Masjid Al-Haram dan Pandemi

Masjid Al-Haram dan Pandemi

Masjid Al-Haram dan Pandemi

Sudah dua tahun ini jamaah haji Indonesia tidak bisa berangkat ke tanah suci. Padahal di tanah sucinya sendiri ibadah haji dan shalat lima waktu tetap dilaksanakan. Hanya saja protokol kesehatannya nomor wahid di dunia.  

Dua tahun ini sejak adanya pandemi, Kerajaan Saudi Arabia tidak pernah berhenti melaksanakan ibadah haji. Ibadah haji tetap terlaksaana, tidak ada istilah libur.

Cuma memang yang boleh ikutan berhaji dibatasi, tidak banyak-banyak seperti biasanya. Kalau tidak salah ingat, tahun lalu jumlahnya hanya 10 ribuan dan tahun kemarin sekitar 60 ribuan. 

Bandingkan dengan jumlah jamaah haji tiap tahun yang mencapai 2,5 s/d 3 juta orang. Diciutkan sampai sekecil-kecilnya, hingga tinggal 1/50 nya saja. Ini benar-benar protokol kelas dewa. 

Itu pun hanya terbuka bagi mereka yang sudah domisili di Saudi Arabia saja. Tidak hanya untuk warga Saudi saja, warga negara manapun boleh haji, asalkan syaratnya selama ini memang tinggal di Saudi. 

Uniknya meski warga Saudi, tapi kalau selama ini  tinggal di luar negeri alias di luar Saudi, jelas tidak diperkenankan. 

Cerita teman-teman yang tinggal di Mekkah, mereka pun tidak boleh nyelonong begitu saja masuk Masjid Al-Haram. Pemeriksaan dilakukan dengan sebegitu ketatnya, bahkan radius sekian kilometer, semua mobil atau bus yang mengarah ke Haram diperiksa. 

Kalau tidak punya tasyrih atau barcode di HP, jangan harap bisa masuk. Untuk dapat barcode itu tentu saja kudu daftar online. Dan untuk bisa daftar online, ada sekian banyak persyaratan yang harus dipenuhi. 

 oOo

Saya tidak bisa membayangkan kalau seandainya Masjidil Haram itu terletak di negeri kita, boleh jadi akan terjadi gelombang demo berjilid-jilid menentang kebijakan DKM-nya. 

Bisa dibilang Syiah, PKI, LGBT, atau Zionis atau apalah. Pokoknya pasti nangis-nangis guling-guling di tanah akibat dicerca dan dimaki-maki jamaah yang brutal. 

Untungnya Masjid Al-Haram terletak di Saudi Arabia. Dan DKM-nya langsung Raja Salman yang merupakan penguasa tertinggi di Saudi Arabia. 

Silahkan saja sih kalau mau nyinyir atau turun ke jalan berdemo menentang kebijakan sang raja. Saran saya, siapkan pakaian dalam koper, biar ketika diciduk petugas, masih sempat bawa baju ganti. Minimal masih sempat pakai sendal jepit dulu. 

Soalnya sekelas pengeran dan keluarga dalam istana pun tidak ada ampun, mereka banyak yang 'dicukur-gundul plontos' oleh Raja. 

Apalagi kita yang bahkan bukan warga negara Saudi, paling ringan itu diusir dan diblack-list sekian puluh tahun tidak boleh masuk negara Saudi. 

oOo

Maka kalau kita nonton video streaming di Youtube bagaimana suasana di pelataran dalam Masjid Al-Haram sekarang ini, lantai putihnya selalu nampak terlihat, akibat sedikitnya jamaah yang tawaf. Padahal lantai itu jarang terlihat saking dipenuhinya umat manusia.

Dari situlah saya terpikir untuk mengabadikan momen luar biasa ini dalam setiap kajian Sekolah Fiqih LIVE. Saya minta biar background studio ada TV-nya, dimana TV-nya itu merelay langsung suasana di pelataran dalam Masjid Al-Haram. 

Pesannya adalah : MAsjid Al-Haram meski sedemikian besar ukurannya dan sedemikian banyak jamaahnya, hingga bisa menampung berjuta jamaah, tetap bisa diatur dengan tegas dan menjalankan protokol. 

Saya kagum sekali dengan DKM MAsjid Al-Haram, makanya  saya kasih dua jempol. Mereka bisa kok tegas kepada semua orang untuk tidak menjadikan masjid sebagai cluster penyebaran virus. 

Nggak kayak DKM-DMK masjid kita, yang mana jamaahnya galak-galak sekali, sehingga ketika pengurus DKM mau menerapkan protokol, habislah mereka langsung dimaki-maki dan dibuli. 

Saya tahu karena banyak marbot masjid dan pelaksana bawahan DKM yang curhat ke saya. Saya kan biasa lontarkan kritik, kenapa masjidnya bagus, tapi managemennya ancur kayak gitu?  Kenapa shafnya dirapatkan? Kenapa yang tidak bermasker dibiarkan nyelonong masuk? Kenapa karpetnya tetap digelar? Kenapa dan kenapa? Habislah saya brondong dengan pertanyaan. 

Saya jadi kasihan kalau dengar jawabannya Soalnya dia sendiri pun habis ketularan, masuk rumah sakit beberapa minggu, kehilangan orang tua dan banyak keluarga. 

