IJMA' LEBIH PASTI DARI QURAN?
Banyak kalangan yang bingung ketika Ijma' dimasukkan sebagai sumber syariah Islam yang ketiga setelah Al-Quran dan Sunnah.
Tapi banyak yang lebih bingung ketika dikatakan bahwa satu-satunya sumber syariah yang tidak pernah ada perbedaan pendapat di dalamnya adalah ijma'.
Kok bisa? Begitu mereka bertanya.
Ya iya lah, masak ya iya dong. Namanya saja sudah ijma', mana ada khilafiyah lagi.
Kalau ayat Al-Quran, meski keasliannya terjaga 100%, tapi begitu ayatnya diistinbat jadi hukum, hasilnya seringkali berbeda. Berbeda di kalangan para ulama.
Begitu juga hadits nabi. Oke lah riwayat lah Shahih. Tapi begitu ditarik kesimpulan hukumnya, ternyata tetap khilafiyah di kalangan para ulama.
Sedangkan ijma' itu bukan ayat Qur'an dan bukan hadits. Ijma' itu asalnya adalah hasil istimbath para ulama juga, baik yang sumbernya Al-Quran atau Hadits.
Namun ketika seluruh mujtahid dan fuqaha kompak menjatuhkan satu kesimpulan hukum yang sama, itulah yang disebut ijma'.
Hukum ijma' itu ada lima. Ada ijma' terkait wajib, Sunnah, mubah, makruh dan haram.
Gimana kalau ada pihak yang tidak sepakat?
Gampang saja, jadi namanya bukan ijma' lagi. Gitu aja kok repot?
So, ijma' adalah hukum yang mana tak satu pun ulama ahli ijtihad berselisih. Pokoknya semua kompak tanpa terkecuali.
Terus apa contoh ijma'?
Banyak banget. Misalnya shalat fardhu itu lima waktu sehari semalam. Jumlahnya 17 rakaat. Zhuhur itu 4 rakaat, Ashar 4 rakaat, Maghrib 3 rakaat, Isya 4 rakaat dan shubuh 2 rakaat.
Itu semua namanya ijma'. Tidak pernah ada khilafiyah dalam hal ini di kalangan ulama.
Namun di bawah ijma' kita ketemu dengan istilah yang lain lagi yaitu kesepakatan jumhur (mayoritas) ulama. Angkanya tidak bulat 100 persen, pasti di bawahnya.
Namun baik istilah ijma' atau pun jumhur disini tentu saja hanya sebatas mereka yang berkapasitas sebagai mujtahid.
Model-model kita zaman sekarang nampaknya agak berat kalau mengaku sebagai mujtahid. Maksudnya, yang keberatan itu cukup banyak, bahkan diri kita sendiri pun akan keberatan.
Jadi tidak ada istilah orang awam sok mau mengkritisi ijma' ulama.
Kalau pun ada orang sok tahu lalu ngecuprut bilang shalat yang wajib cuma tiga kali sehari, maka kita bilang dia menyalahi ijma'. Jadi bukan ijma'-nya yang gugur, tapi si penentang ijma'-nya yang mental.
∆∆∆
Ngomong-ngomong tentang ijma', dari mana kita tahu suatu perkara sudah masuk kategori ijma'?
Salah satunya dengan bertanya kepada Professor dan peneliti level paling atas dalam dunia ilmu syariah.
Mereka sudah banyak menuliskan hasil-hasil penelitian ilmiyah kelas dewa. Dan buku ini adalah salah satunya dari sekian banyak yang ada.
Kalau ada orang mengklaim bahwa ulama telah ijma' atas haramnya musik, kita tanya balik dengan santai : menurut siapa? Di kitab apa? Siapa yang nulis kitab itu? Tunjukkan dong ibarohnya yang original . . .
Sumber FB Ustadz : Ahmad Sarwat
Kajian· 5 Juli 2021·