Jahiliyah Abad 21
Yang namanya otoritas itu gampangnya kita sebut pihak yang berwenang untuk menjelaskan suatu masalah.
Ketika kita sibuk bertikai tentang apa makna dari suatu ayat Al-Quran, maka siapakah yang paling bisa dipegang pendapatnya?
Jawabannya tentu saja Rasulullah SAW. Beliau itu pemegang otoritas yang resmi dan berlisensi pula.
Secara logika, Al-Quran diturunkan kepada dirinya. Tuhan berbicara kepada Beliau. Jadi kalau mau tau apa yang sedang dibicarakan, yang paling tahu ya tanyakan kepada Tuhan dan kepada Nabi SAW.
Mau tahu apa makna dan kandungan hukum suatu ayat yang diturunkan? Gampang banget jawabannya, tanyakan saja kepada Nabi SAW. Sesederhana itu.
Misalnya ada ayat yang cukup aneh, dimana kita disuruh menyembah Allah sampai datang keyakinan. Maksudnya apa? Bukankah kita sudah yakin?
Ternyata Nabi SAW menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan 'keyakinan' adalah kematian atau ajal.
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal). (QS. Al-Hijr : 99)
Jelas bahwa pihak yang punya otoritas dalam menafsirkan Al-Quran bukan si fulan atau si fulan. Apalagi tokoh yang lahirnya 14 abad kemudian dan tidak bisa bahasa Arab pula.
Kok tiba-tiba merasa jadi pihak yang paling mengerti Al-Quran? Logikanya jelas ngawur dan tidak nyambung.
Lucunya, kita sebagai orang awam, kadang eh seringkali rancu dalam menetapkan siapakah pihak yang punya otoritas yang jadi rujukan.
Alih-alih merujuk kepada Nabi SAW, malah merujuk kepada orientalis non muslim. Padahal kita lagi membedah isi Al-Quran yang turunnya saja kepada Nabi SAW, bukan kepada si orang itu.
oOo
Sampai disini kita perlu bisa membedakan sumber ilmu. Dalam ilmu agama, tentu tanya kepada ulama yang ahli agama. Bagaimana dengan ilmu umum seperti matematika, kimia, biologi atau fisika?
Ya tanyakan kepada ahlinya. Tanya matematika kepada ahli matematika. Tanya kimia kepada ahli kimia. Tanya biologi kepada ahli biologi. Dan tanya fisika ya kepada ahli fisika.
Dan ingat bahwa di masing-masing bidang itu masih ada jenjang dan levelnya lagi. Kalau mau tahu kayak apa fisika paling dasar yang kita pelajari di SMA macam gerak, mekanika, gravitasi, optik, boleh tanya ke Sir Isaac Newton. Dia ahlinya. Ada hukum Newton 1-2-3.
Tapi kalau sudah lebih modern, levelnya naik jadi fisika dengan konsep relativitas, tanya ke Albert Einstein.
Dan kalau sudah lebih tinggi lagi semacam fisika kuantum, tanya ke ahlinya seperti Stephen Hawking.
Intinya tiap masalah itu ada ahlinya. Tanyakan kepada ahlinya dan jangan sampai keliru dalam menentukan siapa ahlinya.
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui. (QS. Al-Anbiya : 7)
oOo
Keahlian Nabi SAW dan Ruang Lingkup Ilmunya
Bagaimana dengan Rasulullah SAW sendiri? Apakah Beliau ahli di segala bidang?
Salahkah kalau kita bertanya tentang matematika, kimia, biologi dan fisika juga kepada Rasulullah SAW? Bukankah beliau nabi yang paling tinggi derajatnya di sisi Allah?
Ini perlu dijawab denga hati-hati. Kita sebagai umat Nabi, wajib mencintai dan memuliakan Beliau SAW. Dalam keadaan apapun beliau adalah makhluk paling mulia, paling tinggi derajatnya dan tentunya paling dicintai Allah SWT.
Namun Allah SWT sendiri yang memposisikan beliau sebagai manusia biasa, dengan segala keadaannya yang sangat manusiawi. Ternyata Allah SWT membuat skenario bahwa nabi yang paling mulia itu diciptakan justru semirip mungkin dengan manusia biasa.
Bahkan Beliau SAW dilahirkan dalam keadaan yatim, miskin dan hidup bersahaja. Kecilnya menggembalakan kambing milik orang kaya Mekkah.
Sempat juga diajak berdagang ke Negeri Syam oleh pamannya. Bahkan lebih dewasa lagi juga ikut usaha bisnis dagang betulan kerja saja dengan janda kaya raya yang nantinya menjadi isrinya.
Sosok Nabi Muhammad SAW bukan sosok ghaib yang tak nampak di mata. Bahkan tidak bertabur dengan mukjizat aneh-aneh di mata masyarakatnya.
Padahal sebagai nabi paling tinggi derajatnya, Beliau SAW sebenarnya punya banyak fasilitas mukjizat, tapi Beliau SAW ternyata agak jarang-jarang menggunakannya.