Sayangnya, pihak pimpinan dengan mengatas-namakan jamaah masjidnya tidak punya hati, tetap memaksanya bekerja menyelenggarakan ibadah dan pengajian, tanpa peduli dengan protokol. 

Ketika menyampaikan permintaan dari saya agar protokol ditegakkan, justru dia diancam mau dipecat. Sambil berlinang air mata dia bercerita di balik layar HP via video call. 

Padahal bolehnya masjid menyelenggarakan peribadatan dan pengajian, hanya apabila protokol kesehatannya dijamin 100%. Bukan hanya basa-basi dan main tepu-tepu. 

Bilangnya sudah ada pembatasan, buktinya jamaah tetap membludak. 

oOo

Tapi yang paling bikin saya mengurut dada adalah kelakuan sebagian teman saya, yang sama-sama jadi ustadz. Mereka sama sekali masa bodoh dengan protokol. Padahal mereka banyak yang sudah sepuh juga, tapi ceramah cuek saja, tanpa masker tanpa jaga jarak dan tanpa protokol sama sekali.

Mereka inilah yang maksa-maksa agar shalat jamaah segera dibuka, dan pengajian segera dibuka lagi, padahal masjid itu sama sekali tidak pernah menyiapkan tim keamanan yang solid dan mampu mengawal protokol kesehatan. 

Akibatnya sama juga bohong, shalat berjamaah dan pengajian dijalankan nyaris tanpa protokol sama sekali. Kayak nggak ada pandemi. 

oOo

Tapi yang paling saya tidak bisa terima ketika mereka dengan tidak bertanggung-jawab main kutip ayat Quran yang secara kasar sekali.

Mereka bilang dengan dusta bahwa siapa saja yang masuk masjid dijamin tidak kena covid. Ini jelas pelecehan terhadap Al-Quran.  Ayat sebagai berikut :

وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا

Siapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia. (QS. Ali Imran : 97)

Ternyata curang sekali, ayat itu hasil curian. Ayat dipotong dengan cara licik lalu ditafsirkan seenak udel. 

Padahal ayat itut ada kaitannya dengan ayat sebelumnya, yaitu terkait dengan masjid Al-Haram. 

Lengkapnya begini  :

Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim;  Siapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia. (QS. Ali Imran : 96-97)

Saya hitung setidaknya ada dua kelirunya : 

Pertama, yang dimaksud dengan masjid di ayat ini bukan sembarang masjid, tapi hanya sebatas masjid Al-Haram saja. Sebab Allah SWT menyebutkan masjid yang ada Maqam Ibarahimnya. 

Dan hanya Masjid Al-Haram di Mekkah saja yang ada Maqam Ibrahimnya. Kalau sampai dipelesetkan jadi semua masjid, jelas itu penipuan. 

Kedua, yang dimaksud dengan 'aman' disitu bukan aman dari penyakit, apalagi covid. Tapi aman dari gangguan manusia. Sebagaimana di dalam surat At-Tin Allah SWT berfirman :

وهذا البلد الأمين

 Dan demi negeri yang aman ini (Mekkah) (QS. At-Tin : 3)

Sedangkan untuk terhindar dari penyakit, istilahnya bukan aman tapi kebal. Seharusnya ayatnya berbunyi : Siapa yang masuk masjid mana saja di dunia, dia akan jadi kebal penyakit. 

Namun tidak ada ayat yang bilang kayak gitu. Sehingga menyimpulkan masuk masjid jadi kebal covid itu jelas pemutar-balikan ayat Quran. 

Jauh sebelum ada covid, banyak sekali penyakit ditularkan oleh jamaah haji dan umrah. Sehingga wajarnya sejak tahun 90-an  semua kita wajib divaksin meningitis termasuk vaksin influenza, kalau mau masuk ke Saudi. 

oOo

Karean banyak sekali masjid di negeri kita yang sebegitu cueknya dengan protokol kesehatan, maka benteng terakhir adalah saya sendiri. Saya yang tegakkan disiplin setidaknya untuk diri saya sendiri. 

Ketika DKM minta saya mulai lagi ngisi kajian, saya cuma bilang gini : Pilih satu dari dua pilihan. Saya ngisi kajian secara online, atau tidak usah sama sekali. 

Kalau keberatan, gak apa-apa ente ganti saja jadwal saya dengan ustadz yang lain yang mau datang ke masjid tanpa protokol. Silahkan deh para rapat. Saya tunggu hasilnya, jangan lupa kabari. 

NOTE 

Alhamdulillah, ternyata masjid-masijd yang saya rutin mengisi kajian semuanya taat protokol. Sebab rata-rata masjid itu dikelola oleh perkantoran, bukan perkampungan. Kantor-kantor itu semua memang taat protokol. Gayanya sudah kayak masjid Al-Haram Mekkah. 

Yang nggak nahan itu masjid yang dikelola masyarakat. Banyak sekali yang cuek bebek. Jadi sementara saya bilang, cari saja dulu ustadz-ustadz yang semazhab deh.

Kalau saya masih berkiblat ke Masjid Al-Haram Mekkah, bukan hanya urusan kiblatnya tapi juga urusan protokol kesehatannya.

Sumber FB Ustadz : Ahmad Sarwat

24 Agustus 2021· 

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Masjid Al-Haram dan Pandemi - Kajian Ulama". Semoga Allah senantiasa memberikan Ilmu, Taufiq dan Hidayah-Nya untuk kita semua. aamiin. by Kajian Ulama Aswaja ®