Menghadapi Narasi Tetangga Berisik
Oleh: Fauzan Inzaghi
Ajakannya "Ayo kita bersatu", lalu pada prakteknya "pembahasan nabi khaidir ga ada gunanya disampaikan", "bermazhab itu gak ilmiyah", "ulama fulan penjilat", "sahabat fasiq", "tasawuf khurafat", "mantiq haram", dst, semua hal sensitif seperti ditulis diforum umum seperti medsos dan disiarkan di televisi, padahal kalau memang meyakini bahwa itu benar narasinya bisa diubah "nabi khaidir menurut kami", "mazhab menurut kami", dll narasi ilmiyah yang tidak terkesan menjatuhkan orang lain, lalu terserah orang, mau percaya yang mana. Bukan narasi framing, dah kayak politisi aja dalam beragama
Adapun narasi menyerang kadang merendahkan, maka hanya orang bodoh yang gak membalas kritikan seperti itu, apalagi saat melihat keluarga dan orang terdekatnya mulai termakan narasi itu, ya gak mungkin diam lagi, makanya banyak ulama yang dulunya mendiamkan demi persatuan, lalu karena keadaan malah kacau, maka mereka mulai menyuarakan dan membalas kritik, karena kita diam demi persatuan tapi tetangga malah terus memecah belah, dan anehnya ketika dibalas narasi baru kembali dilakukan "kita jangan ribut-ribut, lawan kita adalah is#**el".
Makanya kalau ada pemikiran bunglon seperti itu, gak perlu didiemin, balas aja, tegaskan aja, kami beda dengan kalian, dan kalian salah menurut ajaran kami, terserah kalian terima atau tidak, jika kami bilang kalian salah dan diluar ajaran kami lalu kalian masih mau bersatu ya ahlan wa sahlan kami sambut. Dan jika kalian tidak mau bersatu ya gapapa juga, kami akan menjalankan misi kami walau tanpa kalian, tapi kapanpun kalian mau ikut kami akan menyambut, karena kalian masih kami anggap saudara walau kalian membidahkan, mentaghutkan atau bahkan mengkafirkan kami
Tapi yang pasti kami gak akan pernah diam lagi dengan apa yang kami anggap benar, jika kalian masih berisik. Karena yang kami hadapi adalah orang yang selalu berisik, makanya kami juga harus bicara, agar suara tidak satu arah, seolah mewakili mayoritas, ini tadlis ilmiyah, jika kami diam maka kami sama seperti menipu awam, beda jika yang kami hadapi adalah tetangga tidak berisik, maka semua bisa dijalankan dengan diam, dan baru berbicara hanya diforum ilmiyah di forum ilmiyah kita harus saling kritik, karena ada kebenaran yang harus dicapai, bahkan sekeras-kerasnya, lalu keluar dari forum maka kita ngopi bareng.
Jadi kami banyak bicara ya karena kalian berisik, bukan karena ingin perpecahan, jika kalian menganggap kami berbicara nyaring seperti itu membuat perpecahan, yaitu terserah kalian, kami sudah belajar dari pengalaman, tapi tenang saja, mauqif kami masih sama, seperti yang pernah dikatakan mufti badruddin hassoun ketika anaknya dibunuh oleh kelompok yang mengkafirkan beliau "kalian memaki kami? Kami tidak akan memaki kalian!! Kalian mengkafirkan kami?kami tidak akan mengkafirkan kalian? Kalian membunuh kami, kami tidak akan membunuh kalian!"
Jadi kenapa narasi ulama al-azhar, NU, dll dalam bermuamalah berubah? Ya karena sikap tetangga berubah, bukan karena ulama kita tidak istiqamah, tapi keadaan yang berubah, jadi cara menghadapinya berubah, bukan karena manhaj ulama sekarang berbeda dengan dulu, fiqhnya masih sama, tapi tahqiq manath dan khitabnya beda, tetangga sudah berubah, dan mulai sangat resek, dibatas tidak mungkin didiamkan lagi, jadi itulah fiqhnya hari ini, jika kemudian mereka anteng lagi maka fiqh baru bermuamalah akan beda lagi, makanya ada ulama yang dulu tinggal bareng tetangga banyak yang ninggalin, karena memang tetangga sudah berubah dari sikap awal yang dikenal. Jadi beginilah cara tepat menghadapi tetangga berisik, beda dengan menghadapi anak tetangga yang buat kamu jatuh cinta, kamu bisa sering mengirim masakan ke rumahnya, siapa tau ortunya senang kan hahahah
Sumber FB : Dakwah Buya Arrazy Hasyim
19 Juni 2021