BENARKAH HARTA YANG DIBUAT USAHA DAN BISNIS TIDAK WAJIB ZAKAT?
Abdul Wahid Al-Faizin
Beberapa waktu lalu ada tulisan yang menayangkan bahwa harta ketika diputar untuk usaha atau bisnis malah tidak wajib zakat. Karena zakat hanya wajib bagi harta yang nganggur tidak diputar.
Dasar yang dipakai oleh pendapat di atas di adalah :
اتَّجِرُوا فِي أَمْوَالِ الْيَتَامَى، لَا تَأْكُلْهَا الزَّكَاةُ
"Kembangkanlah atau perdagangankanlah harta anak-anak yatim, sehingga tidak termakan oleh zakat"
Hadits tersebut banyak diriwayatkan oleh beberapa ulama' hadits seperti Al-Thabrani, Imam Malik dalam Al-Muwaththa', Al-Baihaqi, Al-Turmudzi dan beberapa ulama' lainnya dengan redaksi yang sedikit berbeda tapi maknanya sama.
Pertanyaannya benarkah hadits tersebut menunjukkan bahwa harta yang dibuat bisnis malah tidka wajib zakat? Mari kita jelaskan beberapa penjelasan ulama' terkait hadits tersebut.
Imam Al-Baji Al-Maliki yang mensyarah kitab Al-Muwaththa' menjelaskan
(فَصْلٌ) وَقَوْلُهُ لَا تَأْكُلُهَا الزَّكَاةُ دَلِيلٌ عَلَى ثُبُوتِ حُكْمِ الزَّكَاةِ فِيهَا وَلَوْ لَمْ تَجِبْ فِيهَا الزَّكَاةُ لَمَا قَالَ ذَلِكَ
[سليمان بن خلف الباجي، المنتقى شرح الموطإ، ١١٠/٢]
"Perkataan "tidak termakan zakat" adalah dalil atas tetapnya hukum zakat dalam harta yang anak yatim yang dikembangkan (diputar untuk bisnis niaga). Andaikan tidak wajib, maka tidak mungkin Rasulullah menyatakan hal tersebut."
Mahmud Khattab Al-Subki juga menjelaskan arti hadits tersebut sebagai berikut
فأرشد صلى الله تعالى عليه وعلى آله وسلم من ولى أمر اليتيم إلى التجارة بمال الصبي لينمو فيخرج زكاته خشية أن يذهب بدون استثمار. ولا يعقل أن المال إذا كان نقدًا لا يثمر تخرج زكاته وإذا كان تجارة يثمر فلا تخرج زكاته.
[السبكي، محمود خطاب، المنهل العذب المورود شرح سنن أبي داود، ١٣٤/٩]
"Rasulullah mengarahkan wali yatim agar memutar harta anak yatim untuk bisnis niaga agar harta tersebut berkembang kemudian membayarkan zakatnya agar tidak habis tanpa ada pengembangan. Tidak masuk akal jika hadits tersebut diartikan "bahwa harta ketika tidak dikembangkan wajib dizakati. Dan jika diputar untuk usaha niaga yang berkembang malah tidak wajib dizakati"'
Al-Qanazi'i juga menjelaskan arti dari hadits tersebut dengan
قالىَ عِيسَى: تَفْسِيرُهُ أَنْ يَتَّجِرَ وَلِيُّ اليَتِيمِ بِمَالهِ، وتَكُونَ زَكَاتُهُ مِنْ رِبْحِه،
[القَنَازِعي، تفسير الموطأ للقنازعي، ٢٥٣/١]
"'Isa berkata: Tafsiran dari hadits tersebut adalah wali yatim memutar harta anak yatim untuk bisnis niaga dan zakatnya diambil dari laba dari bisnis tersebut"
Sebagai ilustrasi : Ketika saya memiliki uang 100jt umpama, maka setiap tahun harta tersebut akan berkurang 2,5%. Agar supaya tidak termakan zakat, maka harta tersebut perlu dikelolah dalam bentuk bisnis yang bisa menghasilkan keuntungan. Dengan demikian zakat 2,5% tidak mengurangi pokok harta saya karena zakatnya sudah tertutupi dengan keuntungan yang ada. Itulah ilustrasi arti dari hadits tersebut.
Dari beberapa penjelasan ulama' di atas menunjukkan bahwa pendapat yang menyatakan bahwa harta yang diputar untuk bisnis malah tidak wajib zakat kurang tepat. Pendapat tersebut juga berpotensi menjadikan para pengusaha malah tidak membayar zakat mereka. Sehingga hak para fakir dan miskin terabaikan. Wallahu A'lam
Sumber FB Ustadz : Abdul Wahid Alfaizin
15 September 2021 pada 06.48 ·