Qurban vs Aqiqah
by Ahmad Sarwat, Lc.,MA
Antara Qurban dan Aqiqah memang punya hubungan yang unik, karena keduanya punya banyak sekali persamaan, namun perbedaan-perbedaa di antara keduanya juga banyak.
Sesungguhnya aqiqah itu penyembelihan kambing juga, hanya berbeda sebab, waktu, dan ketentuan dengan sembelihan qurban (udhiyah).
Aqiqah adalah hewan yang disembelih karena lahirnya seorang anak, baik laki-laki atau perempuan. Waktu untuk menyembelihnya disunnahkan pada hari ketujuh sejak hari kelahirannya.
Antara aqiqah dan qurban ada memiliki beberapa persamaan, namun juga keduanya juga memiliki beberapa perbedaan.
A. Persamaan
Di antara persamaannya antara penyembeliahn hewan aqiqah dan hewan qurban adalah :
1. Hukumnya Sunnah
Aqiqah dan Qurban sama-sama ibadah yang hukumnya sunnah dan bukan wajib menurut standar aslinya bagi jumhur ulama. Kecuali kalau ada sesuatu yang dinadzarkan dan kemudian berjanji akan menyembelih hewan aqiqah atau qurban, maka hukumnya berubah menjadi wajib.
2. Ritual Penyembelihan
Aqiqah dan Qurban memiliki persamaan antara lain adalah sama-sama ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, lewat ritual penyembelihan hewan, atau mengalirkan darah.
3. Distribusi Daging
Orang-orang dan pihak-pihak yang berhak atas daging aqiqah pada dasarnya sama dengan mereka yang berhak atas daging hewan qurban, yaitu boleh dimakan sendiri, dihadiahkan kepada orang lain atau disedekahkan kepada fakir miskin.
B. Perbedaan
Sedangkan kalau kita perhatikan lebih jauh, perbedaan-perbedaan antara penyembelihan hewan aqiqah dan penyembelihan hewan qurban antara lain :
1. Waktu Penyembelihan
Dari segi waktu, penyembelihan hewan aqiqah lebih luwes dan lebih luas dari penyembelihan hewan qurban. Penyembelihan hewan aqiqah dianjurkan dilakukan pada hari ketujuh dari kelahiran bayi, tanpa ada ketentuan harus dikerjakan pada jam berapa.
Jadi boleh disembelih pagi, siang, sore atau malam. Juga tidak ada ketentuan yang terlalu mengikat bahwa hewan aqiqah harus disembelih di hari ketujuh.
Dalam kondisi tertentu, dimungkinkan hewan itu disembelih pada hari ke-14, atau hari ke-21, bahkan sebagian ulama membolehkan untuk dikerjakan kapan pun, meski bayinya sudah besar atau sudah baligh.
Sedangkan ritual penyembelihan hewan qurban agak sedikit lebih ketat, yaitu hanya diperkenankan dikerjakan di bulan Dzulhijjah pada tanggal 10, 11, 12 dan 13.
Di hari pertama yaitu tanggal 10 Dzulhijjah, hewan itu hanya boleh disembelih bila telah usai mengerjakan shalat Idul Adha. Bila dikerjakan sebelum itu, maka hukumnya menjadi penyembelihan biasa dan bukan qurban.
2. Cara Menyajikan
Menurut para ulama, daging hewan aqiqah lebih dianjurkan dan lebih afdhal untuk disajikan dalam bentuk masakan yang siap disantap.
Caranya bisa dengan mengundang makan keluarga, para tetangga atau fakir miskin, tetapi juga bisa dengan mengantarkan makanan yang sudah matang itu ke rumah mereka.
Setelah penyembelihan dilaksanakan, lebih disukai daging aqiqah itu terlebih dahulu dimasak sebelum diberikan. Karena orang-orang miskin dan para tetangga yang menerimanya tidak perlu repot lagi memasaknya.
Hal ini akan menambah kebaikan serta rasa syukur terhadap nikmat tersebut.
Para tetangga, anak-anak, serta orang-orang miskin dapat menikmati hidangan itu dengan gembira, karena orang yang menerima daging yang sudah dimasak, siap dimakan dan lezat rasanya, tentu merasa lebih gembira dibandingkan pemberian daging mentah yang masih butuh tenaga untuk mengolahnya.
Sedangkan daging hewan qurban, lebih diutamakan diberikan ketika masih mentah atau yang baru saja selesai disembelih.
3. Peruntukan
Menyembelih hewan aqiqah adalah ibadah sunnah yang peruntukannya kepada bayi yang baru lahir.
Intinya mensucikan jiwa bayi itu, bahkan sebagian ulama menyebutkan bahwa salah satu fungsinya adalah menjadi jaminan atas keselamatannya.
Sedangkan menyembelih hewan udhiyah diperuntukkan kepada pihak si penyembelih sendiri, baik untuk dirinya pribadi atau untuk sekeluarga. Tidak ada kaitannya dengan jiwa seorang bayi yang baru lahir.
4. Jenis Hewan
Hewan aqiqah lebih diutamakan dalam bentuk kambing, meski pun bukan tidak boleh berbentuk sapi atau unta. Sebab contoh yang dilakukan oleh Rasulullah SAW ketika menyembelih hewan aqiqah adalah kambing.