Tidak seperti Nabi Musa yang pernah belah lautan lalu melewatinya dan ketika Firuan melewatinya, lautnya langsung menutup.
Juga tidak sepert Nabi Isa yang bisa sembuhkan orang sakit, bahkan beyond banget, karena levelnya sampai bisa hidupkan kembali orang yang mati. Waw, itu sudah over limit. Bukan limit manusia, sudah limit Tuhan. Tapi semua atas izin Allah SWT juga. So, what gitu loh.
oOo
Menyelamatkan Diri Dari Kepungan
Nabi Muhammad SAW nabi kita itu ternyata amat bersahaja. Tidak sedikit-sedikit main mukjizat. Dalam banyak kejadian, Beliau SAW itu tetap kudu bikin strategi yang sifatnya manusiawi.
Mari kita ingat kembali bagaimana kisah Beliau SAW menyelamatkan diri dari kepungan gerombolan pemuda Quriasy yang mengepung rumahnya.
Beliau SAW tidak menghilang naik ke langit macam Nabi Isa alaihissalam waktu dikepung. Nabi Isa itu diselamatkan Allah SWT dengan cara unik, yaitu Beliau dinaikkan ke langit. Lalu orang kafir diserupakan dengan Beliau dan dibunuh. Dikiranya itu Nabi Isa padahal bukan.
Nabi Isanya aman, kan dia naik ke langit. Dan ternyata sampai hari gini belum turun-turun juga. Katanya sih nanti menjelang kiamat baru turun. Kita tunggu saja.
Tapi hal macam itu tidak terjadi pada skenario penyelamatan diri Nabi Muhammad SAW. Beliau pakai sunnatullah saja. Ditunggunya semua sampai pagi biar pada ngantuk. Toh tidak mungkin secara adat kebiasaan bangsa Arab (urf) orang tidak bisa main masuk menyerbu ke dalam rumah. Itu tidak jantan. Pasti diminta keluar rumah baru dibunuh.
Begitu malam sudah latur melebihi dua pertiganya, maka para pemuda itu sudah mulai pada ngantuk dan teler, sebagian mungkin sudah teler nenggak khamar. Semalaman nunggu itu capek lah secara fisik dan psikologis.
Dan menjelang pagi, satu per satu gerombolan pemuda itu pun tertidur ngorok enak banget. Dengkurnya terdengar sampai masuk rumah Nabi.
Saat itu barulah Nabi SAW keluar rumah dan langsung tancap gas ke arah berlawanan dari arah Madinah, yaitu untuk sembunyi di Gua Tsour. Ini strategi brilian dan bukan main mukjizat-mukjizatan.
oOo
Strategi Silent Traveling ke Madinah
Beberapa malam sembunyi dalam gua, akhirnya tibalah waktunya untuk bergerak menuju Madinah. Maka Beliau kudu sewa penunjuk jalan yang pakar di bidang navigasi malam hari berpedoman pada bintang-bintang. Beliau sewa jasa Abdullah bin 'Uraiqizh yang kafir itu secara profesional untuk memimpin perjalanan hijrah.
Kenapa butuh jasa penunjuk jalan? Bukankah Nabi SAW sudah berkali-kali ke Madinah?
Kalau lewat trek yang biasanya sih pasti sudah tahu. Tapi untuk kondisi sekarang pastinya mustahil. Semua rute jalan ke Madinah sudah diblokade oleh musyrikin Mekkah. Bukan karena lagi PPKM ya. Tapi lagi jadi orang yang 'most wanted person' live or die, 100 unta siap jadi hadiahnya.
Maka rute satu-satunya yang aman adalah tidak lewat satu pun rute yang ada. Tapi bikin rute sendiri dimana belum pernah ada manusia lewat jalur itu sebelumnya.
Disitulah peran si kafir penunjuk jalan itu. Dia seorang ahli navigasi. Tidak akan tersesat di gurun tak bertepi macam Bani Israil zaman Musa dulu. Resiko melintasi gurun tanpa navigasi itu nyasar dan muter-muter. Apalagi kena badai gurun. Nasibnya Bani Israil di masa lalu itu kesasar sampai 40 tahun. Dahsyat kan.
Berkat si kafir itu, Nabi SAW tiba di Madinah right on schedule. Memang adabeda sedikit waktu dari durasi biasanya. Karena jalannya hanya di malam hari, siangnya sembunyi. Penunjuknya bintang-bintang saja.
Pokoknya sudah mirip pelaut di tengah samudera. Mereka berlayar mengandalkan angin berdasarkan posisi bintang. Bedanya, lautnya berupa pasir. Padahal para pelintas gurun pasri itu tidak pernah berjalan di malam hari. Mereka melintas di siang hari saja.
Tapi Nabi SAW melintasi gurun pasir seperti pelaut, hanya melintas di malam hari saja. Butuh navigator handal si Uraiqizh itu. Meski kafir, tapi ilmunya dibutuhkan. Untungnya dia mau dibayar profesional dan siap tutup mulut.
Jadi siapa yang lebih berilmu, apakah Nabi SAW atau si kafir itu?
