Kuota Haji
Oleh : Ahmad Sarwat, Lc.MA
Ada kesepakatan di antara negara Organisasi Konferensi Islam terkait kuota jamaah haji.
Aturannya adalah tiap negara hanya boleh mengirimkan kontingen haji sebesar 1/1000 dari populasi penduduk muslimnya.
Dan rekor terbanyak selama ini tetap Indonesia. Mengingat populasi muslim terbesar sedunia sejak dulu memang Indonesia, mengalahkan India dan Pakistan.
Gara-garanya kedua negara itu pecah dua. Aslinya dulu itu semuanya India, sehingga muslim terbesar di dunia waktu itu India.
Ternyata ada sebagian rakyatnya nyempal bikin negara baru yaitu Pakistan. Tapi yang masih setia jadi warga India tetap lebih banyak.
oOo
Secara logika sederhana, karena dapat kuota paling besar, seharusnya bangsa Indonesia beruntung tidak perlu antri lama untuk dapat giliran pergi haji.
Tapi logikanya tidak sesederhana yang kita bayangkan. Dalam beberapa kasus justru semakin besar kuotanya, malah semakin lama masa menunggunya. Dan bisa juga berlaku sebaliknya.
Contoh sederhananya adalah Indonesia dan Jepang. Orang Jepang sama sekali tidak perlu antri kalau mau haji. Sedangkan beberapa provinsi di negeri kita ada yang kudu nunggu sampai 40 tahun.
Aneh bukan?
Sebenarnya tidak aneh dan bisa dijelaskan secara ilmiyah. Kenapa orang Jepang bisa haji tanpa antri?
Karena Jepang bukan termasuk negara OKI, sehingga tidak terikat perjanjian kuota 1/1000. Dan memang jumlah jamaah haji dari Jepang hanya beberapa gelintir orang saja.
Teman-teman saya yang domisili di Jepang, baik urusan studi atau pun kerja, pada menawarkan pergi haji via Jepang. Karena jamaah haji Jepang tidak kena kuota.
Di tahun 90-an salah seorang Ncang saya sukses pergi haji lewat Jepang. Gara-gara terlambat daftar dan ditolak oleh sistem komputer haji (Siskohaj).
Untung beliau punya anak yang memang domisili di Jepang. Jadi sekalian tengok cucu lah judulnya. Rute hajinya jadi unik : Jakarta - Tokyo - Jeddah - Tokyo - Jakarta.
Namun haji dengan cara ngelewang kayak gitu sudah tidak bisa lagi saat ini. Kalau mau dihitung sebagai kuota suatu negara, syaratnya kudu sudah jadi residen resmi di negara itu minimal sekian lama.
Atau punya passport negara itu sekalian. Trik tidak jujur ini pernah dijalankan oleh sebagian travel haji, yaitu dengan bikin passport Philipina.
Sempat ada yang lolos sih, tapi kemudian jaringannya terbongkar dan pada ditangkapi masuk penjara negara itu sepulang haji. Pulang haji langsung dikarantina alias masuk penjara. Hehe
Maka kesempatannya hanya mengurus izin resmi jadi residen di suatu negara yang bukan anggota OKI seperti Jepang itu. Katakanlah misalnya sekalian ngambil S2 atau S3 di Jepang. Jadi judulnya studi dapat bonus haji.
oOo
Tahun 2020 kemarin dunia dilanda pandemi. Haji ditutup untuk seluruh negara, kecuali hanya penduduk Saudi dan seputaran saja dengan protokol yang amat sangat ketat.
Dan tahun ini 2021 sama saja. Pada dasarnya haji tidak diselenggarakan secara normal. Bisa saja cuma negara tertentu yang boleh mengirim kontingen haji dengan segala persyarayannya.
Yang menentukan tentu saja pihak otoritas Kerajaan Saudi Arabia.
Pertimbangannya?
Wah yang pernah berurusan dengan Kerajaan Saudi Arabia pasti mengerti dan paham kebijakan model khas Kerajaan. Yang berkuasa itu raja. Rakyatnya pun tidak bisa protes.
Kalau perlu sesama keturunan raja dan keluarga istana pun bisa ditangkapi dengan mendadak tanpa ba bu. Jangan dikira ulama bisa bebas ngomong seenaknya disana. Banyak yang ditangkapi atau diusir keluar bahkan diblack-list.
Itu rakyat Saudi sendiri.
Nah apalagi kita yang bukan rakyatnya. Jangan kaget kalau kita nego ini dan itu, ternyata dikabulkan. Dikasih kuota 3 kali lipat misalnya. Siapa tahu?
Tapi jangan kaget juga kalau tiba-tiba dibentak : Ithla' barrah . . .
Hihihi
Sumber FB Ustadz : Ahmad Sarwat
5 Juni 2021