Sedangkan dalam penyembelihan hewan qurban, kita dibebas untuk memilih jenis hewannya, bisa kambing, sapi atau kerbau, atau unta. Asalkan bukan ayam, bebek atau kelinci meski konon dagingnya lebih gurih.
5. Tidak Dipatahkan Tulangnya
Di antara hal yang membedakan antara daging aqiqah dengan daging udiyah adalah dalam masalah mematahkan tulang-tulang yang menempel di daging.
Ada sebuah hadits yang melarang hal itu, meski pun para ulama berbeda pendapat tentang status hukumnya, apakah sampai kepada haram atau hanya anjuran saja.
كُلُوا وَأَطْعِمُوا وَلاَ تُكَسِّرُوا مِنْهَا عَظْمًا
Makanlah dan berilah buat makan orang lain, tapi jangan patahkan tulangnya. (HR. Abu Daud dan Al-Baihaqi)
Selain itu juga ada hadits Aisyah yang intinya juga melarang dipecahkannya tulang daging aqiqah.
السُّنَّةُ شَاتَانِ مُكَافِئَتَانِ عَنِ الْغُلاَمِ وَعَنِ الْجَارِيَةِ شَاةٌ تُطْبَخُ جُدُولاً وَلاَ يَكْسِرُ عَظْمًا وَيَأْكُل وَيُطْعِمُ وَيَتَصَدَّقُ وَذَلِكَ يَوْمَ السَّابِعِ
Yang disunnahkan adalah menyembelih dua ekor kambing yang cukup umur untuk bayi laki-laki dan untuk bayi perempuan satu ekor kambing. Dimasak utuh dan jangan mematahkan tulangnya, hendaklah dimakan sendiri, diberikan buat orang lain untuk memakannya dan disedekahkan. Dan semua itu dilakukan pada hari ketujuh. (HR. Al-Baihaqi)
Tidak Boleh Mematahkan Tulang
Sebagian ulama menerima hadits ini, di antaranya adalah Al-Imam Asy-Syafi’i dan Al-Imam Ahmad. Dan pendapat ini juga merupakan pendapat Aisyah radhiyallahuanha.
Dalam pendapat mereka, ada melarang buat kita untuk mematahkan tulang-tulang pada daging, kecuali bila dipotong pada bagian persendian.
Di antara hikmahnya adalah agar semakin nampak kemuliaan daging aqiqah ini dengan cara dimasak utuh bagian per bagian, tidak dipatahkan tulangnya.
Selain itu dengan tidak dipatahkannya tulang-tulangnya, diharapkan juga adanya keselamatan buat bayi yang disembelihkan hewan aqiqah ini.
Boleh Mematahkan Tulang
Sedangkan mazhab Al-Malikiyah tidak menerima hadits ini dan memandang tidak mengapa bila saat memasaknya, tulang-tulangnya harus dipatahkan atau dihancurkan.
Alasannya, karena dua hadits di atas dianggap oleh mereka sebagai hadits yang lemah, sehingga tidak bisa dijadikan dasar hukum untuk melarang.
Hadits yang pertama punya kelemahan sebagaimana disebutkan oleh Al-Imam Abu Daud di dalam kitab Al-Marasil halaman 41. Sedangkan Al-Imam Al-Baihaqi menyebut hadits ini mursal.
Demikian juga dengan hadats yang kedua, statusnya adalah hadits yang lemah juga sehingga tidak bisa dijadikan sebagai dasar hukum.
Sementara Al-Imam An-Nawawi menyebut hadits ini gharib, sebagaimana beliau jelaskan dalam Al-Muhadzdzab.
Di antara persamaannya adalah sama-sama ibadah ritual dengan cara penyembelihan hewan. Dagingnya sama-sama boleh dimakan oleh yang menyembelihnya, meskipun sebaiknya sebagian diberikan kepada fakir miskin, tapi boleh juga diberikan sebagai hadiah.
Hal ini berdasarkan hadis Aisyah radiyallahuanha.
السُّنَّةُ شَاتَانِ مُكَافِئَتَانِ عَنِ الْغُلاَمِ وَعَنِ الْجَارِيَةِ شَاةٌ تُطْبَخُ جُدُولاً وَلاَ يَكْسِرُ عَظْمًا وَيَأْكُل وَيُطْعِمُ وَيَتَصَدَّقُ وَذَلِكَ يَوْمَ السَّابِعِ
Sunnahnya dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan satu ekor kambing untuk anak perempuan. Ia dimasak tanpa mematahkan tulangnya. Lalu dimakan (oleh keluarganya), dan disedekahkan pada hari ketujuh. (HR Al-Baihaqi).
Sedangkan perbedaannya, ibadah qurban hanya boleh dilakukan pada hari tertentu saja, yaitu tanggal 10, 11, 12 dan 13 Dzulhijjah. Dimulai sejak selesainya shalat 'Idul Adha.
Sedangkan aqiqah dilakukan lantaran adanya kelahiran bayi, yang dilakukan penyembelihannya pada hari ketujuh menurut riwayat yang kuat. Sebagian ulama membolehkannya pada hari ke 14, bahkan pendapat yang lebih luas, membolehkan kapan saja.
Sumber FB Ustadz : Ahmad Sarwat
18 Juli 2021