan lain-lain. Sementara pengkritik menolak klaim itu dan menyitir ucapan al-Bukhari sendiri yang menolak pernah mengatakan demikian. 

Hujjah pengkritik adalah ucapan al-Bukhari berikut:

من زعم من أهل نيسابور وقومس والرى وهمذان وبغداد والكوفة والبصرة ومكة والمدينة (أنى قلت لفظى بالقرآن مخلوق فهو كذاب فإنى لم أقله إلا أنى قلت أفعال العباد مخلوقة)

“Barang siapa dari penduduk Naisabur, Qomas, Ray, Hamdzan, Baghdad, Kufah, Bahsrah, Mekkah dan Madinah yang menyangka bahwa saya pernah mengatakan “pelafazanku terhadap al-Qur’an adalah makhluk”, maka ia pendusta. Sungguh aku tidak pernah mengatakan yang demikian. Aku hanya mengatakan bahwa perbuatan hamba adalah makhluk” [Diriwayatkan oleh banyak ulama’] 

Berikut ini adalah jawaban saya:

Pertama:

Betul bahwa dalam kisah al-Bukhari diusir dari Naisabur oleh gurunya sendiri, Muhammad bin Yahya adz-Dzuhli dan pengikutnya yang notabene-nya lebih memilih madzhab Imam Ahmad bin Hanbal, yaitu bermula saat al-Bukhari ditanya oleh penduduk Naisabur: “Apakah pelafazanku terhadap al-Qur’an adalah makhluk”?, al-Bukhari tidak menjawab dengan narasi "pelafazanku terhadap al-Qur'an adalah makhluk", tetapi memilih jawaban: “Pekerjaan hamba adalah makhluk”. 

Tapi konteks bantahan al-Bukhari diatas adalah berkaitan erat dengan tersiarnya kabar jika beliau menjawab dengan narasi itu saat ditanya oleh penduduk Naisabur. Bukan dalam rangka mencela atau mendustakan kandungan narasi pelafazan al-Qur'an adalah makhluk. 

Clear dan Insya Allah tidak ada musykil. Sekarang tinggal apakah dua narasi berbeda diatas hakekat atau esensinya sama atau sebaliknya? Mari simak penuturan berikutnya. 

Kedua:

Imam Tajuddin as-Subki, setelah memuji jawaban cerdik al-Bukhari diatas, memberikan catatan, bahwa al-Bukhari tidak menjawab dengan narasi “Pelafazan al-Qur’an adalah makhluk” sebab narasi itu masuk pembahasan kalam. Beliau menambahkan, siapapun yang berakal pasti tahu bahwa pelafazan kita adalah termasuk pekerjaan atau perbuatan kita, dan pekerjaan kita adalah makhluk, maka pelafazan kita [apapun itu] adalah makhluk. 

Lebih jelasnya al-Bukhari membedakan antara talaffuz [perbuatan melafalkan] dan tilawah [perbuatan membaca] yang makhluk dan malfuz [yang dilafalkan] dan matlu [yang dibaca] yang bukan makhluk. 

Ketiga:

Jika ada yang masih kekeh bahwa al-Bukhari tidak pernah meyakini seperti yang saya katakan, maka pertanyaan berikutnya:

1. Mengapa Imam adz-Dzuhli dan penduduk Naisabur mengusir al-Bukhari disebabkan jawaban diatas? Bukankah mereka memahami isi jawaban al-Bukhari yang ternyata meyakini pelafazan al-Qur’an adalah makhluk? Apakah adz-Dzuhli ulama’ yang bodoh dan "pendusta"? Beliau seorang periwayat hadits terpercaya dan salah seorang rijal Shahih Bukhari.

2. Imam adz-Dzahabi dan yang lain menyebut bahwa Imam Abu Hatim dan Imam Abu Zur’ah mencela habis al-Bukhari gara-gara jawaban diatas. Bukankah Abu Hatim dan Abu Zur'ah bermadzhab seperti Imam Ahmad dan meyakini al-Bukhari telah berbeda dengan keduanya dalam masalah pelafazan al-Qur’an? 

3. Apa perbedaan esensial antara narasi "pelafazan al-Qur'an adalah makhluk" dengan narasi "pelafazan adalah termasuk perbuatan. Dan perbuatan adalah makhluk"? 

Yang berakal pasti akan menjawab sama sebagaimana ucapan Imam Tajuddin as-Subki. Adakah ulama' yang menilai berbeda? Insya Allah anda tidak akan menemukan. 

Jadi, clear bahwa ulama’ memahami ucapan al-Bukhari adalah sebagaimana yang saya katakan.  

Kempat:

Kisah Imam Muslim yang meyakini pelafazan al-Qur'an adalah makhluk menjadi penguat jawaban saya diatas. 

قال الذهلي يوما: ألا من قال باللفظ فلا يحل له أن يحضر مجلسنا، فأخذ مسلم رداء فوق عمامته، وقام على رؤوس الناس وكان مسلم يظهر القول باللفظ ولا يكتمه

“Adz-Dzuhli, pada satu hari, berkata: “Siapa yang berkata “lafazh” [pelafazan al-Qur’an adalah makhluk], maka tidak halal bagi dia hadir di majelis kami. Kemudian Imam Muslim mengambil rida’-nya diletak diatas imamahnya dan berdiri didepan banyak orang. Dan Imam Muslim sendiri melahirkan ucapan “lafazh” [pelafazan al-Qur'an adalah makhluk] dan tidak menyembunyikan”. [Diringkas sedikit]

Dan sebagaimana dalam banyak riwayat, saat al-Bukhari ditinggalkan oleh murid-murid pengajiannya di Naisabur, hanya Imam Muslim dan Imam Ahmad bin Salamah yang teguh belajar dihadapannya. Pertanyaannya, apakah mereka memiliki akidah yang berbeda? Yang inshaf dan jujur pasti faham jawabannya. 

Kelima:

Jika argumentasi diatas masih belum bisa diterima, maka berikut ini adalah pernyataan Imam Ibn Katsir, bahwa al-Bukhari meyakini "pelafazan al-Qur'an adalah makhluk". 

ومن لم يقل إن لفظي بالقرآن مخلوق فهو كافر. وهذا هو المنقول عن البخاري وداود بن علي الظاهري 

"Dan barang siapa tidak meyakini bahwa pelafazan al-Qur'an adalah makhluk, maka ia telah kafir. Dan ini yang dinukil dari al-Bukhari dan Dawud bin Ali azh-Zhahiri" [Thabaqat al-Fuqaha' asy-Syafi'iyyin 1/133]. 

Apakah Imam Ibn Katsir pendusta?

Sumber FB Ustadz : Hidayat Nur

16 September 2021

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Imam Al-Bukhari dan Pelafazan Al-Quran adalah Makhluk - Kajian Ulama". Semoga Allah senantiasa memberikan Ilmu, Taufiq dan Hidayah-Nya untuk kita semua. aamiin. by Kajian Ulama Aswaja ®