Ilmu VS Nyinyir
Oleh : Ahmad Sarwat, Lc.MA
Beda yang amat nyata antara ulama original padat ilmu dengan ulama non original tekor ilmu itu mudah sekali dirasakan.
Bahkan orang awam pun bisa membedakannya dengan mudah dan sederhana.
Duduk sebentar saja menemani ulama penuh ilmu, kita langsung kebanjiran ilmunya. Ilmu itu kan ibarat cahaya. Duduk bersama ahli ilmu, malam terasa siang saking terangnya cahaya itu.
Saking terangnya sampai-sampai kita harus memicing-micingkan mata. Silau soalnya.
oOo
Beda banget kalau ketemu sosok yang kadar keulamaannya ngepas-ngepas saja. Tidak akan dikasihnya kita ilmunya. Karena sebenarnya ilmu yang dia punya pun hanya sedikit, amat terbatas, alias tekor.
Gaul lama sama yang beginian, ilmu kita nggak nambah-nambah. Soalnya buat dia saja sudah nggak cukup. Krisis ilmu nih jadinya.
Paling cuma dapat nyinyirannya saja. Oleh-oleh yang kita bawa pulang akhirnya cuma bisa nyinyirin orang doang.
Nyinyirin si A, si B, si C, si D. Pokoknya nggak boleh ada orang lewat langsung otomatis dinyinyirin. Pagi nyinyir, siang nyinyir, sore nyinyir, malam nyinyir. Hidup nyinyir.
Pengaruh negatif dari banyak bergaul dengan tokoh doyan nyinyir itu cukup parah. Saya pun sering jadi korban secara tidak langsung. Misalnya, saya nulis di FB, lurus-lurus saja tidak ada niat mau nyinyiri siapa.
Tetiba di kolom komen, penggalan tulisan saja sudah rapi jadi bahan untuk menyinyiri orang. Kalimat dipenggal sana dipotong sini dan diframing sedemikian rupa, untuk jadi amunisi perang pernyinyiran di medsos.
Wah ini benar-benar akhlaq rusak. Benar-benar rusak serusak-rusaknya. Korban tokoh doyan nyinyir. Kemana-mana selalu bawa aroma pernyinyiran.
Yang patut disayangkan, semua pengaruh buruk itu didapat justru dari bergaul sama tokoh krisis ilmu. Yang disebarkan bukan ilmu tapi 1001 satu bahan untuk menyinyiri siapa saja.
Ilmu? Wah lagi kosong nih om. Kalau bahan nyinyir banyak nih. Mau?
Sumber FB Ustadz : Ahmad Sarwat
4 Juni 2021