Kapankah Waktu Mustajab di Hari Jumat ?
Oleh : Abdullah Al-Jirani
Di hari Jumat ada suatu waktu, barang siapa yang berdoa di waktu tersebut, pasti Allah akan memenuhi doanya. Telah diriwayatkan dari Abu Hurairah ra berkata : Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut hari Jumat, lalu beliau bersabda :
«فِيهِ سَاعَةٌ، لاَ يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ، وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي، يَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى شَيْئًا، إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ» وَأَشَارَ بِيَدِهِ يُقَلِّلُهَا
“Di dalamnya (hari Jumat) ada suatu waktu yang tidaklah seorang hamba muslim mencocokinya dan dia dalam kondisi senantiasa shalat (maksudnya di sini : berdoa) dan meminta sesuatu kepada Allah, kecuali Dia (Allah) akan memberikannya kepada hamba tersebut.” Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya bahwa waktu itu sangat samar dan ringan/cepat. (HR. Al-Bukhari : 935 dan Muslim : 13)
Para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan waktu tersebut menjadi sebelas pendapat sebagaimana dalam Al-Majmu Syarhul Muhadzdzab (4/549). Dalam Fathul Bari (2/416), Imam Ibnu Hajar rahimahullah menyebutkan ada empat puluh lima pendapat, dan mengulasnya secara detail berserta dalil dari masing-masing pendapat. Menurut Imam An-Nawawi, yang paling kuat dari sekian pendapat yang ada, pendapat yang menyatakan bahwa waktu tersebut adalah waktu di antara duduknya imam di atas mimbar sampai selesainya dari shalat Jumat. Beliau rahimahullah berkata :
(وَالثَّامِنُ) وَهُوَ الصَّوَابُ مَا بَيْنَ جُلُوسِ الْإِمَامِ عَلَى الْمِنْبَرِ إلَى فَرَاغِهِ مِنْ صَلَاةِ الْجُمُعَةِ حَكَاهُ عِيَاضٌ وَآخَرُونَ
“(Pendapat kedelapan) : Dan ini pendapat yang benar, yaitu waktu di antara duduknya imam di atas mimbar sampai selesainya dari shalat Jumat. Pendapat ini dihikayatkan oleh Imam Qadhi ‘Iyadh dan selainnya.” (Al-Majmu : 4/549. Juga bisa disimak dalam Syarah Shahih Muslim : 6/141)
Hal ini dijelaskan secara gamblang oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Musa Al-Asy’ari radhialllahu ‘ahu, Rasululllah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
«هِيَ مَا بَيْنَ أَنْ يَجْلِسَ الْإِمَامُ إِلَى أَنْ تُقْضَى الصَّلَاةُ»
“Dia (waktu mustajab tersebut adalah) waktu di antara duduknya Imam di atas mimbar sampai ditunaikannya (diselesaikannya) shalat (Jumat).” (HR. Muslim : 16).
Selain ini, sebenarnya ada pendapat lain yang dianggap kuat oleh sebagian ulama, yaitu waktu antara Ashar sampai tenggelamnya Matahari. Ini pendapat sebagian ulama diantaranya imam Ahmad bin Hanbal. Namun, pendapat ini dianggap lemah oleh imam An-Nawawi karena hadits yang dijadikan sandaran derajatnya lemah. Telah dilemahkan oleh Imam At-Tirmidzi dan selainnya (Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab : 4/549).
Ada hadits lain yang berbunyi : “Hari Jumat memiliki duabelas waktu, tidaklah didapatkan seorang muslim meminta sesuatu kepada Allah kecuali Allah akan memberikan sesuatu itu kepadanya. Maka carilah waktu itu di akhir waktu setelah Ashar.” (HR. Abu Dawud, An-Nasai dan selain keduanya dan sanadnya shahih).
Hadits ini derajatnya shahih. Namun, menurut imam An-Nawawi, makna hadits tersebut mengandung kemungkinan bahwa waktu mustajab itu walaupun asalnya terletak di antara duduknya imam di atas mimbar sampai selesai shalat Jumat, tapi terkadang bisa juga berpindah-pindah sebagaimana halnya malam Lailatul Qadar. Kadang di waktu ini dan kadang di waktu itu. Dan di antaranya adalah di akhir waktu Ashar.
Kesimpulan : Para ulama berbeda pendapat tentang kapan waktu mustajab di hari Jumat. Yang paling kuat menurut Imam An-Nawawi rahimahullah, adalah waktu di antara duduknya Imam di atas mimbar sampai selesai dari shalat Jumat. Ini waktu asalnya, namun waktu ini “terkadang” bisa berpindah di waktu yang lain, di antaranya di akhir waktu shalat Ashar. Kata “di antara” menunjukkan bahwa waktu tersebut tidak bisa dipastikan tepatnya di mana. Tapi yang ada adalah rambu-rambunya. Oleh karena itu, hendaknya kita berusaha memanfaatkan rentang waktu tersebut sebaik mungkin, siapa tahu doa kita bertepatkan dengan waktu mustajab di hari itu. Kami pribadi condong dan mengikuti pendapat Imam An-Nawawi rahimahullah.
Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bi ash-shawab.
Sumber FB Ustadz : Abdullah Al Jirani
6 Agustus 2021