Jawabannya tergantung, dalam bidang ilmu apa nih? Kalau urusan navigasi dan baca peta bintang, ya si kafir lah. Nabi SAW malah ikut saja. Bukan cuma ikut, malah membayar.
Tidak ada penolakan dari Abu Bakar. Beliau oke oke saja. Nggak nyinyir bilang : Ngapain pakai jasa orang kafir? Minta petunjuk Jibril aja. Atau minta kirim Buroq deh, kayak waktu Isra' Mikrah kemarin. Lagian biar cepat sampai tujuan Madinah nih.
Ternyata Abu Bakar tidak bilang gitu. Keduanya malah ngekor saja di balakng si kafir.
oOo
Kisah Penyerbukan Bunga Kurma
أنتم أعلم بأمور دنياكم
Kalian lebih paham dengan urusan dunia kalian.
Ini adalah sabda Nabi Muhammad SAW. Ungkapan ini beliau SAW sampaikan ketika mengaku kalah karena prediksinya kurang tepat, terkait dengan pembuahan bunga kurma.
Diskusinya sama petani kurma Madinah. Menurut Beliau SAW, penyerbukan itu tidak perlu dilakukan. Secara logika toh tidak masuk akal. Tapi secara tradisi, begitulah yang dilakukan petani kurma Madinah.
Lalu diuji-cobakan betulan saaat itu. Coba apa hasilnya kalau tidak usah dilakukan penyerbukan. Lalu dites kayak apa hasil panennya.
Ternyata hasil panen kurma di tahun itu kurang menggembirakan. Hasilnya jadi berkurang jauh dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Itu fakta empiris. Tidak ada unsur magis apalagi doa-doa khusus. Seratus persen bicara hukum fisik saja. Disitulah Nabi SAW mengajarkan pelajaran penting bagi kita bahwa kalian lebih paham urusan dunia kalian.
Nabi SAW mengalah dan serahkan lah urusan itu kepada petani kurma. Atur saja sebaik-baiknya.
oOo
Apakah dengan fakta itu kita anggap Nabi SAW sebagai orang bodoh tidak berilmu? Apa kita termasuk mendown-grade seorang Nabi? Apakah kita tidak perlu beriman kepada risalah yang dibawanya?
Tidak, tidak dan tidak.
Nabi SAW tidak lantas jadi bodoh dengan fakta itu. Justru Nabi SAW amat profesional. Beliau tegaskan bahwa tiap manusia punya keahlian masing-masing dan tidak sama.
Selain itu dalam kasus ini kita jadi tahu dua sisi yang ada pada diri beliau SAW. Beliau tegas memisahkan antara posisi beliau sebagai nabi dan posisi beliau sebagai manusia biasa.
Dan kejaidan seperti itu tidak hanya sekali, tapi berkali-kali. Kalau kita kumpulkan bisa jadi satu bab tersendiri dalam buku sirah nabawiyah.
oOo
So, sampai disini kita jadi tahu bagaimana membedakan mana sumber yang punya otoritas dan mana yang bukan otoritas.
Mau tanya isi Qur'an? tanya Nabi SAW karena memang beliau ahlinya.
Mau tahu cara penyerbukan bunga kurma? tanya kepada petani kurma Madinah, karena mereka ahlinya.
Mau tanya mana trek ke Madinah yang belum pernah ada? tanya si Uraiqizh, karena dia ahlinya.
Mau tahu dimana fisika klasik sampai modern, tanya Newton, Eisntein dan Hawking.
Mau tahu apapun, tanya kepada yang punya otoritas di bidangnya.
oOo
Problem kita zaman sekarang justru kita tidak tahu keberadaan suatu ilmu dan sekalian juga tidak tahu siapa yang punya ilmu itu.
Ketidak-tahuan kita itu dua kali lipat alias ketidaktahuan pangkat dua.
Eh, masih ditambah lagi ketidaktahuan level berikutnya. Apa itu?
Membodoh-bodohkan orang yang sebenarnya justru pakar di bidangnya. Jadilah ketidaktahuan pangkat tiga.
Kalau level ketidaktahuannya sampai level situ, apa masih ada harapan keluar dari liang ketidaktahuan?
Kok saya agak sulit berharap ya. Coba saja perhatikan hoaks di medsos, bagaimana info dibuat oleh orang yang tidak tahu dan diviralkan oleh sejuta orang tidak tahu lainnya. Maka kebodohan lah yang lebih memang dan viral.
Sementara kalangan yang ahli beneran, suaranya dibungkam bahkan dibodoh-bodohkan oleh sekumpulan orang yang tidak tahu.
Ketika otoritas keilmuan tidak lagi di tangan ahlinya, tapi di tangan orang yang tidak tahu alias orang bodoh, memang kesannya jadi kasar sekali. Bagaimana kalau diperhalus sedikit, bukan bodoh tapi jahiliyah?
Saya kira kali kita kasih judul keren, asik juga ya : Jahiliyah Abad 21.
Gimana? Keren kan?
Sumber FB Ustadz : Ahmad Sarwat
1 Agustus 2021